Delaney berjalan dengan anggun kala ia memasuki tempat di mana peragaan busana milik Claresta itu digelar. Di samping kiri dan kanannya banyak sekali para artis dan model Ibukota yang berdiri sambil sesekali berfoto di kamera milik pers dan melakukan sesi wawancara singkat.
Tidak ada satupun yang dapat ia kenali, tapi senyuman dan rasa percaya dirinya tak pernah hilang dari dalam dirinya. Terlebih ketika di sampingnya berada seorang lelaki yang sangat ia impikan kehadirannya. Jari - jemari Delaney yang lentik bertumpu dengan indah di lengan Aldrich.
Ya! Lelaki itu akhirnya menyerah dan menuruti Delaney untuk menemaninya datang ke acara malam ini setelah Delaney menunggui selama seharian di dalam ruangan kerjanya.
Bagi Delaney, malam ini adalah malam pembuktian, malam yang sangat ditunggu - tunggu olehnya sejak lama. Setelah malam ini, orang - orang akan mengenalnya sebagai kekasih Aldrich. Setelah malam ini, bukan hanya Claresta -mantan sahabat sekaligus mantan kekasih dari kekasihnya- yang akan mengakui hubungan yang ia miliki dengan Aldrich, tapi juga seluruh negeri bahkan Delaney tak ragu jika kabar ini akan sampai ke Paris karena banyak media dari luar negeri yang turut meliput momen penting di acara malam ini.
Dari kejauhan sudah dapat Delaney lihat terdapat kerumunan reporter yang berjalan tergopoh - gopoh mendekat. Sebuah senyuman yang terbentuk di bibirnya semakin merekah, sangat cocok dengan lipstik berwarna merah menyala yang ia kenakan. Saatnya bahagia Del, batin dalam hatinya bersorak. Dan benar saja, beberapa detik kemudian terdengar suara blitz kamera datang mengerumuninya.
*****
Claresta bingung, hatinya tak menentu. Yang dapat ia lakukan seharian ini adalah duduk di backstage. Ia menyesal karena untuk mengadakan show ini dia memakai jasa vendor. Bukannya vendor yang ia percaya tidak becus dalam melaksanakan tugasnya. Tapi karena bantuan dari vendor itulah yang membuat tidak ada satu pekerjaan pun yang bisa dia kerjakan.
Hampir semua perintah yang baru saja ia katakan dapat teratasi dengan baik dan benar. Hingga membuat berakhir dengan berjalan mondar mandir sambil menghisap ujung kukunya. So typical...
"Bu," Kali ini Kerin kembali masuk ke dalam ruang khusus untuk Claresta sambil membawa segelas mint tea. "Diminum bu supaya lebih rileks" Kata Kerin seolah - olah mengerti bahwa yang Claresta butuhkan saat ini adalah ketenangan.
Tanpa penolakan, Claresta duduk dan meraih segelas mint tea yang asapnya masih terlihat mengepul keluar dari cangkirnya. Claresta mendekatkan cangkir teh itu ke arah hidungnya, kemudian menarik napasnya perlahan.
Feel better, batin Claresta yang masih melakukan hal serupa untuk kesekian kalinya. Kerin selalu tahu apa yang ia butuhkan, Kerin juga terkadang memiliki solusi untuk setiap permasalahan yang tidak sempat ia utarakan. Dia pasti akan merindukan Kerin.
Rindu? Tiba - tiba Claresta teringat akan satu hal penting.
"Kerin." Panggil Claresta pada Kerin yang masih setia menatap wajah atasannya.
"Iya?"
Claresta mendekat ke arah gadis yang sudah lama ia anggap sebagai adiknya juga. Dipeluknya Kerin dengan erat untuk sesaat.
"Setelah acara ini, aku akan pergi ke rumah orang tuaku untuk waktu yang aku sendiri tidak bisa tentukan. Aku titip butikku ya. Aku akan mengkontrol dari rumah orang tuaku."
Kerin tersenyum sendu, sebenarnya dia sudah tau akan hal ini. Beberapa rekan di butiknya sudah membicarakan tentang kepergian sementara Claresta dari Ibukota, hanya mungkin baru sekarang Claresta ingat dan memberitahukan langsung padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEAUTIFUL MASK
RomanceCan you see a beautiful lie? * I'm happy for you.. Kebahagiaan adalah hak semua orang, termasuk Claresta. Sayangnya beberapa pilihan bodoh telah membutakan matanya.