Gavin POV
'Huek.'
Tiba-tiba aja gue muntah saat hendak bangun tidur. Nggak ada gejala apapun. Hanya terjadi tiba-tiba. Seprai Mama. Yaampun! Gue telah mengotori seprai yang baru tadi malam diganti Mama. Gue harus buru-buru menggantinya sebelum Mama masuk. Kan kasihan Mama garus mengganti yang baru lagi.
Saat hendak menuju lemari untuk mengambil seprai yang baru, tiba-tiba kepala gue pusing. Kenapa harus selalu tiba-tiba begini sih? Selalu pada saat yang ga' tepat. Tapi gue harus berusaha.
Gue lalu mengambil sebuah seprai berwarna hitam putih dan membawanya ke tempat tidur. Waktu mau membuka seprai yang lama, gue merasakan sakitnya semakin bertambah dan lagi, gue muntah lagi. Kali ini di lantai pinggir tempat tidur. Tapi saat hendak berdiri, tiba-tiba Mama masuk ke kamar.
"Gavin ... kamu kenapa?" tanya mama panik. Gue sebisa mungkin bersiap biasa.
"Nggak Ma ... ini cuma muntah. Maaf ya Ma. Seprainya jadi kotor." ucap gue menyesal.
Mama lalu mengambil seprai kotor itu.
"Kita ke rumah sakit sekarang!" ucap Mama tegas. Sebelum gue membantah mama lebih dulu bicara.
"Ini udah terlalu lama Gavin. Kita harus periksakan perkembangan penyakit kamu. Mama ga' mau ambil resiko."
"Tapi Ma ...?"
"Mama ga' suka dibantah." Mulai deh sifat otoriter Mama.
Akhirnya mau tak mau gue menuruti keingunan Mama untuk ke rumah sakit. Bukannya gue takut obat atau disuntik. Tapi sebenarnya gue takut ga' kuat mendengar seberapa parah penyakit ini. Gue takut kalau akhirnya penyakit ini tidak bisa lagi ditolong. Gue belum siap mati. Sungguh.
Akhirnya kami telah sampai di rumah sakit setelah mengantar Cilla ke TK-nya terlebih dahulu. Gue melangkahkan kaki dengan gontai. Gue takut, sumpah. Mungkin kelihatannya gue seperti anak kecil. Tapi mau gimana lagi. Perasaan takut kan datangnya sendiri bukan karena dibuat-buat.
Akhirnya kami sampai di depan ruangan Om Bian. Kami melangkahkan kaki memasuki ruangan. Nampak Om Bian menyambut dengan senyuman khasnya.
"Kamu sudah siap gavin?" tanya om Bian. Gue hanya menganggukkan kepala.
"Kamu akan dirawat di sini selama tiga hari. Kita akan melakukan operasi sedikit di kepalamu." Aku terkejut. Operasi? Berarti kepala gue akan di belah?
"Tapi om ...?"
"Tenang saja. Ini ga' seperti yang kamu pikirkan. Kamu jangan takut." ucap Om bian tenang.
Mendengar penuturan Om Bian, perlahan rasa takut mulai berkurang. Setelah itu gue dibawa ke ruang inap. Karena kata Om Bian perawatannya akan dilakukan malam nanti.
***
Author POV
Saat ini Gavin telah dibawa ke ruang operasi untuk dilakukan biopsi. Ini dilakukan untuk menentukan seberapa parah kankernya dan apa pengobatan yang cocok untuk dilakukan
Gavin disuruh berbaring di tempat tidur. Nampak sekaki wajah tegang Gavin. Karena ini merupakan operasi pertamanya walaupun ini operasi kecil.
"Rileks ya Vin," ucap Bian.
Setelah itu Bian melakukan sesuatu kepada Gavin. Hingga lama-kelamaan Gavin kehilangan kesadarannya.
Awalnya rambut Gavin di cukur sedikit. Ini untuk mensterilisasi kepala saat dibedah nanti. Kemudian dokter mulai membedah beberapa senti kepala Gavin dan memasukkan suatu alat untuk mengambil sedikit sampel otaknya untuk diperiksa. Setelah itu kepala Gavin kembali di jahit dan di perban agar tidak infeksi.
Ayleen dengan sabar menunggu di luar. Ini bukan kali pertama hal ini dilakukannya mengingat dulu Reynand juga mengalami penyakit penyakit yang sama.
Setelah beberapa saat, akhirnya Bian keluar dari ruangan operasi. Ayleen langsung menghampiri Bian.
"Gimana?" tanya Ayleen panik
Bian hanya tersenyum. Ia sudah tahu gimana sifat Ayleen dari dulu.
"Lo tenang aja. Ini hanya operasi kecil. Sebentar lagi Gavin akan dipindahkan keruangan rawat inap. Jadi santai aja." ujar Bian sambil menyentuh pundak Ayleen pelan.
Ayleen jadi lega mendengar penjelasan Bian. Setelah itu ia memutuskan untuk mengikuti perawat yang membawa Gavin ke ruangan inapnya.
Tak lama kemudian, akhirnya Gavin sadar. Hal pertama yang ia keluhkan adalah rambutnya.
"Ma ... kenapa Mama ga' bilang kalau rambut aku akhirnya di botakin?" ucapnya merungut. Ayleen hanya tersenyum kepada anaknya.
"Bentar lagi juga tumbuh lagi. Kamu tenang aja."
"Tapi gimana kalau Jasmine lihat?" ucapnya keceplosan.
Mendengar perkataan anaknya, spontan tawa Ayleen pecah. Ia tak menyangka sekarang anaknya sudah besar. Gavin sudah punya pacar sekarang.
"Udah tenang aja. Ini pakai!" ucapnya memberikan sebuah topi kupluk kepada Gavin.
"Makasi ma," ucap Gavin lalu memakainya.
Ayleen lalu memperhatikan Gavin. Air mata mulai keluar dari kelopak matanya.
"Mama kenapa?" tanya gavin melihat ibunya meangis. Ayleen lalu menghapus air matanya.
"Ga papa." Ayleen kemudian duduk di bangku di depan tempat tidur Gavin. Ia menggenggam tangan Gavin dan mengusap-usapnya.
"Kamu tau ga'. Topi yang kamu pakai itu milik Papa kamu. Dulu Mama kasih ke Papa kamu karena ia juga mengeluh karena botak."
"Kamu sama dia itu sangat mirip. Matanya, hidungnya, mulutnya, bahkan sifat kalian. Kalian sama-sama penyayang. Tapi Mama ga' mau nasib kamu sama kaya Papa. Kamu harus janji ya. Akan berjuang sampai sembuh. Jangan tinggalin Mama ya Nak."
Air mata Ayleen tak tertahankan lagi. Ia mengungkapkan semua yang ia rasakan kepada Gavin.
"Aku janji Ma. Aku akan berjuang. Demi Mama dan Cilla!" Gavin memeluk Ayleen.
Ayleen sangat senang melihat semangat anaknya. Saat ini ia hanya bisa berdoa untuk kesembuhan Gavin. Tapi sedang asik-asiknya berpelukan. Tiba-tiba Gavin bicara.
"Ma ... aku pengen muntah."
Ayleen hanya tersenyum dan melepaskan pelukannya. Kemudian ia mengambil sebuah baskom kecil untuk menampung muntah Gavin.
Setelah merasakan perutnya sedikit membaik, Ayleen lalu menyuapi Gavin makan mengingat sejak operasi ia belum makan. Sedikit demi sedikit bubur yang disuapi Ayleen dimakan oleh Gavin karena memang saat ini ia sangat lapar.
"Ma ... ajak Cilla kesini dong! Kan asik kalau dia di sini," ucap Gavin sambil mengunyah makanan.
"Besok ya. Sekarang kasian dia. Besok harus sekolah."
Gavin hanya menganggukan kepalanya. Benar kata mamanya. Kasihan kalau Cilla di sini. Lagian tak baik kalau anak kecil di rumah sakit untuk kesehatannya.
Setelah makan, perlahan Gavin tertidur. Mungkin karena efek obat yang baru saja diminumnya. Ayleen lalu membenarkan letak selimut Gavin dan duduk di sofa untuk istirahat karena ia belum bisa istirahat dari awal Gavin dirawat.
Tbc..
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo Gavin (Revisi)
Teen FictionGavin Aldebaran Abraham, cowok ganteng, kaya, most wanted, bad boy yang selalu mendapatkan apa yang diinginkannya. Namun apa jadinya kalau semua kesempurnaan itu berbalik jadi sesuatu yang tidak pernah dibayangkannya sekalipun? Jasmine Afsheen Myesh...