Jasmine POV
Akhirnya aku bersama Devan pamit kepada Tante Dewi untuk kembali ke tempat Gavin diperikasa. Aku masih syok. Tadi itu yang di dalam Alden? Cowok ganteng yang tak sengaja ku temui di toko buku? Cowok yang dengan mudahnya dekat denganku. Yang sering ngantar aju pulang dan cowok yang hampir mencuri hatiku.
Berarti dia Alden yang sama yang juga musuh Gavin. Yang udah berusaha nyelakain Gavin. Yang nenyebabkan Gavin dipukul dan akhirnya masuk rumah sakit. Jadi selama ini aku dekat dengan musuh pacarku. Aku ga' tau apa yang akan dikatakan Gavin kepadaku kalau ia tahu selama ini aku dekat dengan musuhnya.
Tapi sekarang Alden sakit. Bahkan bukan sakit sembarangan. Ia mengidap suatu penyakit yang bisa dibilang mematikan. Bahkan sekarang keadaannya juga sangat parah. Apa iya aku harus jauhin dia? Apa tidak terlalu jahat?
Ah! Aku pusing. Apa yang harus aku lakukan? Tiba-tiba aku mengacak rambutku frustasi. Yang membuat Devan yang ada di sampingku jadi heran. Ia menatapku jijik.
"Lo kenapa? Kesambet?" tanyanya.
Sialan Devan. Sekali ngomong nyakitin banget. Kalo aku ga' ingat sekarang lagi di rumah sakit aku akan menjambaknya. Enak aja dia ngatain aku kesambet
Kutatap ia dengan tatapan tajamku. Dasar orang bego. Ucapku dalam hati. Tapi ia hanya memandangku aneh dan memalingkan wajahnya. Dasar manusia es!
Eh daripada penasaran sama Alden mending cari tahu kali ya? Mumpung di sini ada yang bisa dijadiin sumber informasi.
"Van, sebenarnya kalian sama Alden itu punya masalah apa sih?" tanyaku hati-hati.
"Kenapa? Lo kenal dia dimana?" tanya Alden menatapku dengan pandangan mengintrogasi.
"Gue kenal dia di toko buku."
Alden mengembuskan napasnya pelan. Pemuda itu terkekeh pelan, "Ck ... Alden ke toko buku?"
"Ceritain dong Van. Please!" Mohonku
Awalnya Devan nampak enggan buat cerita. Namun karena aku terus memaksa akhirnya ia mulai bercerita.
"Sebenarnya dulu gue, Gavin, Davin sama Ronald termasuk Alden adalah sahabat. Kita berteman sudah dari kecil karena ya, orang tua kita emang sahabatan. Tapi Alden sama kita beda sekolah. Tapi kita tetap satu tongkrongan. Suatu hari Alden tiba-tiba berubah. Dia jadi sangat membenci Gavin tanpa sebab. Dia selalu saja menyebut Gavin pembunuh hingga kami pun geram melihatnya. Karena mungkin ia merasa ga' ada lagi yang memihak padanya akhirnya ia menghilang dan tak lama datang lagi seperti sekarang."
Jasmine manggut-manggut mendengar Devan bercerita. Jadi itu sebabnya? Tapi kenapa Alden menuduh Gavn pembunuh? Ah! Itu bukan urusanku. Walaupun aku sempat keseret-seret sih.
Tak lama kemudian dokter yang merawat Gavin yang kutahu adalah ayah Devan keluar. Ia tersenyum ke arah kami. Sungguh berbeda dengan anaknya yang kaku kaya kanebo. Ayahnya lebih seperti Davin. Tapi tak semenyebalkan Davin. Kok aku jadi banding-bandingin mereka. Kaya ga' ada kerjaaan lain aja. Fokus Jasmine!
Akhirnya aku kembali memperhatikan Dokter Bian bicara.
"Kalian boleh masuk. Gavin sudah sadar," ucap Dokter Bian.
Aku langsung masuk tanpa menghiraukan Devan yang tertinggal di belakang. Kulihat Gavin masih tersenyum ke arahku. Padahal sekarang wajahnya sudah sangat pucat.
Memang Gavin sangat istimewa. Ia tak pernah melihatkan kesedihannya kepada kami semua. Dia selalu bersikap seolah-olah tak terjadi apa-apa padanya. Bersikap layaknya orang normal yang sehat.
Aku lalu mendekatinya dan duduk di sampingnya. Aku memberikan senyuman terbaikku pada Gavin.
"Udah mendingan?" tanyaku. Gavin hanya mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo Gavin (Revisi)
Ficção AdolescenteGavin Aldebaran Abraham, cowok ganteng, kaya, most wanted, bad boy yang selalu mendapatkan apa yang diinginkannya. Namun apa jadinya kalau semua kesempurnaan itu berbalik jadi sesuatu yang tidak pernah dibayangkannya sekalipun? Jasmine Afsheen Myesh...