Jasmine POV
Sudah enam bulan sudah, namun tak juga ada kabar mengenai Gavin. Sekarang aku dan dia benar-benar lost contact. Aku tak tahu apakah sekarang Gavin masih mengingatku atau tidak. Atau aku juga tak tahu apakah Gavin masih hidup atau tidak. Aku benar-benar kacau. Aku tak bisa menepati janjiku untuk tetap kuat. Aku benar-benar sudah tak sanggup lagi. Aku hanya butuh kepastian.
Sekarang hidupku sudah tak sama lagi. Bahkan bisa di katakan tak punya tujuan lagi. Sekolahku hancur. Sudah tak terhitung sudah berapa kali ayah dan bunda di panggil kesekolah karena aku sering bolos. Aku juga jadi suka emosi. Aku tak bisa mengontrol emosiku dengan baik. Bahkan aku pernah berurusan dengan pihak berwajib karena berkelahi dengan dengan teman seangkatan.
Flashback
Aku dan Atha sedang berjalan di kantin. Tapi tanpa sengaja aku menabrak seorang sehingga jus yang aku pegang tidak sengaja tumpah ke seragam orang yang kukenal bernama Niken itu.
"Sorry ..." ucapku
"Lo' ga punya mata ya!" ucap Niken nyolot.
"Gue kan udah minta maaf!" Aku masih berusaha sabar.
"Lo kok nyolot?" ucapnya mulai menguji kesabaranku.
"Trus mau lo apa?" Aku mendorong pelan bahunya.
"Emang ya ... kalau udah dasarnya barbar itu ga' bisa di rubah lagi. Pantes aja Gavin ninggalin lo. Dia pasti malu punya cewek kaya lo." Niken tersenyum mengejek. Ucapnya tak bisa lagi ku terima.
PLAKK ....
Aku menamparnya. Berani-beraninya dia menghinaku. Aku tak akan membiarkan siapapun menghinaku. Tak akan pernah.
"Lo nampar gue? Lo berani sama gue?" ucap Niken memegang pipinya.
"Emang ya .. kalau udah dasar bar-bar ya bar-bar aja. Gue ga tau kenapa dulu lo bisa juara olimpiade. Lo pasti nyontek sama Gavin 'kan? Seharusnya yang menang itu Gavin." tampahnya yang membuatku tambah naik darah.
"Coba ngomong sekali lagi." Aku menatap matanya tajam.
"Bar-bar ..."
Karena begitu emosi, aku lalu menonjok pipinya hingga lebam. Tak tanggung-tanggung. Aku menonjoknya hingga dia pingsan.
Flashback off
Setelah kejadian itu, orang tua Niken melaporkanku ke pihak berwajib. Untung aku tidak sempat ditahan karena ayah membayar uang jaminan dan aku hanya terkena wajib lapor dua minggu sekali. Sedangkan sekolah memberiku hukuman skors satu minggu. Aku beruntung tidak dikeluarkan karena aku termasuk siswa berprestasi.
"Minn.. lo kenapa ga masuk jam pelajaran pak Joko." Ucap Atha yang tiba-tiba menemuiku di kantin. Memang tadi aku bolos pelajaran sejarah karena menurutku sangat membosankan.
"Gue males..." ucapku singkat.
"Lo ga boleh terus-terusan gini. Kasian orang tua lo stres mikirin lo."
"Udahlah tha.. Gue ga mau bahas ini sekarang. Gue mau cabut.."
"Lo bolos lagi?"
Aku tak menjawab pertanyaan Atha. Aku hanya berlalu meninggalkan sekolahku. Aku akan mencari tempat untuk menenangkan pikiranku.
***
Sekarang aku sedang berada di sebuah jembatan. Aku butuh menenangkan fikiranku. Hingga aku memutuskan untuk duduk di badan jembatan. Disini aku merasa tenang. Tak ada yang menggangu dan disini juga jarang orang lewat. Hanya hembusan angin yang kurasakan sampai aku berfikir mungkinkah angin itu dapat menyampaikan kerinduanku kepada Gavin. Menyuruh Gavin untuk segera menghubungiku. Emang rasanya hayalanku sangat bodoh dan sangat tidak masuk akal. Tapi tidak apa-apa. Ini hanya hayalan seseorang yang tengah patah hati.
Tapi tiba-tiba ada yang menarikku ke belakang hingga aku jatuh terlentang. Tapi yang anehnya ini tidak sakit. Tapi tak lama ada seseorang yang mendorongku hingga aku terduduk dan bokongku dengan mulus mendarat ke aspal. Sakit.
"Mbak.. kalau mau bunuh diri jangan disini. Kasihan sama penunggu disini nanti dapat saingan."
Apa?? Bunuh diri? Wah ga benar ini. Aku disangka mau bunuh diri? Dasar ya.. sudah bikin orang jatuh sekarang dia nuduh aku mau bunuh diri. Ga bisa di biarkan.
"Siapa yang mau bunuh diri sih? Bego banget sih." Ucapku lalu memutar tubuhku kearah sumber suara.
"Alden??" Pekikku tak percaya.
"Jasmine? Lo mau bunuh diri?" Ucap Alden yang tak kalah kagetnya.
"Ya enggak lah. Gila lo!!" Ucapku lalu berdiri dan membersihkan rokku.
"Ya kirain.. lo ngapain kesini?"
"Gue bolos... eh tapi tunggu.. lo beneran Alden? Lo udah sembuh?" Tanyaku sambil menoel-noel pipi Alden untuk memeriksa apakah itu benar Alden atau bukan.
"Ya iya lah gue. Gue udah dapat donor." Ucap Alden datar.
"Ya bagus dong! Lo harusnya bersyukur di kasih kesempatan sembuh lagi."
"Gue lebih memilih mati kalau kaya gini. Lo tau siapa yang donorin ginjalnya ke gue? Nyokab gue sendiri. Dan sekarang dia koma."
Alden sepertinya sangat sedih. Aku paham apa yang dia rasakan. Tak jauh beda dariku.
"Sorry gue nggak tau."
"Ga papa. Ini bukan salah lo kok. Btw... lo ngapain bolos?"
"Gue udah ga minat sekolah. Sejak di tinggal Gavin gue gini. Gue jadi ga punya tujuan hidup.
"Ya ampun.. msksud lo Gavin meninggal?"
"Gue ga tau.. dia ngga ngasih kabar apapun.
"Gue turut prihatin. Gue benar-benar lost contact sama Gavin sejak di rumah sakit itu. Jadi gue ga pernah lagi dengar kabar dia."
"Iya ga papa. Btw.. lo bolos juga?"
"Hahaha iya... kalo gue mah udah biasa dari dulu. Lah elo? Ini adalah keajaiban dunia."
"Sialan lo!!"
"Ehh lo mending ikut gue aja dari pada disini tampang lo ngenes banget sampai gue nyangkanya lo mau bunuh diri."
"Ya udah ayok. Tapi lo ga bakal nyulik gue kan?"
"Ya enggaklah..tampang ganteng gini masa nyulik. Ya udah ayo naik."
Akhirnya aku naik keatas motor besar Alden. Aku lebih baik ikut Alden karena sekarang aku sangat tidak berminat untuk pulang. Aku merasa dirumah hanya akan membuatku tambah sedih.
Hai... ini part 31-40 udah di post
Sumpah jd baper sendiri pas baca ulang cerita ini....
Jangan lupa Voment ya..
Makasih..
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo Gavin (Revisi)
Teen FictionGavin Aldebaran Abraham, cowok ganteng, kaya, most wanted, bad boy yang selalu mendapatkan apa yang diinginkannya. Namun apa jadinya kalau semua kesempurnaan itu berbalik jadi sesuatu yang tidak pernah dibayangkannya sekalipun? Jasmine Afsheen Myesh...