Author POV
Hari ini Ayleen menemui Bian lagi. Ia mau memberi tahu Bian tentang penolakan Gavin untuk di rujuk ke Singapura. Ia juga akan membicarakan alternatif apa yang bisa mereka lakukan untuk pengobatan Gavin.
"Gavin menolak untuk di rujuk ke Singapore," ucap Ayleen dengan wajah kecewa campur sedih.
Bian yang mendengarpun langsung kaget. "Kok bisa?" tanya Bian tak percaya.
"Lo tahu kan dia sama banget sama Reynand. Keras kepalanya juga sama."
"Jadi apa yang membuat dia menolak untuk ke singapore?"
"Dia mau di rawat disini aja. Apa yang harus kita lakukan sekarang?"
Bian menghela nafas sejenak.
"Yang bisa dilakukan sekarang hanya kemoterapi. Mengingat kankernya udah stadium tinggi. Itupun hanya untuk menghambat pertumbuhannya. Bukan untuk menyembuhkan."
"Apa yang terjadi nanti?" ucap Ayleen dengan susah payah. Ia berusaha agar tidak nangis.
"Mungkin sedikit banyaknya lo udah tahu."
"Apa Gavin akan meninggal?"
Akhirnya air matapun jatuh di kelopak mata Ayleen. Ia tak bisa menahannya lebih lama lagi.
"Kalau itu urusan yang di Atas. Sekarang kita hanya bisa berusaha. Dan ingat! Lo harus selalu motivasi dia. Jangan sampai lo kelihatan lemah di dekat dia."
Ayleen hanya mendengarkan nasehat yang diberikan Bian untuknya. Memang benar semua yang di ucapkan Bian. Ia harus selalu kuat di dekat Gavin. Ia harus memberi semangat agar Gavin tetap semangat menjalani harinya.
***
Gavin POV
Hari ini jam pelajaran olah raga. Tapi sekarang gue hanya bisa menonton teman-teman bermain dari pinggir lapangan. Gue ga' bisa lagi ikut pelajaran olah raga. Mama sendiri yang memberi tahu sekolah kalau sekarang gur ga' bisa lagi untuk beraktifitas yang terlalu berat. Gue hanya mengikuti teori saja. Padahal gue sangat tidak menyukai teori dalam pelajaran olahraga.
Yang lebih membuat gue sedih adalah sekarang mata pelajarannya adalah basket. Basket adalah olah raga favorit gue. Olahraga yang paling gue kuasai sebelumnya. Karena memang sebelum sakit gue merupakan kapten tim basket sekolah. Sebelum gue dikeluarkan secara tiba-tiba.
"Vin ... lempar bolanya dong!" ucap salah satu siswa yang melihat bolanya menggelinding kearah gue.
Gue lalu berjalan ke arah bola itu. Gue ambil bola tersebut. Tapi rasanya sangat berat. Rasanya gue telah mengerahkan seluruh kekuatan namun ga' juga bisa terangkat. Kenapa tiba-tiba tangan gue menjadi kaku seperti ini?
Akhirnya anak lelaki yang bernama Anto tersebut mengambil bola itu sendiri. Sebelumnya dia sempat mengatai gue terlebih dahulu.
"Ahh ... lama lo Vin!" ucapnya lalu pergi menuju lapangan lagi.
Gue ga' begitu mendengarkan Anto karena yang ada difikiran gue saat ini adalah kenapa dengan tangan ini. Apa lagi yang akan terjadi setelah ini? Arrgghh ... gue benci penyakit ini.
Setelah jam olah raga selesai, kami semua memutuskan untuk kembali ke kelas. Gue duduk di bangku tanpa menghiraukan teman-temanku yang sangat ribut sedikutpun.
"Kamu kenapa sih Vin?" tanya Jasmine yang tahu-tahu sudah duduk di samping gue.
"Aku ga' papa sayang!" ucap gue bohong. Gur ga' mau kalau seandainya gue beritahu nanti Jasmine akan sedih mendengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo Gavin (Revisi)
Teen FictionGavin Aldebaran Abraham, cowok ganteng, kaya, most wanted, bad boy yang selalu mendapatkan apa yang diinginkannya. Namun apa jadinya kalau semua kesempurnaan itu berbalik jadi sesuatu yang tidak pernah dibayangkannya sekalipun? Jasmine Afsheen Myesh...