Hari ini Gavin akan menemui orang yang semalam mengiriminya pesan. Ia memutuskan untuk tidak memberitahu teman-temannya hal ini karena menurutnya ini masalah pribadi antara dirinya dan orang itu. Oleh sebab itu ia tak mau teman-temannya ikut terkena imbas dari masalahnya itu.
Sepulang sekolah, Gavin langsung menuju tempat yang dulu sering ia kunjungi dengan orang itu dan teman-temannya. Tempat itu adalah sebuah gedung yang sudah lama tidak di tempati. Sebenarnya, tidak bisa juga dikatakan sebuah gedung, karena tempat ini tak terlalu besar. Tempat ini lebih seperti sebuah markas. Tapi sekarang sudah tak lagi terawat.
"Hai sahabat, datang juga lo akhirnya!" kata orang itu angkuh. Ia memandang Gavin remeh.
"Cepat katakan apa mau lo!" ucap Gavin to the point.
"Santai! ga usah buru-buru," ucap orang itu masih dengan wajah sinisnya.
"Gue ga punya banyak waktu." Gavin mulai tidak sabar.
"Oke ... kalo itu mau lo," Ia berhenti sejenak.
Bugh. Sebuah pukulan tangan mengenai wajah Gavin hingga ia terhuyung ke belakang.
"Ini buat lo pembunuh!" ucap orang itu terus memukuli wajah Gavin tanpa ampun. Gavin yang tidak siap berusaha menahan pukulan bertubi-tubi orang itu. Darah sudah mulai mengalir di pelipis dan ujung bibirnya.
"Gue ga' ngerti maksud lo Al!" Gavin menahan pukulan orang itu. Tapi orang itu terus berusaha menyerangnya.
Gavin yang sudah habis kesabaran menahan tangan orang yang ternyata bernama Alden itu dan balik memukulnya.
bugh.. Alden terdorong ke belakang. "Lo ga' pernah jelasin masalahnya ke gue!" teriak Gavin emosi.
"Cuih!" Alden meludahkan darah di bibirnya. "Lo tu udah membunuh orang yang paling berharga bagi gue!" ucap Alden sambil melayangkan tinjunya lagi kearah Gavin. Gavin yang tidak terima membalas lagi pukulan Alden.
***
Gavin pulang kerumah sudah larut malam. Ia pulang dalam keadaan babak belur. wajahnya sudah penuh lebam. Bahkan, darah yang tadi ada di wajahnya sudah mengering.Gavin berjalan masuk kerumah dengan gontai. Hingga ia berpapasan dengan Bik Surti.
"Ya Allah Den ... Wajahnya kenapa?" tanya Bik surti khawatir.
"Ga' papa Bi. Tolong ambilin kotak P3K ya Bi!" jawab Gavin tenang.
"Tunggu sebentar." Bi Surti segera mengambil kotak p3k. Ia lalu menyerahkan kotak itu kepada Gavin.
"Aden berantem ya? Atau tadi dibegal?" tanya Bi Surti yang bukan seperti pertanyaan tapi pernyataan.
"Biasa Bi anak muda. Luka kaya gini mah biasa," jawab Gavin enteng. "Tapi Bibi janji ga' akan kasih tahu mama ya!" Wajah Gavin berubah serius. "Aku ga mau nambah beban mama!" tambahnya tulus.
"Baik ... Bibi ga bakalan bilang ke nyonya. Asalakan Den Gavin ga kaya ini lagi! Bibi ngeri Den," ucap Bi Surti dengan wajah sedih. Bi Surti telah menganggap Gavin sebagai anaknya. Ia telah mengenal pria itu dari Gavin bayi. Tak heran Gavin dan Bik Surti sudah begitu dekat.
" Makasi bi..." Gavin berdiri setelah lukanya selesai di obati bi Surti. "Aku keatas dulu bi..." Gavin kemudian menuju ke kamarnya untuk beristirahat.
***
Keesokan paginya, Gavin berangkat sekolah. Hari ini ia memutuskan untuk membawa mobil. Karena tangannya agak keseleo karena kejadian kemarin.Setiba di sekolah, semua tatapan mengarah padanya. Bagaimana tidak, keadaan Gavin sangat berantakan. Rambutnya kusut, bajunya keluar ditambah mukanya yang babak belur. Sungguh mengenaskan. Namun, itu tidak berpengaruh bagi siswi-siswi di sekolah. Bagaimanapun keadaan Gavin, dia tetap jadi yang paling keren.
Saat memasuki kelasnya, teman-temannya langsung terkejut melihat keadaan Gavin. Mereka langsung mengerubungi Gavin untuk mengintrogasi pria itu.
"Itu muka lo kenapa kaya abis kena begal?" tanya Ronald dengan nada mengejek.
"Biasa anak muda," jawab Gavin membalas ejekan Ronald.
"Itu muka apa lukisan? Abstrak gitu?" tambah Davin ikut-ikutan mengejek Gavin.
"Sialan lo! Gini-gue ini most wanted lo di sekolah." Gavin menoyor kepala Davin kesal. Mereka berdua lalu main toyor-toyoran.
Tiba-tiba Devan bicara. "Ini bukan masalah sepele. Lo pastu nyembunyiin sesuatu dari kita?" Mendengar perkataan Devan. Mereka berhenti tertawa dan langsung melihat kearah Devan.
"Nggak! Kemarin gue jatuh dari motor." Gavin berusaha menyebunyikan kebanaran dari temannya.
"Lo bohong! Sebenarnya dari tadi gue sepikiran sama Devin," tambah Ronald yang berubah serius.
"Serius gue," Gavin tetap pada pendiriannya.
"Lo jangan bohong Vin! lo masih anggap kita-kita sahabat lo kan?" kali ini Davin ikut-ikutan memojokkan Gavin. Hingga pemuda itu akhirnya mau berkata jujur.
"Oke! Gue jujur!" Gavin menghela nafas. "Sebenarnya kemarin gue berantem sama Alden. Gue kemarin ketemuan sama dia. Tau-tau dia langsung mukulin gue gitu aja." Gavin menjelaskan semua kejadian kemarin pada teman-temannya tanpa ada yang di sembunyikan.
"Sudah gue duga, sialan emang tu anak. Maunya apa sih?" kata Ronald yang mulai emosi. Ia tak terima dengan apa yang dilakukan Alden.
"Kenapa lo ga bilang sama kita? Kita ini sahabat." Devan menatap Gavin serius.
"Gue ga mau lo semua kena imbas dari masalah yang gue sendiri ga ngerti apa masalahnya." Gavin duduk di bangkunya sambil meletakan tasnya.
"Emang masalahnya apa sih?" Davin ikut duduk di sebelah Gavin.
"Gue juga ga tau. Dia bilang gue pembunuh," ucap Gavin pelan.
Mendengar penjelasan Gavin barusan, Teman-temannya tak tahu harus berbuat apa. Mereka juga bingung melihat masalah yang tengah dihadapi Gavin.
Sementara di depan mereka ada seseorang yang dari tadi ikut mendengarkan pembicaraan Gavin dan teman-temannya.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo Gavin (Revisi)
Teen FictionGavin Aldebaran Abraham, cowok ganteng, kaya, most wanted, bad boy yang selalu mendapatkan apa yang diinginkannya. Namun apa jadinya kalau semua kesempurnaan itu berbalik jadi sesuatu yang tidak pernah dibayangkannya sekalipun? Jasmine Afsheen Myesh...