chapter12

662 16 0
                                        

"Jelitaaa...." suara lembut datang menyapa.

Menghampiri raga yang lelah. Aku hampir putus asa. Cobaan ini terlalu berat tuk ku lalui. Bibirku bergerak. Seolah ingin mengatakan sesuatu. Namun kaku, tiada sepatah kata pun yang keluar.

"Jelitaaa."

Lagi, dan lagi. Suara misterius itu menggema di setiap sudut ruangan. Kepalaku berputar seratus delapan puluh derajat. Mencari sumber suara, yang tiba-tiba menyapaku.

Tidak ada seorang pun di ruangan ini. Hanya kegelapan yang menemaniku. Aku bingung, terus mencari dari mana asal sumber suara itu.

Seeerrrrrrrr.....

Angin lembut kembali menerpa kulit tipisku. Memaksa masuk, lewat celah-celah sempit pori kulitku.

Perlahan, bulu kudukku berdiri. Hawa dingin yang menakutkan mulai menyelinap ke dalam ruang hatiku yang kosong. Ada kehidupan di ruangan yang gelap ini. Tak kasat mata.

Aku tidak menyerah, terus mencari sumber suara itu. Meski otakku lelah bekerja. Jantungku kian malas memompakan darah ke seluruh tubuh. Aku tetap berusaha, bangkit.

Tersungkur lagi, energiku terkuras habis. Tak ada sedikit kesempatan untuk bangkit.

"Jelita putrikuuu." Untuk ketiga kalinya suara lembut itu menyapa.

Menarikan rasa penasaran di langit-langit ruangan yang gelap gulita. Perasaan takut, datang menyelimuti.

"Siapa di sana?" Akhirnya aku bisa membuka mulut.

Setelah sekian menit mulut itu terkunci rapat. Lidah terasa membeku. Kini, aku bisa berkata kembali. Meski patah-patah.

"Siapa di sana?" Tanyaku lagi.

Satu...
Dua...
Tiga...

Detik berlalu, menghadirkan lembaran menit yang baru. Tak ada jawaban. Ruangan gelap ini, kembali lengang. Sepi yang menghiasi.

"Keluarlahh!!. Jangan membuatku takutt!" Teriakku.

Percuma, tak ada jawaban yang ku harapkan. Hanya hening, aku sendiri di ruangan gelap ini. Tak ada kehidupan di sini.

Mungkin, suara itu hanyalah sebuah khayalan. Imajinasi pikiranku yang menjadi nyata. Buktinya, tak ada kehidupan di sini. Sepi, hanya rasa sepi yang ku dapatkan.

Sepi yang membelenggu hati ini. Aku mencoba menggerakkan tubuhku. Kakiku masih terasa kaku. Beban berat itu belumlah hilang.

Tes.....

Tanpa ku sadari kristal bening itu menetes. Jatuh ke lantai. Menghasilkan kemilau cahaya dalam gelap. Menerpa raga yang kehilangan semangat hidup.

Semakin lama, kristal bening yang menetes ke lantai semakin hilang. Meresap ke dalan setiap celah-celah sempit yang terbentuk di lantai.

"Tuhan, aku dimana? Kenapa aku bisa berada di tempat gelap seperti ini. Aku merindukan cahaya kasihMu, Tuhan. Aku merindukan cahayaMu, saat ini," tuturku lirih.

Jantungku semakin lirih bekerja. Mungkin letih, darahku seakan berhenti mengalir. Semua persendianki terasa kaku. Aku tak bergeming. Menatap sendu dalam kegelapan.

Menantikan sebuah keajaiban datang menghampiri. Lisan ini, tak mampu bersyukur lagi. Aku telat, selama ini aku telah melupakanMu, wahai Rabb-ku. Aku melalaikan zat yang Maha Satu.

"Tuhan, andai harus berakhir di sini. Aku ikhlas, aku pasrah dengan semua keputusanMu. Terima kasih telah memberikan kesempatan kepadaku, untuk menikmati indahnya dunia ini. Terima kasih, Tuhan," desahku putus asa.

Cinta dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang