37.5 - Alice of Red, Alice of Brown

77 11 0
                                    

Bagaimana mereka masih bertahan setelah terlempar ke dalam semesta yang asing?

Mungkin karena mereka sama.

Di antara tujuh orang yang didorong jatuh ke lubang kelinci, mereka memandang dunia dari satu sisi yang sama, mengerti cara kerja semesta, merangkai delusi dan rencana dengan akuransi hanya untuk kebahagiaan mereka. Egois memang, tetapi apa yang mau dikata?

Berbeda dengan gadis kecil berambut gelap yang mencintai dunia, atau anak laki-laki beriris keemasan yang membenci semesta. Berbeda dengan sepasang gadis kecil yang berjanji dengan tawa, bahwa dunia akan lebih baik dan mereka akan selalu bersama. Apalagi seorang anak perempuan berambut cokelat tua yang menutup mata karena tahu mimpinya sia-sia.

Sebelum ini, mereka berbeda.

Adalah Fuutaki Aozora, anak laki-laki dengan rambut sewarna langit malam tanpa bintang. Yang nantinya senantiasa berdiri di sisi regalia Queen of Heart dengan wajah berbayang senja, seorang anak penuh kalkulasi ceria. Tersenyum untuk mencari kelemahan manusia, pemilik banyak topeng imaji yang tak segan-segan menghancurkan semua untuk diri sendiri.

(Dan lucunya, ia diseret oleh seseorang yang ambisi untuk umum yang melebihi lazuardi.)

Berikutnya adalah Natsume Soushi, seorang anak laki-laki berambut cokelat muda yang matanya menyimpan seribu satu rahasia. Yang nantinya menunduk di belakang seorang gadis berkuncir dua dengan patuh dan penuh ancaman berbahaya. Membuka mata untuk mencari kelemahan dunia, bernapas untuk menghancurkan apapun yang menghalangi jalannya.

Baik Aozora dan Natsume, dari tujuh, mereka adalah salah satu dari empat yang identik.

Latar belakang mereka kurang-lebih sama, secuil masa lalu yang tersisa sebelum segalanya hancur dalam bentuk ledakan dan jelaga. Mereka dibesarkan di dalam lingkungan raksasa yang terlalu mirip, dengan metode sama persis yang membuat orang awam dengan segera bertanya-tanya, benarkah keluarga mereka tidak saling mengenal seperti yang dikatakan?

Baik Aozora dan Natsume, adalah apa yang disebut sebagai anggota masyarakat elit.

Ayah Aozora adalah salah satu dari petinggi pemerintah. Tidak cukup dekat kepada diktator utopia, namun posisi sang ayah tetap tinggi di dalam bagan rahasia pemerintahan, dan dalam beberapa tahun belakangan, terus bertambah tinggi bagaikan bunga yang perlahan mekar.

Dunia politik memang sangat menghibur, terlebih bila kau mengerti apa yang terjadi di balik senyum layar televisi dan janji-janji yang terlalu manis hingga mengalahkan delusi. Bahkan biarpun kini pemerintahan tidak lagi berpihak pada unsur demokrasi, manusia-manusia pemegang kuasa masihlah sekumpulan setan yang berakting sebagai seorang malaikat bumi.

Sedangkan Natsume, katakan saja posisinya jauh lebih tinggi dari Aozora. Ia adalah penerus nama keluarga yang ditakuti setidaknya setengah dari populasi utopia. Apa peran keluarganya di dalam bagan pemerintahan adalah sebuah rahasia, tetapi semua orang selalu bereaksi sama ketika mendengar namanya—sebuah kata sebelum nama depannya; sebuah keterkejutan yang amat sangat sebelum berganti menjadi kepatuhan pura-pura, semuanya sama saja.

Lucunya, kata orang biasa, peran keluarganya adalah rahasia.

Realitanya, semua orang tahu apa fungsi keluarga Natsume di dalam hati utopia.

Tidak seperti Rei Khazura dan Haijima Akatsuya yang memiliki pemahaman berbeda tentang dunia, baik Natsume dan Aozora tahu betapa kotornya semesta. Mereka memiliki sebaris manusia efisien di dalam telapak tangan mereka, kendati dalam tingkat yang berbeda. Dari tujuh anak yang diseret masuk ke Wonderland, empat dari tujuh berbagi masa lalu yang sama, dan Natsume serta Aozora adalah dua di antara empat yang dikata.

Aozora adalah anak yang arogan, bahkan sebelum usianya menginjak angka delapan. Ia tidak memiliki talenta luar biasa, tetapi ia memiliki uang dan kuasa. Dan seperti kata mereka, semua hal yang baik akan datang kepada seseorang yang memiliki harta. Ia tumbuh dengan sendok perak dan gelas emas, dengan berlian dan mutiara, dengan pelayan yang membungkuk kala ia masuk ke dalam menara yang ia panggil sebagai rumah keluarganya.

Anak laki-laki berambut hitam itu tidak pernah ambil pusing. Seperti Hasegawa Aoi, ia mencintai dunia apa adanya karena dunia mencintainya, ia menyukai kehidupannya yang bergelimang segalanya yang diimpikan oleh orang biasa. Orangtuanya memanjakannya apa adanya—toh, Aozora memang pantas mendapatkan segalanya. Tetapi itu tak cukup.

(Aozora ingin lebih.)

Natsume tidak jauh berbeda. Kendati ia jauh lebih tenang daripada Aozora yang meneriakkan kekayaannya kepada dunia. Anak laki-laki berambut cokelat muda itu adalah tipe orang yang arogan dengan sikap tenang, caranya memandang dunia dengan tatapan menghina yang menyebalkan, caranya menarik napas seolah semua oksigen tidak seharga dengan eksistensinya, caranya hidup seolah semesta tidak pantas mendapatkannya.

Yang membuatnya berbeda dari Aozora adalah, keluarganya jauh lebih keras. Ayahnya menekan Natsume agar menjadi seperti dirinya, masa kecilnya Natsume hanya diisi oleh satu kata; belajar. Seperti Hisato Ryou, ia meraih banyak hal karena kerja kerasnya. Tetapi ia tidak pernah puas, Natsume tidak pernah merasa cukup dengan penghargaannya.

(Natsume ingin lebih.)

Berita itu menyebar bagaikan api tersiram bensin, dari satu layar televisi ke layar televisi yang lain, dari satu hologram ke hologram lain, dari mulut ke mulut, tulisan ke tulisan, artikel ke artikel, media ke media, tempat ke tempat, bahkan api kalah cepat dalam menyebar.

Sebagai keturunan darah pemerintah, tentu mereka mendapatkan berita itu sebelum kata sempat sampai di telinga masyarakat. Semua orang berpikir sama, mungkin bila mereka menjauhi peradaban, mereka akan baik-baik saja.

Orangtua Aozora mengirim Aozora ke kota terakhir di perbatasan wilayah. Ayahnya yang mengendarai mobil, berdalih bahwa pada saat ini, mereka tidak dapat mempercayai siapapun selain diri mereka sendiri. Aozora menurut saja karena, hey! Siapa yang peduli?

Selagi ia mendapatkan apa yang ia inginkan, semuanya akan baik-baik saja.

Ayah Natsume membiarkan agen pemerintah membawa pergi Natsume dari rumahnya. Anak laki-laki berambut cokelat muda itu bahkan tidak diberikan penjelasan, tubuh mungilnya diseret pergi, dan sebelah tangannya masih menggenggam pulpen yang tengah ia gunakan.

Segalanya terjadi bagaikan mimpi. Satu degup jantung adalah sebuah hari yang normal, dan tiga degup berikutnya, jalanan dipenuhi dengan kekacauan. Mobil-mobil saling bertabrakan dan terbalik di pinggiran, api menyebar dan suara ledakannya menggema, suara sirene membahana, tetapi tidak ada lagi yang bisa mereka lakukan.

Ayah Aozora kehilangan kendali terhadap kemudi, dan suara hantamannya menggema. Mereka bertiga masih sadar, dan sang nyonya cepat-cepat meraih Aozora sebelum membuka pintu, mengabaikan peringatan sang tuan yang berada di ambang antara hidup dan mati.

(Karena biarpun mereka saling mencintai, akhirnya yang penting adalah nyawa sendiri.)

Suara hantaman keras benda yang jatuh dari atas.

Lalu ibunya jatuh begitu saja, menimpa Aozora yang tak sempat melihat apa yang terjadi.

Sepasang iris hitam bertemu dengan iris keperakan.

Natsume merangkak dari serpihan helikopter yang terbakar, ekspresinya dipenuhi dengan peringatan dan rasa frustasi. Anak laki-laki berambut cokelat muda itu cepat-cepat berdiri dan melepas headphone yang terpasang di kepalanya, kabelnya yang tersambung ke mesin helikopter menggantung putus. Tanpa satu lirikan lagi, Natsume berlari pergi.

Aozora berteriak dan mendorong tubuh ibunya yang sudah tak bernyawa lagi. Ia berusaha berdiri, namun kaki kirinya terasa seperti ditusuk ribuan jarum. Dari balik tatapan yang mengabur karena air mata, Aozora menangkap sebuah pistol di dekat bangkai helikopter yang masih terbakar.

Sesuatu di dalam dirinya berteriak, menjeritkan sebuah implikasi.

Aozora tidak tahu apa yang tengah terjadi.

Tetapi ia tetap berjalan menuju serpihan benda yang terbakar api.

Dan pada saat itu, empat dari tujuh baru saja menyegel takdir mereka sendiri.

.

.

Project AliceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang