PART 38

441 16 2
                                    


Ku rapatkan jaket ungu yang  membalut tubuh mungilku sehingga tak ada celah udara dingin untuk menerobos masuk. Ku tangkupkan pula kedua tanganku, lalu menggosok-gosokkannya. Saat ini aku tengah berdiri di ruang tunggu terminal Purabaya, Surabaya. Wait! Kayak pernah tau sosok itu deh, batinku dengan memicingkan mata.

"Holla Silvia Dwi Ananda?" ucapnya dengan senyum.

"Loe? Ngapain loe disini? Owh, loe pindah profesi ya jadi kenek? Bhahahahaha." tawaku pecah.

Pletak!

"Gila loe. Maen jitak pala orang aja. Kalo pala gue bengkok gimana?" tanyaku.

"Yaelah, bawa aja noh ke tukang las. Tinggal lurusin doank. Bereskan." ucapnya.

Bugh!

"Sekarang loe yang gila. Asal timpuk aja kepala gue." sungutnya dengan mengusap-usap kepalanya.

"Yeeee, impas leles. 1 - 1 hahahahahaha." tawaku.

"Gue kesini di suruh jemput loe sama sepupu gue. Kalo dia bukan sepupu gue, ogah gue jemput loe!"juteknya.

"Jadi loe nyesel ya?" tanyaku

"Iye. Mana gue kudu bangun pagi juga. Bukan ayam yang bangunin gue, malah gue yang bangunin ayam. Ini semua demi loe, Silvia Dwi Ananda. Mana tadi loe ngasih gue hadiah timpukan, pakek kamus lagi. Gini ya susahnya pacaran sama anak sastra Inggris. Kamus mulu andelannya." ucapnya dengan memonyongkan bibir.

"Udah selese kultumnya?" tanyaku tanpa rasa berdosa.

"Apa loe bilang?!" tanyanya

"Kultum budek! Kuliah tujuh menit!"

"Tau ah!"

"Idiih, dia marah. Tua loe!"

"Tau ah!"

Dia pun berjalan mendahului ku. Aku pun berusaha mengejarnya. Gila ini orang cepet banget ya, gumamku. Ya, dialah Iwan - yang bertugas menjemputku.

"Woy, tunggu gue!" teriakku.

Dia menghentikan langkahnya lalu menoleh kearahku dan berkata "Bodo amat!"


***


"Ini kan bukan jalan ke asrama wan?"

"Emang bukan."

"Lha, ini mo kemana? Loe mo nyulik gue ya? Jangan deh wan. Gue gag laku dijual."

"Eh bawel. Gue bawa loe kerumah sepupu gue."

"Lha, ngapain pagi-pagi kesana?"

"Pembantunya tuh lagi pulang kampung. Katanya anaknya saki. Nah kebetulan loe dateng. Lumayanlah jadi asisstennya dia." jawabnya dengan mempermainkan alisnya.

"Gila loe!" dia pun tertawa kencang melihat responku.

Aku pun memukul lengannya, sedangkan si korban mengaduh kesakitan bersamaan tawa kencangnya.

"Turun ato mo gue gendong?"

"Najis gue!" aku pun turun dari mobilnya.

Ku lihat Mas Ilham tengah berada di taman depan sembari meminum secangkir teh hangat. Dia pun menghampiriku.

"Kenapa sayang? Kok dilipet mukanya?"

"Ini gag dilipet. Tapi olahraga muka!" jutekku

"Owh, gini ya caranya?"

"Ye!"

Terdengar bariton langkah yang menghampiri kami berdua. Kurasa itu Iwan.

"Cie....senam muka cie."

"Diem gag loe!"

Akhirnya Mas Ilham angkat bicara.

"Udah deh, kucing sama anjing tengkar mulu. Heran gue. Be te we, thanks ya udah jemput bini gue."

"Bini loe kate? Calon leles." ucap Iwan.

"Apa pun lah. Suwun yo."

"Mak lamir yang abis nimpuk gue pakek kamus, gue pulang dulu ye." ucapnya dengan mengerlingkan mata.

"Gue conkel juga tuh mata!" sungutku.

"Jangan deket-deket dia mas. Lagi PMS anaknya." ucapnya setengah berbisik pada Mas Ilham.

"Gilaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa." aku pun berlari mengejarnya. Dia pun masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan kami.

Mas Ilham pun mendekat kearahku. Dia mengajakku masuk ke dalam rumahnya. Dan ternyata kedua orang tua Mas Ilham tengah menanti kedatangan kami.

"Assalamu'alaikum om-tante?" ucapku bersamaan mencium punggung tangan mereka.

"Wa'alaikumsalam sayang." ucap mama Mas Ilham.

"Kamu capek ya nduk?"

"Mboten tan--eh, mama."

"Ya udah kamu istirahat dulu disini. Ilham, anter Via ke kamar tamu ya? Nanti jam 9 kamu berangkat sama Via dan mama." ucap papa Mas Ilham

"Kenapa di kamar tamu pa? Dikamar aku aja ya?" pinta Mas Ilham

"OKe. Dikamar kamu dan pernikahan ditunda sampai kamu umur 30."

"Looooooh, kok gitu pa????"

"Makanya nurut." timpal papanya.

Akhirnya dia pun mengantarku ke kamar tamu di seberang kamarnya. Kini ku melihat wajah unyunya. Bibirnya mengerucut bak Donal Ducks.

"Bhahahahahahahahahahahahahahaha" tawaku lepas dan dia menoleh kearahku saat kami tengah berada di kamar tamu.

"Kenapa ketawa?!" juteknya.

"Mas tau gag, mas tuh mirip Donal Ducks tadi. Monyong-monyong gitu. Bhahahaha."

Cup!

Mataku terbelalak kaget atas apa yang dilakukannya. Hadeeeeuh, ciuman maut lagi. Hehehe

"Udah puas ketawanya? Ato mo ditambah lagi ciumannya?" tanyanya dengan mempermainkan kedua alisnya. Aku pun menggeleng dan mendorongnya keluar kamar kemudian kututup pintunya. Saat itu pula terdengar suara tawanya dari balik pintu.

Aku pun memilih meneruskan istirahatku.







Masih badmood sih awalnya, tapi gegara support yang membludak secara langsung, so mau gag mau kudu dan harus lanjutin nie cerita. Maaf, kalo part ini rada-rada gimanaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa gitu, hehehe. Heaaaaaaaaaaaaaaaaaaah... Thanks ya yang masih setia sama Ilham dan Via. Tolong tinggalin vote dan commennya donk, please *puppy eyes*

Here,I'm Waiting YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang