Jasmin POV
"Hallo," ucapku memerima telp dari sebuah nomor baru. Namun tak ada jawaban dari orang tersebut.
"Hallo, ini siapa?" Masih tak
ada jawaban. "Hallo! Siapa sih ganggu aja. Ga tau orang mau tidur. Hallo!"Tut ... tut ... tut ... terputus. Siapa sih ganggu aja. Ga tau orang capek apa.
Hari ini memang hari yang melelahkan untukku. Aku baru sampai di rumah karena tadi sepulang sekolah aku di ajakin Alden nonton dia balapan motor. Memang sejak insiden aku dikira mau bunuh diri itu aku dan dia jadi semakin akrab. Dia sering nengajakku melakukan hal-hal yang tak pernah kulakukan sebelumnya. Sebenarnya bukan diajak. Tapi tepatnya aku yang selalu ingin ikut untuk mengalihkan perhatianku tentang Gavin. Aku selalu sedih kalau ingat terus tentang Gavin. Aku ga bisa ngelupain Gavin. Bahkan aku tak bisa berpaling sedikitpun dari dia. Kehadiran Alden tentu bisa sedikit mengobati rasa rinduku pada Gavin. Alden selalu bisa membuatku tersenyum dengan segala tingkah anehnya. Alden yang terkenal dingin dan tak tersentuh bisa gila kalau di dekatku. Aku tak apa yang salah. Tapi itu semua benar. Seperti tadi
Flashback
Aku dan Alden sedang menuju jalan pulang setelah menonton balapan motor yang tadi di menangkan olehnya.
Sebelum pulang, dia mengajakku ke super market terlebih dahulu. Katanya dia mau belanja bulanan. Ini tidak aneh memang semenjak mamanya koma, alden jadi tinggal sendiri di apartemennya.
Setelah masuk ke dalam super market. Kami lalu memilih apa saja yang yang di butuhkan. Tapi ada suatu barang yang tak pernah ku sangka akan diambil oleh Alden.
"What? Lo serius ini?" Aku menahan tawaku.
"Emang ada yang salah?" tanyanya cuek.
"Ya enggak. Gue nggak nyangka aja anak motor minumnya beginian."
"Anak motor juga manusia keleus!" ucapnya menirukan anak alay.
Kalian tahu benda apa yang tadi diambil Alden? Benda itu adalah susu stroberi. Alden menyukai susu stroberi. Benar-benar tak dapat dipercaya. Aku kira minuman kesukaannya itu minimal minuman bersoda. Ternyata dia menyukai susu stroberry.
"Min ... lo antri gih!" ucapnya santai.
"Gue? Lo nyuruh gue?" tanyaku tak percaya.
"Iya, emang kenapa?"
"Ini kan belanjaan lo? Masa iya gue yang antri. Lo lah!"
"Yaa Jasmine, masa lo tega nyuruh gue antri? Dimana gue taroh muka ganteng gue ini. Nanti kalo ada cewek cantik lihat gimana? Jasmine mah gitu."
"Gue ga nyangka aslinya lo bawel Den."
Aku lalu pergi menuju antrian. Sementara Alden malah cengengesan melihatku yang ngomel-ngomel sepanjang perjalanan. Ternyata Alden itu bawel. Tak seperti yang biasanya gue lihat.
Flashback off
Tiba-tiba kamarku ada yang ngetuk. Aku lalu membukakan pintuku. Ternyata itu adalah bang Arya. Dia lalu masuk kedalam kamarku.
"Lo kenapa baru pulang? Bunda dari tadi khawatir."
"Sorry, tadi gue abis jalan sama teman."
"Ya lo kan bisa izin dulu. Jangan kaya gini."
"Iya ... iya ...."
"Lo ga bisa kaya gini terus Jas. Lo itu udah kelas 12."
"Bang, gue capek pengen tidur. Ngomongnya besok aja ya."
"Ya udah gue keluar, tapi lo harus dengerin omongan gue. Kasian ayah sama bunda kalau lo terus kaya gini."
Bang Arya lalu keluar dari kamarku. Sebenarnya aku juga kasihan sama orang tua dan abangku. Aku sebenarnya juga tak mau seperti ini. Tapi mau gimana lagi. Aku tak bisa mengontrol emosiku. Aku lemah. Aku tak bisa menjadi yang mereka inginkan. Mungkin semua ini tak akan terjadi kalau Gavin ada disampingku.
Tiba-tiba ada sebuah telpon masuk di ponselku. Ternyata dari Alden. Aku langsung mengangkatnya.
"Hallo," ucapku.
"Min, gue ada di luar."
"What? Lo becanda kan?"
"Gue serius. Kalo lo ga percaya lo buka aja jendela kamar lo!"
Aku lalu membuka jendela. Ternyata benar Alden ada di luar pagar rumahku sedang melambaikan tangan.
"Lo ngapain di situ?? Bentar gue keluar.."
Aku lalu memutus sambungan telpon dari Alden dan langsung keluar untuk menghampurinya.
"Lo ngapain sih kesini?"ucapku kesal. Dia hanya nyengir.
"Gue laper. Gue ga sempat masak," ucapnya tanpa berdosa.
"Terus apa urusannya sama gue? Lo kan bisa beli di luar?
"Ya, gue kan kangen masakan rumahan.. :
"Ya terus?"
"Gue minta makan ya?"
"Hah? Lo kesini cuma minta makan?"
"Iya, pliss ya?"
"Ya udah, lo tunggu di sini!"
Aku lalu masuk kerumah umtuk mengambilkan nasi dan lauk untuk Alden setelah itu memberikannya..
"Ini, nanti kotaknya di bakikin ya. " ucapku
"Siip, gue balik ya?"
"Lo kesini cuma mau ini doang? tanyaku.
Dia hanya cengengesan lalu naik keataas motor. Setelah itu dia pergi.
Aku lalu masuk kembali ke dalam rumahku. Kalau dipikir-pikir Alden itu jadi mirip Gavin. Sama-sama ga jelas.
Waktu aku hendak masuk, kulihat ayah sedang duduk di sofa. Aku hendak jalan melalui ayah. Tapi ayah lebih dulu menahanku.
"Kamu habis ngapain?" tanya Ayah dingin.
"Habis nemuin teman di luar Yah." ucapku cuek.
"Kamu tadi bolos lagi?"
Aku hanya diam.
"Duduk sini," ucap ayah meneouk sofa yang ada di sampingnya. Aku lalu duduk disamping ayah.
"Ayah tahu kamu terluka. Ayah tahu ini semua berat. Tapi kamu harus kuat. Ga boleh kaya gini."
Tak ku sangka air mataku mengalir begitu saja.
"Kamu sayang sama Gavin?" Aku hanya mengangguk.
"Kalau gitu kamu harus buat dia bangga. Kamu harus bangkit sayang."
"Aku mau yah, tapi aku aja ga tau apakah dia masih ingat aku atau ga."
"Ayah yakin Gavin itu anak yang baik. Ga mungkin dia ngelupain kamu. Bagaimana kalau sekarang dia sedang mati-matian melawan penyakitnya? Dia pasti kecewa kalau tau kamu kaya gini"
"Aku harus gimana yah?"
"Bangkit sayang. Jangan sia-siakan masa depan kamu. Bukan hanya buat Gavin. Tapi buat keluarga kita. Ayah sedih liat kamu kaya gini."
"Maafin aku yah," ucapku tambah nangis. Aku merasa jadi anak yang tak tau diri. Aku memiliki orang tua yang dan keluarga yang sangat sayang padaku. Tapi kenapa aku begini?
"Ayah udah maafin kamu," ucap ayah memelukku. Aku hanya menangis di pelukan ayah. Aku mau mengeluarkan semua kesedihan yang ada di hatiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo Gavin (Revisi)
Teen FictionGavin Aldebaran Abraham, cowok ganteng, kaya, most wanted, bad boy yang selalu mendapatkan apa yang diinginkannya. Namun apa jadinya kalau semua kesempurnaan itu berbalik jadi sesuatu yang tidak pernah dibayangkannya sekalipun? Jasmine Afsheen Myesh...