Claresta melihat dengan seksama Aini yang sedang mengukur pakaian yang dipakai Delaney dan Kerin akan mencatat beberapa hal yang Aini katakan.
Claresta berada di samping Aini sambil memberi perintah. Sesekali Claresta yang turun tangan langsung mengukur beberapa bagian.
Tanpa sengaja, terjadi kontak antara Claresta dan Delaney di depannya.
Delaney tetap tersenyum sambil satu dua kali menanyakan beberapa hal mengenai gaun yang ia pakai tanpa canggung sedikitpun. Berbeda dengan Claresta yang seringkali menghembuskan napasnya saat menjawab pertanyaan Delaney.
Nyatanya, pertemuan mereka kembali masih membuat rasa takut di hati Claresta. Sejujurnya ia belum siap.
"Sudah?" tanya Delaney.
Aini mengangguk, "Sudah, silahkan Bu Dela-"
"Delaney. I'm not your momm." kata Delaney mengoreksi.
Wanita itu belum berubah walau fisik dan rupanya semakin cantik saja. Sejak dulu Claresta tau, Delaney tak suka orang bersikap segan kepadanya.
"Iya, silahkan berganti pakaian kembali." kata Aini mempersilahkan.
Delaney melangkah masuk ke dalam ruang ganti dan tak beberapa lama keluar lagi menggunakan setelan dress selutut yang tadi di pakainya.
Delaney menyerahkan baju yang baru saja ia coba ke arah Claresta.
"Jadi kapan kita akan bertemu lagi?"
Claresta akhirnya mendongakkan wajahnya menatap Delaney.
"Bukankah kita akan bertemu lagi?"
Claresta membeku. Apakah benar mereka akan bertemu lagi? Claresta sendiri tak tau jawaban apa yang akan ia berikan.
"Tiga hari lagi kita akan bertemu lagi untuk pengepasan pakaian yang lainnya." tiba-tiba suara Kerin terdengar kala dirasa Claresta tak kunjung menjawab.
"Benar, Bu?" tanya Kerin lagi pada Claresta dan dengan sengaja menyenggol lengan wanita itu agar segera tersadar dari lamunannya.
"Iya, tiga hari lagi." jelas Claresta mengulang perkataan Kerin.
Delaney mengangguk dan melangkah pergi. Saat sampai di depan pintu ia berbalik dan berkata, "Sampai jumpa, Clar."
Clar. Delaney menekan kata-kata terakhirnya sebelum menutup pintu.
Lamunan Claresta harus terhenti karena ponselnya berdering. Sialan! Ia lupa jika lelaki itu yang akan menjemputnya siang ini.
"Segera kemasi dan kembali ke kantor. saya pergi dulu." titah Claresta kepada kedua anak buahnya yang langsung mengangguk.
Claresta mengambil tas tangannya dan berlari pergi.
Saat sampai di lobi kantor Pak Gunawan, sesuai yang ditulis tadi oleh kekasihnya itu, segera Claresta mengedarkan pandangannya dan ia menemukan lelaki itu berdiri fokus menatap ponselnya.
Claresta segera berjalan mendekat, "Hai. Maaf lama."
Aldrich memasukkan ponsel ke dalam sakunya, "Tak apa, tadi aku bertemu dengan-"
"Siapa?" tanya Claresta menggebu dan memotong ucapan kekasihnya.
"Pak Gunawan."
Oh. Claresta menghembuskan napas panjang.
"Sepertinya Pak Gunawan belum tau jika kau adalah kekasihku."
"Oh iya? Kurasa banyak yang belum tau statusku itu." kata Claresta terkesan santai.
"Jadi berapa banyak orang yang belum tau kenyataan bahwa kau adalah kekasihku, Clar?" tanya Aldrich serius.
Claresta harus menelan ludah lagi akibat kegugupannya.
Berapa banyak? Tanyanya pada dirinya sendiri.
Dan ia tak dapat memastikan berapa banyak orang yang sudah ia bohongi, dan ia tak akan tau sampai kapan kebohongannya akan tersimpan rapat.
Nyatanya, kehadiran sahabatnya itu akan mempercepat pengakuan kenyataan itu. Ah iya, Delaney.. Claresta ingat, sepertinya wanita itu turun terlebih dahulu sebelum dirinya. Apakah Delaney masih disini?
"Al, bisakah kita pergi sekarang?" tanya Claresta pelan.
Al mengangguk sebagai jawaban, lelaki itu merangkul pinggang Claresta mendekat dan berjalan beriringan keluar dari kantor ini.
*****
"Mobil kita sudah menunggu sedari tadi, Del." kata Barbara yang sudah bosan harus berdiri di balik pilar tinggi.
Barbara tak mengerti, kenapa wanita cantik di depannya ini masih fokus menatap seseorang yang berada di lobi? Barbara tak bisa melihat siapa orang itu dikarenakan Delaney yang lebih tinggi darinya.
Semua terjadi begitu cepat. Saat pintu lift terbuka Delaney tiba-tiba menyeretnya ke arah pilar besar dan bersembunyi di baliknya.
Sudah sejak awal Barbara bertanya dan Delaney hanya diam tak menjawab. Sekarang mereka berdua sudah cocok disebut sebagai mata-mata.
Lelaki itu melingkarkan tangannya di pinggang Claresta. Hal itulah yang Delaney lihat sebelum akhirnya pasangan itu keluar dari lobi dan hilang dari pandangannya.
Delaney bisa meledak saat ini juga. Kenapa interaksi antara Aldrich dan Claresta bisa begitu dekat? Apakah satu tahun, terhitung setelah hari pernikahannya, dapat menumbuhkan cinta diantara kedua orang yang berstatus kekasih dan sahabatnya itu?
Bodoh, Del. Masih pantaskah Claresta mendapat julukan sahabatmu? Batin Delaney mengolok dirinya sendiri.
Wanita penjilat! Delaney membenci Claresta.
Claresta bukan lagi sahabatnya. Delaney tak pernah mengenal Claresta yang berbohong padanya, Claresta yang tak menepati janjinya, dan Claresta yang merebut kekasihnya. Ia sudah bukan lagi Claresta yang Delaney kenal semenjak sahabatnya itu memilih meninggalkan Delaney dan sejuta masalahnya saat janji pernikahannya terucapkan.
Apakah lelaki itu tau kenyataan sebelum pertemuannya di bandara? Delaney tersenyum miris mengingat Aldrich yang mungkin juga dibohongi oleh Claresta.
Claresta berwajah lugu dan polos yang tak ia sangka-sangka dapat begitu jahat di dalamnya.
"Del, bisakah kau mengangkat teleponmu?" pertanyaan Barbara mengusik lamunan Delaney.
"Kapan kau bisa diam?" tanya Delaney ketus dan kali ini ia berbalik menatap Barbara yang tampak bingung dengan ponselnya yang berdering.
"Karena Daniel selalu menelponku dan aku tak tau harus mengangkatnya atau tidak."
Daniel.. Kita melupakan lelaki itu!
KAMU SEDANG MEMBACA
BEAUTIFUL MASK
RomanceCan you see a beautiful lie? * I'm happy for you.. Kebahagiaan adalah hak semua orang, termasuk Claresta. Sayangnya beberapa pilihan bodoh telah membutakan matanya.