part 5

4.2K 275 4
                                    

Claresta mulai menggambar beberapa sket gaun lagi dengan malas. Akhir-akhir ini ia benar-benar tak ingin berada di Paris. Ia ingin pergi jauh dan meninggalkan semua kenangan indah di Paris.

Kenangan saat ia mendapatkan beasiswa di IFA Paris. Kenangan saat pertama kali ia menginjakkan kakinya di depan menara eiffel. Kenangan saat ia pertama kali dapat merancang busana yang sangat sederhana. Kenangan saat ia pertama kali merasakan jatuh cinta.

Ah, rasanya kenangan yang terakhir itu yang harus cepat ia musnahkan.

Ponsel Claresta bergetar. Sebuah pesan email yang masuk dan Claresta membukanya.

aldrichmorloon22@gmail.com

Hai! Aku berada di kedai steak D'Amour. Tidakkah kau ingin kesini? Walaupun kau hanya melihat dari kejauhan dan aku tak tahu bagaimana rupamu. Setidaknya koneksi kita semakin dekat. Aku menunggumu.

Sedikit rasa senang tumbuh dalam hatinya. Ingin Claresta membalas email itu sebelum dua orang wanita masuk ke dalam rumahnya.

"Hai sayang!" ibu Delaney yang pertama kali menyambutnya ketika ia mendongak.

Claresta bangkit dan memeluk ibu Delaney, mencoba mengingat kehangatan dari pelukan ibunya yang sudah lama tak ia rasakan.

"Hai Del." sapa Claresta dan Delaney hanya mendengus. Mengabaikan sapaan Claresta, Delaney berjalan menuju sofa dan duduk dengan malas disana.

"Mood dia sedang jelek, sayang. Tak perlu dipikirkan." Claresta tersenyum dan mengangguk, membenarkan perkataan ibu sahabatnya itu.

"Jadi sudah sampai dimana? Bisa kau tunjukkan gambar-gambarmu? Ingat tiga bulan lagi acaranya. Akhir bulan ini, semua rancanganmu harus jadi."

Claresta mengajak ibu Delaney duduk di meja tempat ia tadi menggambar beberapa sket gaun setiap harinya. Ia menunjukkan semuanya dan memberi tahu detail ini itu dan ibu Delaney setuju dengan semua rancangan Claresta.

Ibu Delaney merasa, Claresta memang sangat berbakat menjadi seorang desaigner. Ia sangat cinta dengan semua rancangan Claresta daripada Delaney yang juga mengambil jurusan serupa di IFA Paris.

"Wow! Semua karyamu sangat menakjubkan. Gaun yang kau rancang pasti semakin membuat pesta pernikahan Delaney nanti menjadi sangat sempurna." lagi-lagi Claresta mendapatkan pujian. Tapi hal itu tetap tak membuat Claresta menjadi sombong dan lupa akan siapa dirinya dulu.

"Aku pasti akan membayar mahal untuk semua rancanganmu, Clar."

"Tak perlu tante. Aku senang dapat sedikit membantu di acara pernikahan Delaney dengan hasil rancanganku." kata Claresta berusaha ramah.

Ia bukan berkata seperti itu agar dicap menjadi wanita baik-baik. Yang ia inginkan hanya pernikahan Delaney menjadi sempurna dan hidup bahagia. Lagipula Delaney adalah sahabat dekatnya.

Ibu Delaney meminta ijin untuk pergi sebentar ke supermarket terdekat. Meninggalkan Claresta dan Delaney di dalam satu ruangan yang sama.

Claresta mulanya membereskan semua hasil gambarnya sebelum Delaney berkata, "Aku membencimu."

Claresta meletakkan lagi gambar yang sudah ia tata. Matanya melirik ke kanan dan ke kiri tapi tak menemukan ponselnya berada di sekitar mejanya sekarang. Gawat! Apa Delaney melihat ponselnya yang masih membuka email dari Aldrich?

"Aku semakin membencimu, Clar."

Lagi-lagi napas Claresta tercekat. Kenapa Delaney membencinya?

"Aku benci kau yang ikut andil mengurusi pernikahanku dengan Daniel!"

Oh, masalah itu. Claresta meneguk ludahnya dengan kesusahan karena entah mengapa kerongkongannya terasa kering sekarang.

Ternyata perkiraannya salah. Hampir saja semuanya terbongkar.

"Maaf Del. Kau tau aku tak bisa menolak ibumu? Dia sudah kuanggap seperti ibuku sendiri. Bahkan kaupun sudah kuanggap sebagai saudaraku."

"Tapi aku tak menginginkan pernikahan ini! Kau tau aku ingin pergi ke Amerika karena karir modelku disana akan semakin bersinar. Dan sialan Daniel yang juga ternyata mencintaiku."

Mata Claresta membulat seketika mendengar fakta yang baru saja dikatakan oleh Delaney.

"Sejak kapan Daniel mencintaimu?"

Delaney menghempaskan tubuhnya dengan pasrah ke sofa.

"Masalahnya semakin rumit Clar. Sekarang Daniel sudah melibatkan perasaannya. Aku semakin terjebak!" Delaney mengerutkan keningnya.

"Aku sangat ingin mengejar karirku dulu. Aku tak mau terikat. Daniel sialan!" umpat Delaney lagi.

"Tapi kamu mencintai Aldrich? Bukankah kau juga terikat dengannya?" tanya Claresta hati-hati.

"Aldrich? Aku mungkin mencintainya tapi belum ada status yang jelas. Aku masih merasa bebas sekarang. Sialan juga dengan pekerjaan Al yang menghambat rencana kabur kita."

Mata Claresta membulat? Rencana kabur mereka berdua gagal? Jadi minggu depan Delaney dan Aldrich tak akan bertemu?

"Jadi rencana itu gagal?"

Delaney menggeleng. Sial! Hal itu membuat hati Claresta menjadi tersakiti lagi. seharusnya ia tak mempertanyakan hal bodoh yang membuat hatinya sakit sendiri.

"Aku akan tetap kabur ke Indonesia dengan Al. Tapi tidak sekarang."

"Lalu?"

"Saat hari pernikahanku tiba."

Claresta menatap tajam sahabatnya yang kini tersenyum licik, "Apa? Kau gila?"

"Orang tuaku yang membuatku gila. Sudahlah. Kau tinggal duduk diam dan melihat kesempurnaan acara pernikahanku nantinya."

Dan Claresta semakin bingung melihat tingkah Delaney selanjutnya. Jika ia tak ingin terikat mengapa ia mau pergi bersama Aldrich?

"Kenapa kau tak memberikan identitas aslimu, Del?"

"Pada Aldrich?" dan Claresta mengangguk sebagai jawaban.

"Biarlah dia menerka-nerka sekarang. Dia akan tau sendiri siapa aku saat bertemu di bandara nanti."

*****

Claresta menarik lagi selimut yang menutup tubuhnya hingga atas kepala. Nyatanya selama satu jam berbaring di atas kasur itu tak membuatnya bisa segera tertidur.

Perasaannya menjadi gundah tak menentu sepulang dari rumah Aldrich tadi. Niat Al untuk menikahinya jelas membuatnya senang bukan kepalang. Tapi obrolan seputar Paris dan pertemuan di bandara waktu itu membuatnya merasa berdosa.

Claresta bangkit dari tidurnya dan segera mencari sebuah obat tidur di laci obatnya. Diteguknya air putih setelah berhasil memasukkan obat tidur itu ke dalam mulutnya.

Claresta kembali ke ranjangnya dan memeluk gulingnya erat. Berharap obat yang baru saja diminumnya bisa bekerja lebih cepat. Berharap semoga dosa-dosa akibat kebohongannya selama ini bisa termaafkan oleh Tuhan dan sahabatnya, Delaney.

BEAUTIFUL MASKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang