Pagi itu Kerin memasuki ruang kerja bosnya dan mengatakan bahwa meeting dengan Pak Gunawan akan diadakan sore ini.
Claresta melangkah ke gedung kantor Pak Gunawan. Perusahaan besar terkemuka di Indonesia yang bekerja di bidang produksi barang.
"Bu Claresta?" tanya sekretaris Pak Gunawan saat Claresta datang mengenalkan dirinya.
Claresta mengangguk dan dengan cepat, Claresta dan Kerin di belakangnya diantar ke ruang rapat yang ternyata sudah ada Pak Gunawan menunggu disana.
"Selamat siang, Pak. Maaf menunggu lama." Claresta berjalan mendekat dan bersalaman dengan pak Gunawan.
"Selamat siang. Kita mulai sekarang saja ya. Silahkan duduk." Claresta duduk di salah satu kursi terdekat dengan Pak Gunawan.
"Saya bukan hanya mendengar, tapi saya melihat semua karya indah dari bu Claresta ini. Saya suka dengan semua model pakaian apapun yang anda keluarkan."
"Dalam waktu dekat, perusahaan saya akan mengeluarkan brand terbaru kami. Untuk semakin menarik minat pembeli, kami mengajak salah satu super model terkenal dari hollywood. Saya ingin anda dengan khusus membuatkan beberapa pakaian untuk model itu untuk dikenakan di beberapa foto dan iklan yang akan kami pajang nantinya."
Claresta mengulas senyumnya, "Terima kasih sudah mempercayakan hal ini kepada saya, Pak. Saya akan membuat rancangan busana yang terbaik. Saya berjanji tidak akan membuat perusahaan anda kecewa. Bisa saya meminta list bagaimana kira-kira busana yang bapak hendaki?"
"Nanti sekretaris saya akan mengirimkan via email. Saya meminta Bu Claresta membuat terlebih dahulu busananya karena sekitar satu bulan lagi model itu baru akan datang ke Indonesia. Nanti kita baru mulai bisa melakukan pengepasan pakaiannya."
Claresta yang paham dengan maksud lelaki di depannya ini hanya mengangguk saja.
"Baik, saya harus pergi karena ada kepentingan lain. Terima kasih sudah datang. Semoga yang saya harapkan dari anda tak mengecewakan."
"Terima kasih karena sudah bekerja sama dengan saya." Claresta yang melihat Pak Gunawan bangkit, ikut bangkit dari duduknya dan bersalaman formal.
Pak Gunawan hanya tersenyum dan keluar ruang rapat terlebih dahulu.
"Bu? Bukankah satu bulan lagi kita akan mengadakan acara pembukaan karya baru ibu?" tanya Kerin saat ia dan Claresta sudah keluar dari ruang rapat besar itu.
"Jadwal dimundurkan. Saya ingin fokus pada busana yang diminta Pak Gunawan." perkataan Claresta yang merupakan sebuah titah mutlak untuk dilakukan bagi Kerin.
*****
"Kau terlihat suntuk?" tanya Aldrich yang sore ini datang menjemput Claresta.
Claresta yang baru saja selesai memasang seat beltnya hanya tersenyum menanggapi, "Ada project baru."
"Kamu jarang tidur ya, sayang?"
Claresta mengerutkan keningnya, dari mana lelaki ini tau?
"Kantung mata kamu tuh, kelihatan capek banget. Aku aja yang ngurusin perusahaan segede gitu gak kurang tidur."
"Kebanyakan mikir juga deh kayaknya."
"Mikir apa?"
Claresta mengangkat bahunya. Enggan menjawab pertanyaan kekasihnya itu.
"Rencanaku nikahin kamu?" tanya Aldrich lagi yang kelihatan tak puas karena Claresta tak menjawabnya.
Claresta hanya mengangguk sekilas, biarkan saja Aldrich mengira dirinya memikirkan rencana pernikahan mereka yang baru mulai dibicarakan daripada lelaki itu tahu kebenaran aslinya mengapa Claresta jarang tidur akhir-akhir ini.
Bukannya Claresta tidak memikirkan tentang rencana pernikahannya sendiri. Bahkan sekarang Claresta mulai sedikit demi sedikit menggambar detail gaun yang ingin dipakainya. Hanya saja ada hal lain yang mengganggu pikirannya beberapa hari ini.
"Sudah berapa kali aku bilang kalau kita pasti akan menikah? Kamu tak perlu khawatir."
"Aku bukan khawatir kapan kita akan menikah."
"Lalu?"
Claresta terdiam, sial! Dia kelepasan.
"Ada hal yang kamu sembunyikan?"
Oh shit!
"Bukan Al. Hanya saja, aku terlalu bingung membagi waktu antara rencana pernikahan kita dengan persiapan pembukaan karya terbaruku." jawab Claresta cepat.
"Aku nanti akan menghubungi pihak wedding organizer terbaik di Jakarta, kau tak perlu lagi memikirkan persiapan pernikahan kita. Kau hanya perlu berkata apa yang kau inginkan dan semua itu akan menjadi nyata."
Claresta tersenyum dengan mata yang masih menatap lelaki yang sekarang sedang fokus pada jalan raya dan setir kemudinya.
"Terima kasih Al."
Aldrich segera mengalihkan pandangannya pada wanita cantik di sampingnya tepat ketika lampu merah menyala dan ia menginjak pedal rem mobilnya.
"Terima kasih karena sudah mencintaiku, Al." kata Claresta jujur.
Al tersenyum dan mengusap pipi Claresta dengan lembut.
"Aku merasa beruntung Tuhan mempertemukanku denganmu. Terima kasih karena telah mencintaiku lebih dulu, Clar."
Claresta menggenggam tangan kekasihnya yang berada di pipinya.
"Jangan pernah meninggalkanku Al. Apapun yang terjadi, kau harus tau aku mencintaimu. Tidak ada satupun yang mencintaimu seperti aku."
"I know, Clar. Kamu satu-satunya."
Claresta mengangguk saat Aldrich mencuri-curi ciuman di pipinya. Ia sangat ingin menghentikan waktu sekarang juga. Masa bodoh harus meninggalkan kantor dan juga pekerjaannya, yang ia inginkan hanyalah menikmati waktunya bersama kekasihnya. Hanya berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEAUTIFUL MASK
RomanceCan you see a beautiful lie? * I'm happy for you.. Kebahagiaan adalah hak semua orang, termasuk Claresta. Sayangnya beberapa pilihan bodoh telah membutakan matanya.