chapter 11

688 16 0
                                    

Tuhan, andai aku diberi kesempatan untuk hidup kedua kalinya. Akan aku gunakan kesempatan itu untuk mendekatkan diri kepadaMu.

Mungkinkah, kesempatan itu datang kepadaku. Sedangkan aku tidak pernah memiliki raga yang utuh.

Aku hanyalah butiran debu yang beterbangan. Tak tentu arah dan tujuan. Mengikuti kemana angin kan membawaku pergi.

Penyesalan selalu datang terlambat. Mungkinkah kisah hidupku akan berakhir tragis seperti ini? Hanya waktu yang akan berbaik hati kepadaku. Menjawab semua keraguan yang selalu menggelayut merdu dalam benakku.

Menyesakkan. Membuat sel sarafku semakin tegang. Perlahan, raga ini menemukan sebuah ruangan.

Gelap, itulah yang terlihat pertama kalinya ketika aku membuka mata. Hanya kesunyian yang datang menemani.

Tak ada tanda kehidupan di sini. Dalam gelap, aku tertatih mencari jalan keluar. Berharap menemukan setitik cahaya yang ku rindukan.

Semakin lama, kaki ini terasa berat tuk melangkah. Seakan ada jutaan ton beban berat yang menngelayut di kaki. Aku terus memaksanya untuk bergerak.

Aku tidak boleh mati di tempat seperti ini. Siapa yang akan membawa dan menguburkan jasadku nanti. Aku harus bisa menemukan pintu keluar.

Aku takut gelap. Aku harus keluar. Tempat ini, kian lama semakin menyeramkan.

Brukkk....

Tubuhku jatuh ke lantai. Ragaku mungkin lelah.

"Tuhan, aku ingin pulang. Bertemu dengan papa, mama. Aku rindu mereka," rintihku lirih.

Tak kan ada yang mampu mendengarkan rintihanku. Aku memegang paha kakiku yang terasa kaku.

Mencoba tuk bangkit lagi. Tersungkur lagi. Aku belum menyerah. Selagi masih bisa berjuang. Aku akan tetap berusaha untuk bangkit. Semua ini, semua ini sungguh membuat ragaku semakin lelah.

Wusshhhh....

Semilir angin lembut menyapaku. Membuatku semakin bersemangat tuk bangkit.

Jika ada angin, sudah pasti ada jalan keluar maupun celah ruangan yang gelap ini. Namun, aku tidak bisa berdiri. Kakiku lumpuh.

Saraf-saraf di kaki, terasa mati. Tak bisa digerakkan. Aku tidak menyerah, sembari menitikkan air mata. Aku menyeret kakiku. Kali ini gerakanku bertumpu pada kedua tangan.

Tubuhku terasa berat. Aku terus berusaha. Sakit memang, seperti ada duri-duri kecil yang menusuk-nusuk dibawah sana. Membuat beberapa bagian tubuhku terasa sakit.

"Tuhan, kemana diriMu? Aku membutuhkan pertolonganMu Tuhan. Tunjukkan kebesaranMu kepadaku Tuhan. Tunjukkan!!!" Teriakku tak karuan.

Kristal bening itu berderai. Mengalir deras melalui celah sungai kecil yang muncul di pipiku.

Hanya tangis, yang menghiasi perjuanganku. Tak ada mama di sini. Kemana mama yang selalu memberikan cinta dan senyum tulusnya selama ini. Kenapa mama tidak menolongku? Apa mama membenciku.

Dan papa? Kemana papa saat ini. Aku membutuhkan kenyamanan yang papa berikan selama ini. Semua sirna. Menguap, mengudara bersama semilir angin lembut yang menyapa.

Membawa keluh kesahku terbang, mengudara. Kini, aku hanyalah setitik kehidupan yang membutuhkan cahaya penerangan. Aku terjerembab dalam ruang yang berhiaskan kegelapan. Gelap sekali, itulah yang menemaniku saat ini.

Cinta dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang