Claresta bersalaman dengan Barbara dan dibalas lelaki itu dengan tepukan di bahunya dengan kipas kuning berbulu yang selalu dibawanya, "Kau memang berbakat. Tidakkah kau mau memberikan satu pakaianmu untukku?" tanyanya menggoda.
"Terima kasih." jawab Claresta malu - malu. "Akan kulihat, mana dari gaun - gaunku yang cocok untukmu."
"Aku mengincar gaun malam berwarna emas itu." tunjuk Barbara pada satu gaun yang terletak di pojok ruangan.
Claresta tertawa, "Sangat sedih untuk berkata bahwa gaun itu adalah pesanan dari anak seorang pejabat."
Barbara ikut tertawa mendengar jawaban dari Claresta, "Kau sebenarnya adalah orang yang hangat, tapi kenapa disetiap pertemuan kita kau lebih sering diam?"
"Barbara!" panggil Delaney menginterupsi.
Barbara menoleh ke arah bossnya itu dan melihat perintah keluar ruangan yang diisyaratkan Delaney lewat dagunya.
"Baik, aku harus pergi. Sampai jumpa di pertemuan selanjutnya, desaigner." pamit Barbara seraya keluar dari ruangan itu, menyisakan Delaney dan Claresta yang berdiri berhadapan.
Claresta yang jengah mencoba menatap Delaney. Mencari tahu apakah yang diinginkan Delaney yang tak kunjung pergi dari ruangannya ini?
"Gaun itu sangat bagus." kata - kata Delaney kali ini membuat senyumnya tercetak. Sejak diawal pertemuan mereka kembali, baru kali ini Delaney tak mematik api emosi diantara keduanya.
"Bagus karena kukenakan." dan yaa.. Claresta harus menelan kembali kalimat terima kasihnya.
"Kau memang cantik, Del. Tubuhmu sangat bagus. Tapi tanpa pakaian yang kau kenakan, kau terlihat sangat hmm, murah." Claresta berkata dengan nada sinis dan berjalan lebih dekat ke arah Delaney. "Jadi bolehkah aku menyombongkan diri? Karena tanpa pakaian yang kubuat kau akan-"
"Berani - beraninya," Delaney mengacungkan jari telunjuknya ke depan wajah Claresta, membuat Claresta harus menghembuskan napas panjang.
"Kenapa selalu ada emosi diantara kita, Del?" dengan berani Claresta menurunkan jari Delaney yang terangkat tinggi. Claresta bersyukur sekarang ia berada di ruangan yang sepi.
"Kau selalu memulainya. Dulu kita tak pernah-"
"Dulu kita berbeda. Dan aku tak pernah memulainya. Kau yang memulainya."
Claresta paham dengan maksud dari perkataan Delaney.
"Kenapa diam?" tanya Delaney memperoloknya.
"Seharusnya kau berpikir sebelum melakukannya, Clar. Seharusnya kau berpikir dampak apa yang akan terjadi dari tindakanmu itu."
Delaney bersiap keluar dari ruangan itu sebelum Claresta berkata, "Untuk apa kau datang ke Indonesia, Del?"
Delaney melepaskan pegangan tangannya pada handle pintu. "Karena aku yakin alasannya bukan hanya dari pekerjaanmu ini."
Delaney tertawa menunjukkan barisan gigi rapinya, "Kau sangat pintar, Clar. Pastinya kau tau kenapa aku bisa berada di sini."
"Aku hanya ingin menyelesaikan pekerjaanku, dan awalnya aku juga ingin mencarimu." cerita Delaney dan dengan santainya ia duduk di sofa, menempatkan tubuhnya pada posisi yang nyaman. "Tapi Tuhan sangat baik hati mempertemukanku langsung denganmu tanpa perlu mencari."
"Kamu tak ingin mendengar penjelaskanku?" Claresta merasa semua ini sudah salah, dan harus segera diluruskan.
"Tidak." jawab Delaney cepat sambil menggeleng - gelengkan kepalanya. "Tidak sekarang. Karena kamu harus menjelaskannya di hadapanku dan juga kekasihmu, Aldrich Morloon."
KAMU SEDANG MEMBACA
BEAUTIFUL MASK
RomanceCan you see a beautiful lie? * I'm happy for you.. Kebahagiaan adalah hak semua orang, termasuk Claresta. Sayangnya beberapa pilihan bodoh telah membutakan matanya.