Gavin POV
Kesal. Itulah yang aku rasakan sekarang. Melihat cewek yang aku sayang mengejar sahabatku sendiri. Rasanya ingin ku hajar si Devan. Berani-beraninya dia. Aku yakin dia tau kalau aku menyukai Jasmine. Tapi kenapa dia masih begitu? Kalau tidak mengingat kalau dia sahabatku, mungkin sudah ku mutilasi dia.
Jasmine juga, kenapa dia mengejar Devan? Tak tahukah dia aku sakit hati? Sungguh mereka berdua membuatku kesal.
Saat ini tinggal aku dan mama di rumah mengingat teman-temanku sudah ku usir semua. Mereka jadi korban kekesalanku. Mereka yang awalnya berniat menginap di sini jadi batal. Itu semua karena dua orang itu.
Belum hilang kekesalanku, sekarang kepala sialan ini mulai sakit lagi. Rasanya seperti dihantam benda yang sangat berat. Sakit sekali. Aku hanya bisa meringis menahan sakit ini.
"Arght!" Aku menarik rambutku menahan sakit. Hidungku kembali mengeluarkan darah yang cukup banyak.
"Maa!" ucapku dengan keras. Tapi aku merasa suaraku tidak mau keluar. Aku ingat obat yang diberikan mama. Tapi sial! Obat itu tertinggal di ruang keluarga
Aku berusaha berdiri dan keluar dari kamar untuk mengambil obat di ruang tengah. Tapi lagi-lagi dunia seolah berputar. Aku tak lagi bisa menjaga keseimbangan tubuhku.
Disaat aku mulai tidak kuat, mama kebetulan masuk kekamarku dan langsung menghampiriku.
"Ya ampun Gavin." Mama lalu membantuku kembali ke tempat tidur.
"Ya Tuhan! Gavin, obatnya mana?" tanya mama panik.
"Tertinggal di ruang tengah," ucapku susah payah.
Mama tiba-tiba berlari keluar dan tidak lama masuk lagi dan membawa obat untukku.
"Buka mulut kamu!" ucap mama sambil memasukkan obat yang di pegangnya ke mulutku.
Beberapa saat kemudian, aku merasa sakitku mulai berkurang. Aku menatap mama yang sedang membersihkan hidung dan bajuku yang tadi terkena darah.
"Ma! Sebenarnya apa yang terjadi sama aku? Kenapa sekarang aku jadi sering kaya gini?" tanyaku berharap mama mau menjelaskan yang sebenarnya.
"Udah! Sekarang kamu tidur ya? Besok aja kita ceritanya." Mama lalu membenarkan letak tidurku lalu menyelimutiku.
"Tapi Ma?"
Mama malah menatapku dengan isyarat bahwa aku harus tidur.
Aku hanya bisa pasrah. Mataku jadi semakin berat. Mungkin karena efek obat yang tadi ku minum. Lama-lama semuanya jadi gelap.
***
Ayleen POV
Sungguh hancur hatiku. Melihat buah hati yang dari kecil ku rawat dengan sepenuh hati merasakan sakit sampai seperti ini. Ingin rasanya aku menggantukannya dan memindahkan semua penderitaannya kepadaku.
Tapi lagi-lagi aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku hanya bisa membantunya dengan memberikan obat penghilang sakit saja. Obat yang akupun tak tahu efek sampingnya.
Aku bingung, Bian menyuruhku untuk memberi tahu Gavin, tapi aku tak sanggup melihat apa yang Gavin rasakan saat ia tahu semua ini. Aku takut ia tambah tertekan. Ia sedang bahagia sekarang. Aku tak mau merusak kebahagiaannya. Sungguh aku tak sanggup.
Akhirnya, aku hanya bisa berdoa. Berserah kepada Tuhan. Memohon petunjuk agar aku tahu apa yang harus aku lakukan.
Tiba-tiba, aku teringat Devan. Anak itu sudah tahu semuanya. Tampak jelas raut sedih dan kecewa terlihat di wajahnya. Aku tahu mereka sangat dekat. Aku juga telah menganggap mereka semua seperti anakku sendiri.
Saat kulihat Gavin sudah tertidur lelap, aku memutuskan untuk mengambil wudu untuk shalat isya, tapi tiba-tiba ponselku berbunyi. Ternyata dari Bian.
"Hallo ... ," ucapku setelah mengangkat sambungan telpon.
"Hallo lin, gue mau ngomongin soal Gavin. Gue ada kenalan dokter ahli kanker di Singapura yang sudah banyak mengobati pasien seperti Gavin. Lo bisa konsultasi terlebih dahulu agar nantinya lo yakin. Lo bisa ketemu dia terlebih dahulu."
" Lo yakin gak, dia bisa?" tanyaku yang masih belum percaya penjelasan Bian.
"Lo bisa ikut sama gue dan Kezia ke Singapore. Kebetulan besok lusa gue ada keperluan. Jadi kita bareng aja."
"Oke! Gue akan ikut." ucapku sambil memutus telpon dari Bian.
Setelah itu, aku memutuskan untuk ke kamar mandi untuk berwudu. Memang akhir-akhir ini aku sedikit melalaikan shalat. Mungkin karena itulah aku merasa tidak tenang dan tidak bisa berfikir dengan baik.
***
Author POV
Sekarang sudah pukul setengah tujuh pagi. Jasmine sudah bersiap-siap berangkat sekolah diantar Arya. Kebetulan sekarang arya kuliah siang. Jadi dia bisa mengantar Jasmine terlebih dahulu.
Sebenarnya saat ini Jasmine sedang tidak bersemangat untuk sekolah. Ia tak tahu harus bilang apa Sama Gavin mengingat kemarin ia pergi gitu aja dari rumah.
"Lecek amat muka lo! Kaya baju belum di setrika," ledek Arya menoyor kepala Jasmine pelan.
"Bang ...." Jasmine merengek menandakan ia sedang tidak ingin becanda.
"Iye maap ... lo kenapa sih?" tanya Arya mulai menjalankan mobil.
"Gue gapapa," jawab Jasmine singkat.
"Kenapa sih cewe kalau ditanya jawabnya selalu ga papa. Nanti kalo kita cuek malah di kira ga peka. Bingung gue."
"Lebay lo Bang!" ucap Jasmine sambil menjewer Arya pelan. Arya hanya terkekeh mendengar Jasmine yang sudah mulai kembali moodnya. Arya paham apa Jasmine tidak berniat untuk membalas ejekannya. Jelas sekali adiknya itu saat ini sedang galau.
Setelah sampai di sekolah Jasmine lalu turun setelah pamit sama Arya. Begitu turun, ia melihat Gavin yang baru turun dari motornya.
Jasmine kemudian mengejar Gavin. "Vin ... tunggu!" Gavin lalu menoleh ke arah Jasmine dan berlalu pergi.
"Gavin ... tungguin gue!" Jasmine lalu menahan tangan Gavin hingga pemuda itu berhenti.
"Apaan si Jas. Gue belum bikin PR," ucap Gavin terus berjalan meninggalkan Jasmine.
"Lo marah sama gue?" Jasmine memasang tampang melas agar Gavin tidak marah padanya.
"Gue gak marah."
"Kalau gak marah kenapa lo ninggalin gue?"
"Ayo cepat!" ucap Gavin yang langsung membuat Jssmine tertawa dan menggandeng tangan Gavin.
"Gue sama Devan kemarin gak ada apa-apa kok. Cuma mau nebeng aja," ucap Jasmine bohong.
"Iya, gue tahu. Mana mau Devan sama lo!" ucap Gavin yang membuat Jasmine cemberut.
"Lo mah jahat!"
"Gue becanda. Maksudnya yang mau sama lo kan gue," ucap Gavin yang membuat pipi Jasmine merona.
"Ayo, ga' usah blushing! Ayo masuk kelas. Gue mau pinjam PR lo!" Gavim merangkul bahu Jasmine menuju kelas yang membuat para siswi lain iri melihatnya.
Tbc...
Pict: Gavin
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo Gavin (Revisi)
Teen FictionGavin Aldebaran Abraham, cowok ganteng, kaya, most wanted, bad boy yang selalu mendapatkan apa yang diinginkannya. Namun apa jadinya kalau semua kesempurnaan itu berbalik jadi sesuatu yang tidak pernah dibayangkannya sekalipun? Jasmine Afsheen Myesh...