chapter 47

304 6 0
                                    

Tok....tokk...tokk

"Masuk," kataku sembari melepaskan boneka yang ku peluk.

"Non Jelita, nyari mukena pink sama sajadah kecil kesukaan non Jelita ya?" Wajah bi Ijah menyembul dari balik pintu.

"Jelita kira siapa bi. Iya nih bi, Jelita pengen deh shalat lagi kayak dulu. Jelita, rindu masa kecil yang rajin beribadah bi," ucapku menjawab pertanyaan bibik.

"Mukenanya masih bibik simpan kok non. Ini, roti tawar sama selai coklat kesukaan non Jelita," ujar bibik sembari menaruh nampan yang berisi tiga helai roti tawar yang sudah diolesi coklat.

Bibik emang selalu baik kepadaku, perhatian. Bahkan, bik Ijah malah seperti mamaku sendiri. Meskipun ia sebagai pembantu di rumah. Aku sangat menghormatinya. Seperti keluargaku sendiri.

Toh, aku juga tidak punya kakak ataupun adek. Bayangkan, betapa sepinya diriku ketika papa sama mama bekerja. Papa sibuk dengan urusan kantornya. Sedangkan mama sibuk mengurusi butiknya. Yaa, jadilah Jelita yang kesepian.

"Mo di bikini susu apa jus non?" Bibik menawarkan.

"Apa aja deh bik. Jelita pengennya jus Alpukat deh bik. Udah lama nggak merasakan yang namanya Alpukat melewati tenggorokanku bik," jawabku sekenanya.

Bibik hanya mengulas senyum. Lantas, bergegas turun ke lantai satu. Kemana lagi kalau bukan ke dapur. Membuatkan jus alpukat untukku.

Aku menyuapkan roti dengan selai coklat ke dalam mulutku. Enak. Di rumah sakit, aku hanya memakan bubur dan sayuran. Yang rasanya sungguh tidak ada enak-enaknya sedikit pun.

Drrrttt drrrrttt

Androidku bergetar. Sengaja aku mengaktifkan profil getar di androidku. Aku menatap layar 5,5 inchi. Terpampang ada sebuah BM masuk.

"Dari Viola," gumamku lirih.

Wajahku langsung berseri. Mendapati pesan dari sahabatku yang satu itu. Sudah lama sekali, aku tidak bertemu dengan Viola. Semenjak masuk rumah sakit. Aku tidak pernah lagi melihat batang idungnya Viola.

"Pagi Jelita, bagaimana kabarmu? Sudah sehat?"

Aku membaca isi pesan BM dari Viola dalam hati. Seulas senyum tersungging manis di sana. Ternyata, sahabatku sangat peduli denganku. Aku jadi pengen ketemu dengan Viola.

"Alhamdulillah, udah baikan kok. Sekarang udah di rumah. Kamu sendiri gimana Viol?" Klikk.

Sebuah pesan segera melayang-layang di udara. Mencari jalur gelombang elektromagnetik, menuju ke sebuah tempat yang sudah terbaca oleh gelombang tersebut. Menari-nari, kemudian dengan kecepatan tinggi. Sinyal tersebut mengirimkan sebuah pesan ke tempat tujuan.

***

Klung....

Android Viola berbunyi. Sebuah chat masuk. Viola menghentikan percakapannya dengan Vivi, sepupunya. Betapa riangnya ketika Viola mendapati BM dari Jelita.

Membuat gadis berkulit putih bersih. Dengan postur badan yang sangat ideal bagi seorang perempuan. Hampir saja Viola berteriak saking senangnya.

Viola senyam-senyum sendiri. Membuat Vivi berpikiran yang tidak-tidak kepadanya.

"Dari cowok lo, Viol?" Vivi memastikan.

Tak ada jawaban. Jemari Viola sibuk menekan setiap huruf yang ada di layar sentuhnya sebesar 4,5 inchi itu. Vivi hanya bisa menunggu.

Ia tau betul, sifat sepupunya yang satu ini. Jika sudah begitu, kegiatannya tidak ada yang boleh mengganggu. Walau mamanya sekalipun.

"Waahh, sungguh? Aku ikut seneng kalau gitu. Ehh, aku udah di Jakarta looh. Udah mulai liburan nihh. Besok aku main ke Dharmasraya yaa? Aku rindu, sama sekolah kita yang dulu. Boleh kan ya? Ohh iya, kamu mau di bawain oleh-oleh apa? Sori, gue lupa beliin oleh-oleh dari Jepang. Abisnya, gue udah gak sabaran pengen cepet pulang. Nengokin keadaan lo. Terakhir, lo terbaring lemah di rumah sakit." Klikkk.

Cinta dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang