"Lalu apa rencanamu selanjutnya, Al?" tanya Delaney ingin tahu.
"Rencana untuk apa?" Aldrich mengerutkan keningnya bingung dengan perkataan Delaney. Rasanya, setiap pertanyaan yang Delaney berikan selalu berujung dan mengingatkan pada Claresta. Atau jangan - jangan Delaney berpikir untuk, "Kau ingin balas dendam pada Claresta?"
Delaney yang terkejut sedetik kemudian tertawa sumbang, "Apakah aku terlihat sekejam itu, Al?"
Aldrich menyentuh pangkal hidungnya, "Maaf Del. Aku hanya merasa begitu kacau."
Delaney mendekat dan mengulurkan tangannya menyelimuti pinggang Aldrich, disandarkan kepalanya pada dada lelaki itu.
"Semua ini terlalu tiba - tiba untukku. Aku mohon kau mengerti." pinta Aldrich sambil mengelus kepala Delaney lembut. Ia harus terbiasa dengan kedekatan mereka mulai saat ini. Ia harus terbiasa dengan kehadiran Delaney di dekatnya dan ia juga harus terbiasa jauh dari Claresta.
Mereka sama - sama terdiam beberapa saat sebelum akhirnya Aldrich teringat akan sesuatu, "Oh iya. Apakah kau sudah resmi bercerai?"
Pertanyaan itu membuat Delaney reflek melepas pelukannya dan berbalik memunggungi Aldrich. Berharap lelaki itu tidak mengetahui air mukanya yang sekarang terlihat begitu panik.
"Sudah." jawab Delaney singkat tanpa menatap lelaki itu.
"Baguslah, aku tak ingin semuanya menjadi lebih rumit."
Delaney menutup matanya sejenak sambil merapalkan doa dalam hati agar semua tidak menjadi rumit. Semoga..
*****
Claresta mematikan teleponnya dan pandangannya beralih pada seorang lelaki yang beberapa hari ini selalu mengunjungi butiknya dan berakhir di dalam ruangannya seharian.
"Aku tau kau adalah pengusaha sukses, dan tak mungkin kau tak punya cabang perusahaan hingga ke Indonesia." kata Claresta sambil memfokuskan pandangannya ke arah Daniel yang terlihat masih sibuk dengan laptopnya.
"Jadi, inti pertanyaanku, kenapa kamu tak pergi ke kantor cabangmu sendiri? Apa pentingnya kamu berada disini seharian?" pertanyaan Claresta kali ini mendapatkan respon dari Daniel.
Lelaki itu meletakkan laptopnya di meja dan merebahkan kepalanya ke sofa, "Kamu mengusirku?" tanyanya sengit.
Claresta tertawa, "Bukan begitu. Aku hanya risih karena tau kamu membuntutiku. Apa kamu takut jika aku diam - diam menemui Delaney dan memberitahukan kedatanganmu sekarang?"
Skak-mat. Daniel menelan ludahnya, Claresta dapat mengerti ketakutannya.
"Tidakkah kamu mempercayaiku Dan? Aku berjanji akan mempertemukanmu dengan Delaney." Claresta berusaha menenangkan lelaki itu.
"Clar. Aku percaya kamu tak kan mengkhianatiku." kata Daniel lebih kepada meyakinkan dirinya sendiri.
"Dua minggu lagi akan diadakan fashion show menyambut pembukaan desain terbaruku. Kau bisa menemui Delaney di sana."
Daniel tersenyum, "Kau mengundang Delaney?"
Claresta mengangguk, "Iyaa. Aku akan mengundang Delaney." beserta kekasihnya.
"Terima kasih Clar, perusahaanku akan menjadi sponsor acaramu. Aku akan menghubungi—"
"Tidak! Tidak.." potong Claresta cepat. "Tidak perlu Dan. Terima kasih banyak atas niat baikmu itu."
Daniel mengerutkan keningnya, dari tatapan matanya saja Claresta sudah mengerti jika lelaki itu bertanya kepadanya.
Claresta menghembuskan napasnya pelan, "Aku takut Delaney tau jika kamu mendukung acaraku. Aku takut jika dia berfikiran bahwa memang aku bersekongkol denganmu selama ini. Aku takut."
KAMU SEDANG MEMBACA
BEAUTIFUL MASK
RomanceCan you see a beautiful lie? * I'm happy for you.. Kebahagiaan adalah hak semua orang, termasuk Claresta. Sayangnya beberapa pilihan bodoh telah membutakan matanya.