chapter 26

311 6 0
                                    

Perjalanan kali ini, aku lebih banyak diam. Menunjukkan sikap marah, sebal, benci kepada bunda peri. Hatiku masih berada di sela-sela Sirrus yang begitu lembut. Ahh, sudahlah. Petualangan-ku bersama Sirrus, sudah berlalu.

Menjadi sebuah kenangan. Kenangan yang akan tersimpan rapi dalam memori kecilku. Memori yang setiap harinya kian berkurang.

"Bunda, Jelita capek. Jelita mau pulang," protesku.

Bunda hanya diam. Bunda peri masih saja fokus dengan tujuannya. Entah kemana muara perjalanan ini. Aku tidak bisa menebaknya.

"Nanti capeknya juga hilang, Jelita." Bunda peri melemparkan senyum manis kearahku.

"Nggak mau!! Jelita mau pulang. Titik. Bunda peri jahat, jaahaaaat!," teriakku.

Tanpa ku sadari, kristal bening itu menetes menyusuri ruang hampa. Tak ada kehidupan di sini. Hanya langit yang membiru, terbentang luas. Anehnya, kristal bening itu tidak jatuh.

Entahlah, kehidupan macam apa di tempat ini. Yang jelas, aku ingin kembali. Lebih baik berada di ruangan gelap, yang sunyi. Keputusan bunda peri, menyirami rasa benci yang kian tumbuh subur di hatiku.

"Yakin, Jelita tidak mau ikut dengan bunda?" Tanya bunda peri.

Perjalanan kami terhenti. Habisnya, bunda juga sih. Aku kan belum puas bermain dengan awan-awan Sirrus-ku. Sudah diajak pergi lagi. Mana tujuannya tidak jelas seperti ini.

"Nggak! Lebih baik Jelita di sini, dari pada harus mengikuti bunda peri," jawabku memasang raut wajah kesal.

"Ya sudah, kalau memang begitu yang Jelita mau. Jangan rewel ya, selamat menikmati hamparan langit biru yang luas. Sebentar lagi, langit akan gelap. Jelita bisa menikmati kegelapan di sini. Bunda akan melanjutkan perjalanan meski tanpa Jelita." Tutur bunda peri.

Aku hanya memonyongkan bibir. Menirukan pembicaraan bunda peri. Bunda peri hanya membalas dengan senyum manisnya. Setelah itu, bunda peri pergi, semakin jauh, jauh dan menghilang.

Lenyap diantara hamparan langit yang membiru. Kepergian bunda peri, membuat langit menjadi muram. Perlahan, kegelapan datang menyelimuti.

Aku tak bergeming. Semenjak kepergian bunda peri, aku tidak bergerak sedikit pun. Lebih tepatnya, tubuhku tidak bisa digerakkan.

Hipnotis macam apa lagi ini. Bunda peri sungguh tega. Sel-sel saraf, serta ototku kaku, membeku. Menyisakan rasa takut yang kian menyeruak. Aku menggerakkan tanganku. Tidak bisa.

Kaku, bagaikan ada ribuan es yang membelenggu.

"Bunda peri kelewatan, tidak punya hati," gerutuku dalam hati.

Rasa benciku semakin tumbuh subur. Begitulah hati, sulit ditebak memang. Bahkan, aku sendiri tidak mampu mengendalikan hati ini sepenuhnya. Ada ruang-ruang rahasia yang tak mampu aku masuki di dalam sana.

"Bundaaa periiii!!!" Teriakku sekuat tenaga.

Tak ada jawaban.

"Bundaa periiiii!!" Teriakku sekali lagi.

Hening. Bunda peri sudah pergi jauh. Meninggalkanku sendirian. Sampai kapan aku terus berada di tempat ini. Alamyang penuh misteri ini.

"Ada apa memanggil bunda, sayang?" Suara bunda peri menghampiri.

"Jelita takut."

Entah dari mana bunda peri muncul. Yang jelas, bunda peri sudah berada di sampingku.

"Kenapa takut?" Tanya bunda peri datar.

"Ya takuuutt."

"Teruss? Bunda harus bagaimana? Kan Jelita sendiri yang menyuruh bunda pergi. Apa Jelita lupa?"

"Sudahlah bunda, anggap saja yang tadi itu sebagai masa lalu. Jelita tidak mau mati berdiri di sini. Tubuh Jelita membeku. Tidak bisa digerakkan bundaa," rengekku layaknya anak kecil.

"Jadi?"

"Jelita ikut dengan bundaa! Puas!"

Bunda peri hanya membalas dengan senyum manisnya. Mungkin, ini salah satu rencana bunda peri. Untuk meluluhkan rasa benci yang tumbuh di hatiku.

Cara yang efektif menurutku. Aku tidak bisa melawan bunda peri lagi. Aku pasrah. Kemana pun tujuan bunda kali ini, aku akan ikut.

Setelah melewati hamparan langit biru yang luas. Bunda membawaku menyusuri lorong-lorong panjang. Tidak ada pemandangan di sini. Hanya gelap.

Cahaya yang terpancar dari tubuh bunda peri. Menerangi seluruh isi lorong. Lorong yang luas dan tak berujung. Aku lelah, bunda mendekapku erat. Membawaku berpetualang ke tempat berikutnya.

Cinta dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang