chapter 23

371 13 0
                                    

Bunda membawaku menelusuri setiap lapisan langit. Bermacam jenis awan, terbentang luas di langit. Ada awan Altostratus di sana. Aku memandangnya lebih dekat lagi.

Awan berbentuk seperti kelambu berwarna putih itu, jauh lebih indah ketika kita melihatnya dari jarak yang cukup dekat. Hatiku berseri, bisa menatap awan-awan yang menawan dari jarak yang sangat dekat sekali.

Ingin rasanya, aku menggenggam awan-awan yang terbentang di langit. Namun, bunda tidak berhenti. Untuk sekedar memberiku waktu barang sedetik dua detik untuk menyentuh awan-awan itu.

"Coba lihat kearah depan sana, sayang." Tutur bunda peri sembari menunjuk ke segerombolan awan di depan sana.

Bola mataku langsung menatap bentangan awan yang begitu lembut di depan sana. Awan tipis, berwarna putih. Merangkai bentuk serat-serat bulu ayam, menawan di lapisan langit yang kedua.

"Wahhh, indah bunda," teriakku riang.

Bola mataku yang hitam membulat itu memancarkan cahaya. Tidak percaya dengan yang aku lihat. Ini nyata, berulang kali aku mencubit lenganku sendiri.

Namun, berulang kali jua. Aku merasakan sakit. Tuhan, keajaiban yang begitu luar biasa Engkau berikan kepadaku kali ini, lewat senyum manis bunda peri.

"Jelita suka?"

"Suka bunda, suka banget," kataku manja sembari menggelayutkan kepalaku ke pundak bunda.

Tubuhku semakin berhenti bergerak. Pelan dan semakin pelan. Aku bisa menikmati awan kesukaanku dari jarak yang sangat dekat sekali. Seperti mimpi, aku bisa menatap awan Sirrus, dari jarak yang terhitung beberapa meter saja.

Sirrus terbentang luas. Menyebar ke setiap lapisan langit. Jauh di dalam hatiku, bermekaran bunga-bunga kebahagiaan yang datang dengan tiba-tiba. Bersamaan dengan kehadiran awan Sirrus.

"Bunda, bolehkah Jelita menyentuh awan kesukaan Jelita, bunda?" Kataku merengek.

Bunda menjawabnya dengan senyum manis yang merekah di bibirnya. Senyum yang selalu setia menghiasi bibir manis bunda peri.

Senyum yang mampu membuatku merasa nyaman setiap kali berada di dekat bunda peri.

"Boleh sayang. Jelita boleh menyentuh Sirrus sesuka hati Jelita." Jawab bunda.

Tanpa menunggu bunda mengulangi kalimatnya. Aku langsung berlari. Menuju gerombolan awan Sirrus. Aku sudah tidak sabar lagi, ingin menyentuh betapa lembutnya awan kesukaanku itu.

"Kamu memang polos Jelita. Hanya waktu yang akan menjawab keraguan yang ada di dalam hatiku. Ragu akan kedewasaanmu, sayang. Sanggupkah kamu melewati kehidupan pedih, berselimutkan luka lara nantinya." Batin bunda peri.

"Uuuhh, lembut sekali bunda peri!!!!" Ujarku setengah berteriak.

Aku menyentuh awan kesukaanku. Memang lembut. Kelembutannya mampu menyejukkan hati yang kelabu. Aku senang, bahagia, bisa menyentuh awan Sirrus yang sangat lembut.

"Begitulah awan Sirrus, sayang. Bukankah bunda tidak berbohong?" Kata bunda.

"Iya, bunda memang benar. Awan Sirrus mampu menghadirkan kebahagiaan untuk-ku bunda."

Aku menyunggingkan senyum termanis sepanjang hidupku. Inilah kebahagiaanku. Bersama Sirrus, awan lembut nan menawan.

Untuk kesekian kalinya, bunda hanya membalas dengan senyuman. Aku menikmati awan-awan Sirrus ini. Bunda telah menepati janjinya.

Inilah tempat yang paling indah, yang pernah aku kunjungi. Tiada suatu tempat di muka bumi ini yang mampu menandingi bentangan awan-awan di setiap lapisan langit.

Apalagi aku bisa menyentuh dan merasakan secara langsung betapa lembutnya awan kesukaanku, awan Sirrus. Aku tidak akan melupakan kenangan terindah yang pernah ku lewati hari ini. Kenangan ini, akan selalu terkenang rapi dalam memori-ku.

Cinta dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang