chapter 21

401 9 0
                                    

"Bunda, andai saja bunda peri adalah mama Jelita. Jelita pasti senang bunda. Jelita tidak akan kesepian lagi. Pokoknya bahagia deh," kataku sekenanya.

Entah dari mana aku bisa mendapatkan kalimat barusan. Aku merasa nyaman ketika berada di dekat bunda peri. Sungguh, perasaan ini tidak pernah berbohong.

Aku menatap lekat sepasang bola mata bunda peri. Bola mata yang bercahaya membulat itu membuatku tenang, damai.

"Jelita, begitulah kehidupan. Takdir tidak pernah memberikan apa yang kita inginkan. Namun, takdir memberikan apa yang kita butuhkan sayang."

"Iya sih bunda. Jelita hanya berandai saja tadi, bunda."

"Kamu adalah anak yang baik Jelita. Sayang, takdir berkata lain untuk hidupmu. Berbagai liku kehidupan akan menghampiri perjalananmu. Akan ada saatnya ketika kamu merasa kehilangan, merindukan kenangan. Bahkan, senyum itu akan segera menghilang dari kehidupanmu, Jelita." Batin bunda.

Aku menyapu seluruh isi ruangan. Bunda sedari tadi hanya diam. Menatap lekat sepasang bola mataku yang hitam pekat.

"Bunda tinggal di sini?" Tanyaku.

Satu detik berlalu. Belum ada jawaban. Hanya senyuman yang menghiasi bibir manis bunda peri. Bunda memang sosok misterius.

Bunda peri selalu saja membuat rasa penasaranku kian menggelora. Menapaki setiap sel saraf. Membuat benakku semakin berdenyut-denyut tak menentu. Tak sabar menunggu jawaban dari bunda peri.

"Iya sayang. Jelita nyaman di sini?" Bunda peri balik bertanya.

Sepasang bola mata yang memendarkan cahaya itu, menginginkan jawaban dariku. Aku diam sejenak. Membiarkan rasa penasaran bunda peri semakin menyeruak.

"Jelita nyaman ketika berada di samping bunda peri," jawabku singkat.

"Sungguh?"

"Iya bunda. Jelita serius, bunda itu membuat hidup Jelita nyaman. Jelita merasa tenang, damai ketika menatap dan mendengarkan setiap penjelasan dari bunda."

Bunda peri hanya tersenyum. Mungkin, sikapku seperti anak kecil yang merengek meminta mainan baru. Akan tetapi, begitulah kenyataannya.

Di dekat bunda peri, aku merasa nyaman. Tenang, begitu tenang. Layaknya aki berada di pembaringan surga. Nyaman, begitu nyaman. Seperti halnya sujud kehidupan di akhir sepertiga malam.

Bunda peri datang memberi penerangan dalam gelap. Laksana pelita dalam ruam kehidupan.

"Jelita tidak ingin ikut bunda peri jalan-jalan?" Ajak bunda peri kepadaku.

"Kemana bunda?" Tanyaku penasaran.

"Memangnya Jelita ingin pergi kemana?"

"Terserah bunda peri saja deh. Jelita ikut saja," jawabku sembari melemparkan senyum manis kepada bunda peri.

Bunda peri tersenyum kepadaku. Lagi-lagi senyum itu yang membuatku merasa nyaman. Aku semakin dekat dengan bunda peri. Tak ingin rasanya berpisah dengan bunda peri.

Tuhan, andai Engkau memberiku pilihan. Aku akan memilih untuk tetap tinggal di ruangan ini. Meskipun gelap, aku nyaman bersama bunda peri di sini. Kenyamanan itulah yang tidak pernah aku dapatkan selama ini.

Cinta dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang