Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu para siswa tiba. Seluruh siswa Abraham High School mulai memasuki bus untuk mengikuti study tour ke Puncak. Mereka naik bus berdasarkan kelas masing-masing.
Karena terlambat Jasmine kesusahan untuk mendapatkan tempat duduk. Atha sudah duduk bersama Ronald karena yang tersisa hanya dua bangku saja. Sekarang yang tersisa cuma satu bangku saja. Sialnya lagi bangku itu berada tepat di samping Gavin.
"Udah duduk aja! Gue ga gigit kok." Terpaksa Jasmine duduk di samping Gavin. Ia heran karena setiap ia berada di samping Gavin, jantungnya berdetak tidak normal.
"Lo bawa kamera kan?" tanya Gavin yang sedang mengutak atik kameranya.
"Ya bawalah. Gue kan ketua photografer," jawab Jasmine cuek.
"Selfie yukk," crekk... Tanpa persetujuan Jasmine, Gavin langsung saja mengarahkan kamera ke arah mereka berdua.
"Ih, apus ga'. Jelek tau " Jasmine berusaha merebut kamera dari tangan Gavin. Tapi karena tangan Gavin lebih panjang ia tak berhasil merebutnya.
"Ga' usah di hapus. Lagian di sana lo imut," puji Gavin tulus. Jusmine hanya mengerucutkan bibirnya. Tapi pipinya bersemu mendengar pujian Gavin.
"Gue numpang tidur di bahu lo ya! Soalnya semalam gue ga' tidur." Gavin langsung saja meletakan kepalanya di bahu Jusmine.
Tapi anehnya Jasmine hanya membiarkannya. Ia tak tega melihat wajah lelah Gavin. Terlebih ia ingat perkataan Mama Gavin padanya saat itu.
'Gue tahu hidup lo ga' semudah yang orang-orang lihat.' Jasmine berbicara dalam hati. Tak lama iapun menyenderkan kepalanya ke kepala Gavin. Dan mereka berdua tertidur.
Setelah menempuh perjalanan selama dua jam, akhirnya mereka tiba di penginapan. Sebuah villa yang di sediakan sekolah.
"Baik, anak-anak kita akan membagi kamar," kata Bu Ingrit memulai pembicaraan.
"Yang perempuan di lantai dua dan yang laki-laki di lantai satu. Tiap-tiap kamar berisikan Empat orang." Bu Inggrit yang menjelaskan pembagian kamar.
"Sekarang letakkan barang kalian ke kamar dan kembali ke sini dalam Tiga puluh menit."
"Baik buk," kata mereka serempak lalu langsung meninggalkan tempat itu dan menuju kamar.
Jasmine sekamar dengan Atha ditambah dua orang lagi yaitu Dita dan Aura. Mereka kebetulan adalah teman sekelas. Dita ini anaknya alim. Ia sehari-hari menggunakan hijab. Sedangkan Aura sifatnya rada mirip Atha. Dia ekspresif dan agak centil.
Sementara Gavin sekelompok dengan teman-temannya. Inilah keistimewaan Gavin. Ia dapat memilih siapa yang menjadi teman sekamarnya.
Setelah tiga puluh menit, mereka akhirnya berkumpul kembali. Setelah diberi pengarahan, akhirnya mereka diperbolehkan untuk menikmati suasana di sekitar villa.
Jasmine dan teman-teman memilih menelusuri kebun teh. Tak lupa ia membawa kamera yang di sangkutkan di lehernya.
"Ayo dong Jas foto kita! " teriak Atha yang sudah tidak sabar untuk di foto.
"Oke ... satu ... dua ... cekrek ..." Jasmine menfoto mereka Atha dutambah Aura dan Dita.
"Gantian dong! Sekarang lo fotoin gue!" Jasmine memberikan kameranya kepada Atha.
"Oke ... satu ... dua ... cekrek." Ada yang salah saat Atha menfoto Jasmine. Gavin sudah berdiri di sampingnya dan merangkul tubuhnya.
"Apaan sih lo. Ganggu aja.'' Jasmine melepaskan tangan Gavin dari tubuhnya.
"Jangan galak-galak dong sayang. Jadi makin gemes." Gavin mencubit pipi Jasmine gemas.
"Ih, lo tu nyebelin banget sih." Jasmine hendak mencubit Gavin, namun pemuda itu menghindar.
"Udah, jangan ribut lagi. Mending lo sama Gavin aja. Kamera lo biar buat gue dan yang lain." Atha menarik tangan kedua temannya menjauhi Jasmine.
"Jahat banget sih lo bertiga. masa gue ditinggal sama ni curut." Jasmine menghentakan kakinya kesal. Sementara Atha hanya menjulurkan lidahnya ke arah Jasmine. Menurutnya Jasmine perlu lebih dekat dengan Gavin agar gak terus-terisan berantem.
"Udah! Lo ikut gue aja! Jarang-jarang gue mau bawa cewek." Gavin menarik tangan Jasmine pelan. Anehnya Jasmine hanya menurut saja.
Akhirnya mereka tiba di sebuah danau kecil namun memiliki air yang sangat jernih.
"Wow ... lo kenapa bisa tahu tempat seindah ini?" kata Jasmine. Ia sangat kagum dengan tempat ini. Begitu indah dan damai.
"Dulu nyokap sering bawa gue kesini. Katanya dulu bokap sering ajak dia kesini. ya semacam tempat kenangan." Jelas Gavin.
'' Kayanya bokap lo orang yang romantis ya?" Jasmine duduk di samping Gavin.
"Banget ... sayang gue ga' sempat lihat dia." Wajah Gavin berubah sendu.
"Sabar, Gue yakin sekarang dia udah bahagia di surga." Jasmine menatap Gavin tulus. Tiba-tiba.
cekrek ... " Lo foto gue lagi?" Jasmine yang belum siap difoto hanya manyun.
"Hahaha, tampang lo lucu." Gavin tertawa sambil melihat hasil jepretannya tadi.
"Ih, hapus ga!" Jasmine berusaha merebut kamera dari tangan Gavin. Gavin yang reflek langsung berdiri dan berlari menjauhi Jasmine.
Hingga ia tak melihat lubang di depannya. Ia terperosot kedalam lubang tersebut.
"Aww." Pekik Gavin memegang kakinya
"Hahaha ... emang enak lo?" Jasmine tertawa terbahak-bahak dan meninggalkan Gavin yang masih mengaduh kesakitan.
Beberapa langkah berjalan, Gavin tidak juga menyusulnya. Hingga dia panik sendiri. Akhirnya, karena tak kunjung kembali, akhirnya Jasmine memutuskan kembali ke tempat tadi.
Ia melihat Gavin masih duduk di situ.
"Lo ga' papa?" ucapnya mendekati Gavin.
"Ga' papa pala lu peang! Kaki gue keseleo." Ia mengerucutkan bibirnya.
"Makanya ... jadi orang jangan usil," kata Jasmine sambil menolong Gavin berdiri.
"Ya maaf! Gue kan cuma becanda," balas Gavin sambil menerima uluran tangan Jasmine.
Jasmine memapah Gavin hingga ke villa. Lalu ia mendudukan Gavin di sofa. Setelah itu, Ia mencari obat keseleo di kotak obat.
"Makanya, kalau jalan lihat-lihat! Jangan asal nyeruduk aja." Jasmime mengoleskan obat itu sedikit keras.
"Aww ... lo hati-hati dong! Sakit tahu!"
"Cemen banget sih lo. Gini doang sakit. Katanya bad boy?" Remeh Jasmine.
"Badboy juga manusia kali!" kata Gavin yang masih menahan sakit.
"Maaf ... maaf!" Jasmine menekannya lebih hati-hati.
"Gitu dong! kan kalau gini cantik." Gavin mencolek dagu Jasmine pelan hingga pipi gadis itu bersemu merah.
Tiba-tiba Ronald bersama sikembar masuk. Mereka kelihatan sedang panik. Nampak dari wajahnya yang tak seperti biasanya.
"Gue lihat dia ..." kata Ronald.
"Dia kembali ..."
Mendengar itu, Gavin merasa seperti ada petir yang menyambarnya.
apa yang akan terjadi nanti? Ucapnya dalam hati.
tbc...
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo Gavin (Revisi)
Teen FictionGavin Aldebaran Abraham, cowok ganteng, kaya, most wanted, bad boy yang selalu mendapatkan apa yang diinginkannya. Namun apa jadinya kalau semua kesempurnaan itu berbalik jadi sesuatu yang tidak pernah dibayangkannya sekalipun? Jasmine Afsheen Myesh...