Hallo Gavin 3

22.4K 1.5K 7
                                    

Di perjalanan pulang, Gavin sudah merasakan ada yang tidak beres dengannya. Ia sangat kedinginan. Rasanya kepalanya sudah berputar-putar. Dengan bersusah payah, akhirnya ia sampai di rumah sederhana yang dulu di tempati orang tuanya. Rumah ini sudah lama tak di tempati karena banyak kenangan mama dan papa yang membuat mamanya memutuskan meninggalkan rumah dan tinggal di rumah utama keluarga Abraham.

Namun karena desakan Gavin yang merasa kesepian di rumah yang begitu besar, akhirnya Ayleen memutuskan kembali ke rumah sederhana pemberian Reynand. Karena ia tahu anaknya harus tahu banyak tentang ayahnya melalui rumah ini.

Dengan sisa tenaganya, Gavin memencet bel beberapa kali. Tak lama Ayleen membukakan pintu dan terkejut melihat tubuh anaknya yang merosot.

"Ya Allah Gavin. Apa yang terjadi?'' Ayleen yang kaget langsung meletakkan kepala anaknya ke pahanya.

"Siapapun tolong bantu angkat Gavin kekamar!" teriaknya panik yang membuat beberapa asisten rumah tangga keluar dan langsung mengangkat Gavin ke kamar.

"Ya Tuhan, sebenarnya apa yang terjadi?" Ia menyelimuti tubuh anaknya dan memeriksa keningnya.

"Panas banget," ucapnya dan ia langsung menghubungi Dokter Bian yang kebetulan sahabat sekaligus orang tua kembat Davin, dan Devan.

Tak lama Bian datang dan langsung memeriksa keadaan Gavin.

"Gimana keadaannya?" tanya Ayleen panik.

"Dia gapapa. Ini karena ia tadi hujan-hujanan," jelas Bian yang membuat Ayleen merasa sedikit tenang.

"Ya udah. Gue pulang dulu. Salam dari sikembar buat Gavin. Semoga cepat sembuh," ucap Bian sambil pamit kepada Ayleen.

"Ya udah. Makasi lo udah repot kesini." Ayleen mengantar Bian ke depan.

"Santai aja. Gavin udah gue anggap anak sendiri!" ucap Bian tulus.

Memang sejak kematian Reynand keluarga Ayleen dan Bian masih tetap berhubungan. Bahkan sekarang anak mereka juga menjadi sahabat baik.

Tak lama sepeninggal Bian, Akhirnya Gavin sadar. Ayleen sangat lega melihatnya. Bisa dikatakan ia trauma melihat orang sakit memgingat apa yang pernah dialaminya dulu.

"Maa ... " ucap Gavin parau

"Sayang mama udah sadar?" Ayleen membelai rambut Gavin lembut.

"Tadi aku pingsan ya?" tanyanya sambil memegang tangan Ayleen di kepalanya.

"Iya, kamu membuat mama khawatir. " ucap Ayleen sedih.

"Maafin aku ma. Aku janji akan cepat sembuh." yakinnya. Melihat itu, Ayleen tersenyum. Ia senang melihat semangat anaknya.

Melihat Gavin yang sangat kedinginan, Akhirnya Ayleen tidur di kamar Gavin. Ia terus memeluk Gavin agar anaknya hangat.

"Ma ... " ucapnya lagi "Aku kangen sama Papa." Gavin mendongakan kepalanya kearah Ayleen.

Mendengar pengakuan anaknya, Ayleen semakin mempererat pelukannya ke Gavin. Ia juga merindukan Reynand. Tanpa terasa air mata jatuh di sudut mata Ayleen.

***
Keesokan harinya di sekolah, Jasmine tidak tenang karena dari pagi ia tak melihat batang hidung Gavin. Ia cemas mengingat kemarin Gavin kelihatan sangat pucat.

Karena penasaran akhirnya Jasmine bertanya kepada teman-teman Gavin.

"Gavin kemana sih? kok ga masuk?" tanyanya ke gerombongan Gavin

"Cie, nyariin ni ye ... co cuit," ledek Ronald.

"Gue serius ..." Jasmine mulai kesal sendiri.

"Gavin sakit. Makanya ga masuk," potong Devan.

Mendengar itu, Jasmine mulai dihinggapi rasa bersalah. Ini pasti karena dia. Kalau Gavin tak meminjamkan jaketnya pasti pemuda itu ga bakal sakit.

Jasmine mencoba untuk menghubungi Gavin, namun pemuda itu tak membalasnya. Rasa khawatir semakin menghantui Jasmine. "Gue harus tahu keadaannya. Tapi gimana caranya?" Jasmine bicara sendiri. satu-satunya cara harus kerumahnya. Pikirnya lagi.

Sepulang sekolah Jasmine memutuskan untuk ke rumah Gavin. Ia meminta supirnya untuk mengantar kesana. Sesampainya disana muncul lah seorang security. "Maaf, mau cari siapa?" tanyanya sopan.

"Saya mau cari Gavin. Gavinnya ada pak?" jawab jasmin.

"Non siapa ya? Den Gavinnya sekarang ga tinggal di sini," ucap satpam itu lagi.

Jasmine terkejut mendengarnya. "Saya teman sekolahnya. Kalau boleh tahu, sekarang Gavin dimana ya Pak?" Ia mencoba menanyakan keberadaan Gavin.

"Sudah sebulan ini ia kembali kerumah peninggalan almarhum ayahnya. Katanya ingin mengetahui lebih banyak tentang beliau," jelas bapak itu sambil menulis sesuatu di sebuah kertas. "Ini alamat Den Gavin." Bapak itu menyerahkan kertas itu kepada Jasmine.

Jasmine menerima kertas itu dengan bahagia. "Makasi pak! Saya pamit dulu!" ucapnya sopan.

Setelah itu, iya meminta supirnya mengantar ke alamat tersebut. Ia tak menyangka rumah yang ditempati Gavin saat ini begitu sederhana berbanding terbalik dengan rumah lamanya. Namun begitu nyaman dan asri.

Jasmine memencet bel rumah dengan ragu. Namun tiba-tiba keluar seorang wanita cantik yang mungkin seumuran ibunya dengan wajah panik.

"Kamu siapa ya?" Wanita itu bertanya kepada Jasmine.

"Saya Jasmine tante. Teman sekolahnya Gavin." Jasmine memperkenalkan namanya dan mencium punggung tangan Ayleen.

Ayleen tersenyum. "Kebetulan Jasmine, tante bisa minta tolong jagain Gavin sebentar. Soalnya tante mau nebus obat. Panasnya Gavin ga turun-turun," minta Ayleen penuh harap. Melihat tatapan harap Ayleen, Jasmine menanggukan kepalanya.

"Iya tante, aku mau," ucapnya pelan. Ayleen tersenyum tulus. Ia memeluk Jasmine sekilas.

"Makasi sayang ... kamarnya di lantai dua." Ayleen lalu pamit kepada Jasmine.

Setelah kepergian Ayleen dengan ragu Jasmine masuk ke kamar Gavin. Ternyata pemuda itu sedang tertidur. Ia tertidur dengan kompresan di kepalanya.

Jasmine duduk di kursi samping tempat tidur Gavin. Ia sangat penasaran hingga ia mencoba memegang kepala Gavin. Saat tengah memegang kepalanya, Gavin tiba-tiba tangan Gavin menahan tangannya.

"jangan pergi ... " Ia masih memejamkan matanya. "Jangan pergi pa ... jangan tinggalin aku lagi!" Gavin teriak dan tiba-tiba ia membuka matanya. Ternyata ia bermimpi.

"Jasmine ... kenapa lo bisa disini?" tanya Gavin parau.

"Hai Gavin. Gue disini mau minta maaf karena udah bikin lo begini sekalian mau jengukin lo," terang Jasmine kikuk. Ia kaget mendengar Gavin memanggil papanya. Ia tak menyangka Gavin begitu merindukan papanya.

Tiba-tiba tubuh Gavin menggigil. Karena panik, lalu Jasmine memegang keningnya. "Astaga, panas banget!" lirih Jasmine.

Jasmine buru-buru membasahi kain kompresan dan meletakkannya di kening Gavin. Lalu ia mengambil selimut tambahan di lemari Gavin dan menyelimuti tubuh Gavin.

Gavin masih menggigil. Entah dapat keberanian dari mana, Jasmine lalu menggenggam tangan Gavin dan mengusap- usapnya. Tak lama Gavin mulai tenang. Melihat itu, Jasmine berusaha melepaskan genggamannya namun di tahan Gavin.

"Makasih ya," ucap Gavin tulus. "Tapi please jangan dilepas." Gavin menatapnya dengan pandangan memohon.

Mendengar perkataan Gavin, Jasmine merasa ada yang tidak beres dengan tubuhnya. Ia merasa jantungnya berdetak dengan tidak normal sekarang. Mungkin nanti sepulang dari sini ia harus periksa jantungnya.

tbc

Hallo Gavin (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang