4 - Riddle

207 25 7
                                    

Ia adalah Alice, dan sekarang ia tengah mengalami krisis identitas.

Sorakan dan tawa Chesire Cat tidak membantunya, dan gadis yang menyerangnya juga tidak memberikannya waktu untuk merapikan pikirannya yang berantakan. Alice memang berhasil menghindari beberapa tebasan dan tusukan vital dari belati itu, tetapi itu baru permulaan.

Penyerangnya adalah seorang gadis. Tidak lebih tinggi darinya. Matanya hijau cemerlang, mengingatkan Alice pada dedaunan yang disiram sinar mentari. Tubuh gadis itu sangatlah kurus, tidak cocok untuk seorang petarung yang berusaha keras membunuhnya. Rambutnya panjang di bagian depan, namun pendek di bagian belakang, sewarna lumut—membuat Alice bertanya-tanya sendiri apakah warna rambut semacam itu dapat eksis di dunia ini.

"Ayolah, Alice. Alice hanya ingin memberimu beberapa tusukan, tidak besar," suara Chesire yang bertengger di atas dinding labirin menganggu Alice seketika. Ia hampir tidak dapat membedakan apakah dirinya Alice atau (Alice), dan keberadaan Chesire membuatnya kesal.

Alice bahkan hampir tidak menyadari fakta tubuhnya mulai bergerak sendiri. Menepis bilah belati, mundur untuk menghindari tusukan, menunduk untuk menghindari tebasan. Ia bergerak seolah ia sudah tahu aturan mainnya, seakan Alice pernah berlatih untuk hal ini sebelumnya. Fakta itu membuat seringai Chesire turun sedikit, namun masih bertahan.

"Hee, bahkan dipikirkan sampai sini juga, huh?" Alice melirik Chesire yang bergumam sendiri dari tempatnya di atas dinding labirin. Tetapi konsentrasinya kembali ke sang penyerang begitu sadar bahwa ia tidak dalam posisi yang memungkinkan untuk nyalang.

"Kau siapa?" gadis itu tidak menjawab Alice ketika ia kembali menebas. Bilah belatinya berkilat-kilat ditimpa cahaya, membuat Alice mau tak mau harus menyipit untuk memperhatikan kemana bilah belati itu menuju berikutnya. Andai saja ia dapat membawa gadis ini menuju bayang-bayang ... suatu tempat yang terbuka dan dirimbuni dedaunan.

"Tidak penting menanyakan orang yang akan membunuhmu," jawaban Chesire terdengar dari atas. Pemuda itu melompat-lompat mengikuti pertarungan sepihak yang memukul Alice untuk mundur demi mendapatkan lebih banyak jarak, lebih banyak ruang untuk berpikir.

"Karena aku yang hendak dibunuh, aku sudah sepantasnya tahu siapa yang akan membunuhku," Alice memuntahkan kalimat demi kalimat dengan urgensi dan sedikit kepanikan. Beberapa tebasan berhasil merobek kulitnya, rasa perih membuatnya goyah—membuat gerakannya lambat. Ia tak memiliki senjata, ia hanya dapat menghindar.

Tetapi semakin lama, menghindar menjadi sesuatu yang sulit.

Gadis itu mulai menunjukkan pola menyerangnya, namun Alice belum dalam menganalisisnya. Ia harus bertahan. Sedikit lagi, sebentar saja, beberapa menit lagi. Sanggupkah dirinya? Alice mengambil resiko dan membiarkan matanya nyalang, ia dapat merasakan tebasan belati merobek lengan kemejanya, menggores kulit dengan akuransi.

Konsentrasinya kembali pecah. Dipusatkannya perhatian kembali kepada sang penyerang.

"Sudahlah, Alice. Kau bahkan tidak memiliki senjata. Hanya satu tusukan di jantung, dan kau akan terbebas dari siksaan," Chesire mengeong dari tempatnya duduk dengan kaki menjuntai di atas dinding labirin. Bagaimana ranting dan dedaunan tidak menusuk bokongnya lewat begitu saja dari kepala Alice. Nyawa Alice lebih penting daripada bokong Chesire.

"Diam kau, Kucing Bego. Biarkan aku berpikir," Alice mendesis dari tempatnya. Beberapa tebasan dan tusukan kembali menggores kulitnya. Warna merah mulai menodai kemejanya yang semula putih, merusak rendanya. Dan entah mengapa, hal itu membuat Alice kesal.

Alice melompat untuk menghindari tebasan yang terarah ke kakinya.

Pola serangan gadis berambut hijau itu, Alice akhirnya menemukannya. Gerakannya hanya terdiri dari tebasan dan tusukan, karena Alice tidak dapat menyerang, gadis itu tidak perlu memposisikan dirinya untuk bertahan. Gadis itu selalu mengincar kepala, lalu dada, lalu perut, kemudian kaki, bergantian antara tebasan dan tusukan. Lalu pola itu akan kembali lagi.

Project AliceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang