"Pa, ma! Lihat dehh, lautnya indah, kebiruan." Suara khas itu, mengganggu lamunanku.
Pantai yang tadinya sepi, kini ramai oleh pengunjung. Beragam penikmat alam bebas. Menatap betapa indahnya kebesaran sang Maha Esa. Sebuah panorama yang begitu menakjubkan.
"Paaa!! Tengok pa, ada lumba-lumba di sana?" Teriak gadis polos berwajah ceria itu.
Gadis itu menunjuk-nunjuk ke tengah lautan. Segerombolan lumba-lumba sedang bertransmigrasi di kejauhan. Meliuk-liuk, memamerkan gaya renang ala segerombolan lumba-lumba.
"Ma, tengokk dehh. Lumba-lumbanya menggemaskan. Jelita pengen lihat lebih dekat lagi, ma," rengek gadis polos itu.
Aku terus menatap keluarga kecil yang begitu bahagia. Tak jauh, dari tempatku menghempaskan tubuh yang lelah, di atas hamparan pasir putih yang luas.
"Nggak bisa sayang. Lumba-lumbanya kan mencari rumah baru. Yang banyak makanan untuk keluarga mereka." Tutur seorang perempuan yang lebih tua.
Ibu paruh baya itu, memanggil nama putrinya, dengan sebutan Jelita. Sama persis dengan namaku. Aku terus mengamati keluarga yang menarik perhatianku itu.
"Ayolah, ma. Jelita pengen lihat lebih dekat lagi. Boleh kan pa?" Gadis polos itu meminta pendapat papanya.
"Tidak bisa Jelita sayang? Kalau Jelita ingin melihat lumba-lumba dari jarak yang lebih dekat. Weekend besok, kita pergi ke Taman impian." Jelas seorang lelaki yang tidak lain adalah papanya Jelita.
Aku tidak berkedip mengamati betapa mesranya, gadis kecil polos itu dengan mama dan papanya. Tuhan, aku jadi ingat sama mama dan papa. Mereka sedang apa sekarang. Kenapa tidak segera menjemputku? Apa mereka membuangku? Ahh, aku segera menepiskan semua pertanyaan bodoh yang melintas dalam benakku.
"Papa janji?" Ujar Jelita kecil, sembari mengulurnya jari kelingking kepada papanya.
"Iya, papa janji sayang. Iya kan ma?" Jawab papa sembari melingkarkan jari kelingkingnya.
"Iya Jelita. Weekend besok, kita akan pergi ke Taman Impian." Sahut mama.
Jelita kecil, polos mendapat pelukan hangat dari papa dan mamanya.
Tess
Tak terasa, kristal bening yang sedari tadi mengendap di pelupuk mataku akhirnya bertebaran di atas pasir putih. Menyelinap masuk ke dalam celah-celah pasir tersebut.
Aku membiarkan kristal bening itu terurai. Melepaskan segenggam rasa rindu yang kian membuncah di hati. Aku ingin segera pulang. Bertemu dengan papa dan mama. Ingin segera memeluk mereka. Aku tidak mau, berada di tempat yang aneh seperti ini terus.
Tempat yang menawarkan segala pernak-pernik kehidupan, kenangan dan masa depan. Tuhan, dekap aku. Bawa aku kembali kepada keluargaku. Aku merindukan mereka. Lihatlah! Lihatlah, Tuhan. Betapa bahagianya Jelita kecil.
Merasakan kehangatan dari pelukan kedua orang tuanya. Bukankah, aku dulu pernah melewati hal serupa. Melewati kebahagiaan yang memang pernah aku rasakan. Meski hanya sesaat, sebelum semuanya berubah total.
Sebelum pekerjaan itu menyita waktu mereka. Kantor, butik, semua itu, tidak menyibukkan mereka. Hingga semuanya berubah drastis. Berputar tiga ratus enam puluh derajat. Menyisakan ruang sepi dalam hidupku.
Sampai kapan Tuhan, sampai kapan aku terus mengarungi dunia kenangan ini? Hingga ajal datang menjelang? Dan aku belum sempat melihat senyum papa, mamaku untuk terakhir kalinya.
Sebelum aku, bisa menatap senyum manis yang merekah di bibir mama? Aku ingin pulang, Tuhan. Bertemu dengan papa dan mama. Aku lelah, berada di tempat yang aneh seperti ini. Aku tidak tau, kemana harus melangkah, untuk pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta dalam Doa
SpiritualMasa lalu? Menyedihkan? Menyenangkan? Semua insan pasti memiliki masa-masa indah dan masa paling menyakitkan dalam hidup ini. Begitulah takdir menggoreskan tinta kehidupannya. Terkadang, kenangan membawa kita menyelami masa lalu. Entah itu yang men...