chapter 1(Revisi)

3.6K 78 9
                                    

Setiap manusia memang berhak jatuh cinta. Tapi aku memilih menyimpan rasa tersebut. Aku hanya ingin menjaga kehormatanku sebagai seorang perempuan.

"Pa ...." panggilku lirih.

Suaraku terdengar gemetar. Papa membalikkan tubuhnya. Menatapku sejenak, seolah tatapan itu bertanya ada apa?

"Nayla pengen sekolah di sini. Nayla udah nyaman di sini, Pa. Nayla enggak mau pindah ke rumah Kakek di kampung."

Papa terlihat menghela napas panjang. Aku tahu, papa akan menjawab dengan alasan yang sama. Jika terus di kota maka mereka akan selalu diingatkan dengan masa lalu. Kepergian mama membuat hidup papa berubah drastis. Papa sering termenung sendirian di balkon rumah. Aku sering melihatnya ketika malam hari.

Bukannya aku tidak sedih karena kehilangan mama. Hanya saja, aku selalu mengingatkan nasihat mama sebelum meninggal dunia.

"Semua yang bernyawa pasti akan mati. Menangis, bersedih, bukanlah cara terbaik untuk merayakan kehilangan. Ada saat dimana seseorang harus berusaha keras untuk merelakan kepergian, ikhlas dengan segala apa yang terjadi."

Jika mengingat kalimat itu, wajah mama melintas dalam kepalaku. Senyum mama, belaian lembutnya yang menyentuh puncak kepala. Aku merindukan semua itu. Mama adalah makhluk yang telah mengajarkan kepadaku tentang sebuah ketulusan, kasih sayang, dan kehangatan dalam sebuah pelukan.

"Nay, di rumah Kakek juga nyaman. Nanti Nayla bakal terbiasa dengan suasana di perkampungan. Percaya sama papa."

Aku mengangguk. Tidak bisa memberi komentar atas alasan papa yang satu ini. Aku tidak mau melihat papa sedih. Papa adalah harta paling berharga yang aku miliki setelah mama pergi. Aku tidak mau kehilangan untuk kali kedua. Cukup kehilangan mama, jangan kehilangan papa. Aku tidak tahu lagi ke mana harus mencurahkan segala kesedihan dan beban hidup jika papa juga pergi. Ah, aku harus mengenyahkan semua prasangka buruk yang menyelimuti otak.

***


Cinta dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang