chapter 10

757 19 0
                                    

Kami duduk di pojokan. Sembari menunggu bakso yang kami pesan, kami tenggelam di dunia maya.

"Gimana kabarnya pacar kamu itu beb?" Suara Viola memecah keheningan.

Deg.....

Aliran darah dalam tubuhku seolah berhenti. Menikmati kesenduan yang semakin membuncah tak menentu.

Ragaku terbang, menelusuri alam imajinasi. Sebuah kenangan yang tak terlupakan. Sungguh, kenangan indah yang masih tersimpan rapi dalam benakku.

Aku terdiam, tak bergeming. Kristal bening mulai mengalir di sungai kecil yang muncul di pipiku.

Tuhan, andai Engkau memberiku pilihan. Aku tidak ingin mengenang semua ini. Kisah indah yang dulu pernah ku arungi.

"Beb, kamu kok malah nangis?" Suara cempreng Viola membuyarkan kenanganku.

"Ehh, nggak kok Viol," kilahku sembari menghapus air mata yang membanjiri pipiku.

"Ya udah kalau nggak mau bercerita. Aku minta maaf ya beb, kalau pertanyaanku tadi membuat kamu bersedih." Kata Viola lirih.

Aku hanya mengangguk kecil. Viola mungkin mengerti apa yang tengah ku rasakan saat ini.

"Ini pesanannya mbak." Suara karyawan memecahkan perasaan yang semakin tak menentu.

"Makasih ya mas. Jusnya enak." Tutur Viola langsung mencoba jus buah naga yang di pesannya.

Sebenarnya aku ingin tertawa melihat tingkah Viola yang masih kekanak-kanakan. Namun sayang, hatiku belum sembuh sempurna dari luka ini.

Luka yang menggenggam erat hatiku. Membuat hati ini sukar untuk bangkit. Bangkit dari kenangan.

"Ayo dimakan Jelita. Kok malah melamun gitu?"

Aku hanya membalas dengan senyuman.

"Fadil, andai dirimu masih ada. Mungkin, aku tidak sedih seperti sekarang. Aku ingin mengulang kisah kita, sayang. Kenapa kamu pergi begitu cepat? Aku rindu," kataku lirih selirih denyut nadiku.

Viola tenggelam, menikmati bakso yang ada di hadapannya. Tiba-tiba kepalaku terasa pusing. Baru beberapa sendok aku menikmati bakso yang ku pesan.

Napasku tiba-tiba sesak. Pusing. Hanya itu yang kurasakan saat ini. Aku memegang kepala dengan kedua tanganku. Memijit-mijit rasa sakit yang datang menghantui.

Sakit sekali, rasanya seluruh syaraf-syaraf otakku terasa putus. Seolah ada sayatan tajam yang menggores pedih di benakku.

Viola masih asyik dengan bakso yang ada di hadapannya. Tidak menyadari perubahan yang ku alami.

"Sakiiiitttttt," tuturku menahan rasa pusing yang kian menggelayut.

"Jelita, kamu kenapa?" Ujar Viola panik.

Ia tidak peduli lagi dengan baksonya. Viola segera meraih tubuhku yang mulai lemah. Kehilangan energi.

Kesadaranku kian menghilang. Berganti dengan ruang gelap yang datang menghiasi penglihatanku.

"Jelita, hidungmu kenapa? Kamu sakit?"

Tess...

Tes..tes...tes...

Darah segar semakin rapat keluar dari dalam hidungku. Kesadaranku semakin menghilang. Menguap bersamaab dengan darah segar yang mengalir deras lewat celah lubang hidungku.

"Jelita.... Jelitaa... bangun beb, kamu kenapa?" Suara Viola samar terdengar.

Hening, sunyi, gelap, menerpa dalam kenyamanan. Ragaku terbang. Menuju alam yang tak pernah aku jejaki sebelumnya. Selamat tinggal dunia. Aku akan menjemput kenangan.

Cinta dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang