chapter 5

1.4K 31 0
                                    

"Loh beb, kok malah cemberut gitu sih? Ada apa?" Tanya Viol sembari menghidupkan mesin mobil.

Deru mobil terdengar lembut. Mengalun syahdu di telingaku.

"Viol, maafkan aku. Hari ini, sepertinya aku tidak bisa menemanimu," kataku sembari memegang tangannya.

Viola menatapku tajam. Seolah ada jutaan kalimat tanya dalam benaknya.

"Memangnya kenapa beb?" Tanya Viola semakin penasaran.

"Hari ini adalah hari istimewa bagiku. Kuliah perdanaku," jelasku dengan hati-hati.

Aku tidak ingin mengecewakan sahabatku yang datang jauh-jauh dari luar negeri ini.

"Ya ampun beb,, jadi kamu udah masuk kuliah?"

"Iyaa," jawabku sembari mengangguk.

"Uuhh, kenapa nggak bilang dari tadi sih beb? Jam berapa?"

"09.40 Viol," jawabki datar.

"Okee,, nasi goreng kantin sekolahnya kapan-kapan saja juga nggak papa. Aku akan mengantarmu beb."

Aku menatap Viola tajam. Ada yang sedikit berubah dari Viola. Dulu ia selalu egois.

Tidak pernah memikirkan kepentingan orang lain. Hanya memikirkan diri sendiri.

Sejak ia tinggal di Jepang. Viola semakin dewasa. Aku mulai menerawang kepribadian sahabatku ini.

"Buruaann, malah bengong beb?"

"Ehh,,iya."

Aku berlari kecil menuju kamar. Mengganti pakaian yang lebih sopan untuk ke kampus. Maklum, kampus tempatku kuliah mewajibkan seluruh mahasiswanya berpakaian sopan.

Tak perlu berdandan terlalu menor. Sederhana cukup kali ya. Viola menunggu di dalam mobilnya. Ia yang menawarkan diri untuk mengantarku ke kampus.

"Bi, Jelita berangkat ke kampus dulu ya bi," pamitku kepada bibi sambil menuruni anak tangga.

"Iya non, hati-hati ya non." Ujar bi Ijah yang sibuk mengelap guci kesayangan papa.

Aku segera menghambur ke dalam mobil. Viola tampak lelah, menungguku di sana.

"Btw, kamu kuliah di mana beb?"

"Universitas Dharmasraya Viol."

"Itu di daerah mana ya beb?" Tanya Viola ragu.

"Hemmm, baru satu tahun di Jepang, udah main lupa aja sama tempat lahir sendiri."

"Aku beneran lupa beb."

"Jalan aja dulu, nanti aku yang menjadi kompasnya," kataku sekenanya.

"Iyaa deh, nggak ada yang tertinggal lagi nih?" Viola memastikan.

"Emm, sepertinya ada."

"Buruan diambil. Sebelum kita berangkat beb, gimana sih."

"Jejakku kali yang tertinggal ya."

Tawa kami lepas, mengudara. Tawa yang tidak terbebani. Aku senang, sahabatku kembali. Mungkinkah, sahabatku akan tetap di sini.

Sejak kepergiannya waktu itu. Aku tidak punya teman untuk berbagi tawa.

Tak ada seorang sahabat yang selalu rutin berkunjung ke rumah. Alhasil, aku selalu sendiri.

Apalagi, sejak kepergian seseorang yang sangat spesial dalam hidupku. Aku semakin kesepian.

Papa sama mama, sibuk dengan pekerjaan mereka. Mereka hampir tak punya waktu luang untukku.

Mobilpun segera melaju. Membelah lengangnya kota Dharmasraya yang semakin menggeliat.

Meski kota, Dharmasraya masih cukup asri. Karena luasnya lahan di kota ini. Tidak sulit menjumpai bentangan tanaman padi di tepi jalan.

Udara sejuk, menemani warga di sini. Semoga saja, kota ini akan tetap terjaga keindahan serta keasriannya.

Cinta dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang