Claresta tetap diam walaupun mobil Aldrich sudah terparkir di basement apartemennya.
Aldrich pun demikian, ia menyandarkan tubuhnya dengan santai.
Claresta jadi teringat obrolannya sewaktu di rumah makan.
"Kenapa diam, Clar?"
Claresta dengan terbata - bata mengangguk, dan ia meminum lagi separuh isi dari teh hijaunya hingga tandas.
"Kamu kok bisa masih inget nomernya?" tanya Claresta mencoba menutupi kecanggungannya.
"Iya. Gak sengaja aja aku nulisnya. Sebenernya dari dulu juga udah aku hapal."
Claresta terdiam lagi dan menggenggam kertas itu erat - erat.
Melihat barisan nomor Delaney membuatnya teringat dengan obrolan dengan Delaney tadi siang yang berujung dengan rasa bersalahnya.
Belum sepenuhnya hilang rasa bersalah pada Delaney, sekarang Aldrich mencoba kembali mengungkit kejadian itu.
Claresta membenarkan ucapan Delaney tadi siang, dia juga harus menjelaskannya pada Aldrich. Karena bagaimana pun lelaki itu juga berada di pihak yang tertipu.
Tapi entah mengapa menyadari bahwa dirinyalah yang membohongi banyak orang membuat hatinya terasa sakit.
Sesungguhnya Claresta juga korban dari hubungan ini.
Rasa tidak terima saat mengatakan bahwa dia yang bersalah semakin memenuhi dadanya.
Claresta sadar dan paham betul jika berkata yang sejujurnya pada Aldrich adalah keputusan yang sangat baik daripada Aldrich mengetahui itu dari orang lain
"Clar," Aldrich menyadarkan Claresta dari lamunannya. "Sudah sampai."
Claresta melihat ke arah sekelilingnya dan mengangguk samar entah kepada siapa. Tangannya menyentuh pintu mobil untuk membuka, tapi saat sudah terbuka sebagian tiba - tiba ia menutup lagi pintu itu.
"Aku- Al, kamu tau." Claresta menelan ludahnya sendiri saat melihat Aldrich yang menatap wajahnya tajam. "Sudah dari dulu aku ingin mengatakan ini- tapi bukan ini yang sesungguhnya.. Aku akan menjelaskan sesuatu, tapi kamu harus percaya apa yang ku jelaskan terlebih dulu."
"Clar, apa yang sebenarnya ingin kau katakan?" tanya Aldrich saat Claresta sudah terlalu banyak bicara.
"Al, aku mencintaimu. Sungguh, aku yang mengirimkan email padamu setelah kamu pergi ke toko buku siang hari itu, aku mengikutimu ke mana pun kamu pergi, aku bahkan tau kau sering pergi ke menara eiffel di malam hari hanya untuk mengerjakan tugas, aku tau kau suka sekali makan steak di dekat kampus dengan headset di kepalamu. Aku mencintaimu Al.." Claresta memberi jeda untuk menarik napasnya. "Jangan tinggalkan aku." pintanya tulus.
Aldrich menggeleng - gelengkan kepalanya dan meraih Claresta yang sesegukan ke dalam pelukannya.
"Ke mana arah bicaramu sebenarnya, Clar? Aku tau masih banyak yang ingin kau katakan."
Claresta membungkam mulutnya sendiri dan tetap diam.
"Sampai jumpa besok." Claresta yang mengakhiri pelukan itu dan segera keluar dari mobil Aldrich.
Saat melihat mobil Aldrich sudah melaju menjauhi tempatnya berdiri, hatinya berkata ia harus segera mengatakan hal yang sebenarnya. Bukan hanya sebagian cerita saat dirinya bertemu dengan Aldrich di bandara.
Aku harus menceritakan segalanya sejak aku mulai mencintainya, tekad Claresta.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
BEAUTIFUL MASK
RomanceCan you see a beautiful lie? * I'm happy for you.. Kebahagiaan adalah hak semua orang, termasuk Claresta. Sayangnya beberapa pilihan bodoh telah membutakan matanya.