Even when the night changes
It will never change me and you...*****
Delaney merengut kesal. Hampir semua orang yang ada di tempat ini tak ia kenal. Lalu mengapa ia harus repot - repot datang?
So, stupid. Ia mengumpat. Barbara lah yang memaksanya kemari. Barbara lah yang mengatakan jamuan makan malam ini akan menjadi jalan yang baik untuk membuka relasi pekerjaannya di Indonesia. Sangat bodoh, batinnya sekali lagi kesal karena mau saja terkena bujuk rayu asistennya itu.
Delaney menyesap minuman berwarna merah bersoda di genggamannya. Ia menutup matanya. Semua orang yang sekarang semeja dengannya saling berbicara dan tertawa riang. Hanya Pak Gunawan yang ia kenal. Tapi bahkan sampai saat ini ia tak melihat keadaan Pak Gunawan sedikitpun. Dan tak mungkin hingga acara ini selesai ia menguntit ke mana Pak Gunawan pergi.
Delaney berharap ia dapat melupakan sejenak sedikit kesesakannya karena datangnya e-mail dari Daniel tadi.
Delaney beranjak dari duduknya dan berjalan ke arah balkon. Hingga tanpa sengaja ia merasakan kehadiran seseorang di belakangnya. Ia merasa ada seseorang yang sedang menatap ke arah punggungnya yang terbuka. Delaney menoleh dan memfokuskan pandangannya pada lelaki yang menoleh ke arahnya sejenak dan kembali berbicara dengan lelaki lain di hadapannya.
Aldrich?
Apakah benar penglihatan matanya kali ini? Delaney berbalik dan menegakkan tubuhnya lagi, ia berjalan pergi meninggalkan tempat dimana ia berdiri.
Delaney menuju ke koridor sepi. Entah kemana jalan yang ia tuju. Ia hanya ingin memastikan sesuatu.
"Tunggu!" teriak seseorang dengan suara berat di belakangnya.
Delaney menghentikan langkahnya dan memutar tumitnya untuk berbalik, "Kau?" tanyanya dengan wajah yang menunjukkan ekspresi tak percaya.
"Kau model yang temannya Roxie itu kan?"
Delaney tersenyum pahit. Bahkan hanya sekedar namanya pun tak diingat oleh lelaki itu. Lelaki yang menjadi tujuannya untuk berada di sini.
"Delaney," kata Delaney membenarkan sapaan bagi lelaki di depannya.
Aldrich tertawa, "Maaf aku melupakannya."
"Aku tak menyangka kita bisa bertemu lagi disini." Delaney teringat akan sesuatu. "Kamu sendirian?"
"Apa kamu melihatku bersama seseorang?"
Delaney tersenyum. Aldrich memang orang yang hangat dalam setiap tutur katanya, "Tidak, kupikir kau sedang bersama Claresta."
Aldrich menggeleng, "Dia sedang ada pekerjaan dan tak bisa menemaniku. Oh iya, aku ingin menanyakan beberapa hal padamu."
Delaney secara tidak sadar berkata, "Padahal aku sangat bertemu dengan kekasihmu yang dingin itu."
"Kau mengenalnya bukan? "
Delaney mengangguk, "Dia tak pernah menceritakan kepadamu? Kami sangat dekat."
"Menceritakan jika dia berteman denganmu?" Aldrich menggeleng di akhir perkataannya sendirinya. "Tidak pernah."
"Kurasa dia malu untuk mengakuinya."
"Malu untuk apa?"
"Entah, mungkin ada hal yang sedang ia sembunyikan." Delaney tersenyum culas. "Tidakkah kamu pernah bertanya kehidupannya selama di Paris?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BEAUTIFUL MASK
RomanceCan you see a beautiful lie? * I'm happy for you.. Kebahagiaan adalah hak semua orang, termasuk Claresta. Sayangnya beberapa pilihan bodoh telah membutakan matanya.