Setelah mengantar Jasmine pulang, gue memutuskan untuk pulang juga karena gue merasa tubuh ini sudah ga' karuan rasanya. rasanya sekujur tubuh gue sangat sakit. Penglihatan gue juga sudah sangat kabur.
Dengan susah payah gue masuk ke dalam rumah. Rasanya gue udah ga' bisa lagi menahan beban tubuh gue sendiri. Hingga rasanya gue merasakan tubuh gue limbung dan terakhit gue dengar Mama meneriakkan nama gue hingga semuanya gelap.
***
Author POV
Seminggu sudah sejak kejadian itu dan hingga sekarang Gavin masih belum sadarkan diri. Padahal seminggu lagi acara Olimpiade matematika akan diadakan. Padahal Gavin sangat semangat mengikutinya karena dia sudah berjanji dengan Jasmine akan bersaing secara sehat. Namun sekarang dia sangat tidak berdaya. Untuk membuka matanyapum rasanya ia tak sanggup.
Bahkan teman-temannya selalu ke sini. Mereka selalu menyempatkan untuk menjenguk Gavin setiap hari. Begitu juga dengan Jasmine. Gadis itu selalu ke sini untuk menemani Gavin. Bahkan tak jarang ia tak mau pulang dan menginap di rumah sakit untuk menemani Ayleen. Namun sekarang Ayleen memaksanya pulang karena Ayleen tahu Jasmine juga butuh istirahat. Ia tak mau Jasmine juga ikutan sakit karena menjaga Gavin.
Perlahan Ayleen masuk ke ruang ICU tempat Gavin di rawat. Dia duduk di samping tempat tidur Gavin dan menggenggam tangan anaknya itu. Ruangan ini sangat sunyi. Yang terdengar hanya bunyi alat detak jantung yang menandakan Gavin masih bernafas. Suasana di sini sangat memilukan. Bagitu banyak alat pernafasan yang terpasang di tubuh Gavin. Bahkan sekarang dimulutnya di pasang alat yang seperti selang yang agak besar untuk membantu pernafasan Gavin.
Perlahan, Ayleen menyentuh wajah pucat Gavin. Wajah yang selalu memperlihatkan kebahagiaan. Yang selalu menunjukkan ketegaran yang luar biasa. Yang tidak pernah mengeluh dan selalu tersenyum walau dalam sesakit apapun.
"Bangun sayang ..."
"Kamu ga capek tidur terus nak? Mama kangen sama Gavin. Gavin bangun ya sayang. Teman-teman kamu juga kangen. Kami semua sangat berharap Gavin bangun." Ayleen tertegun, kemudian ia mengecup pipi Gavin lembut.
"Kamu tahu Vin, Jasmine tiap hari ke sini. Dia selalu menangis. Dia nungguin kamu terus Nak. Apa kamu ga' kasihan sama Jasmine. Dia sayang sama kamu Nak. Kamu bangun ya. Demi Mama sayang. Demi Jasmin, dan teman-teman kamu."
Perlahan tangan Gavin yang sekarang di genggam Ayleen bergerak. Ayleen tersenyum melihat ada sedikit perkembangan anaknya. Ia lalu menekan tombol yang ada di kamar itu untuk memanggil dokter.
"Mama yakin kamu kuat nak. Mama yakin Gavin bisa. Ayo sayang!"
Setelah itu dokter masuk dan menyuruh Ayleen untuk menunggu di luar. Setelah sesai memeriksa Gavin dokter lalu keluar untuk menemui Ayleen.
"Gimana Dok?" tanya Ayleen penuh harap. Kebetulan dokter yang barusaja memeriksa Gavin bukanlah Bian karena Bian sekarang sedang berhalangan.
"Saudara Gavin sudah sadar. Silakan menemuinya!"
Ayleen lalu berucap syukur dan masuk ke dalam ruangan Gavin. Waktu melihat ke arah Gavin, ia melihat Gavin masih tersenyum kepadanya. Sekarang selang yang tadi di mulutnya telah dilepas dan di ganti masker oksigen biasa.
"Hai sayang ..." ucap Ayleen duduk di samping Gavin. Gavin tersenyum. Senyum yang menyayat hati Ayleen.
"Ada yang sakit Nak?"
Gavin menggeleng. Rasanya sekarang tubuhnya sangat lemah. "Sekarang tanggal berapa Ma?" tanya Gavin hampir tidak terdengar.
"Sekarang tanggal 20 agustus. Kenapa sayang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo Gavin (Revisi)
Teen FictionGavin Aldebaran Abraham, cowok ganteng, kaya, most wanted, bad boy yang selalu mendapatkan apa yang diinginkannya. Namun apa jadinya kalau semua kesempurnaan itu berbalik jadi sesuatu yang tidak pernah dibayangkannya sekalipun? Jasmine Afsheen Myesh...