"Sayang.... bangun," samar-samar, suars lembut itu menyapaku.
Rasa kantuk, membuatku enggan tuk lekas membuka mata. Aku hanya menggerakkan tubuhku. Sepasang bola mataku masih tertutup rapat, tak ada celah.
"Putri mama, katanya mau shalat zuhur?"
Lagi, lagi dan lagi. Suara lembut itu, kian menelusup masuk ke dalam ruang kosong di telingaku. Menghantarkan seberkas sinyal, yang di kirim ke otak pusat.
"Eekkkhhh, ngantuk," jawabku setengah sadar.
Suara parauku, mengundang sentuhan lembut yang kini menelusuri pipiku. Pelan, aku membuka mata. Mendapati sosok mama dengan senyum manisnya.
"Mamaa?"
"Katanya putri mama mau shalat. Udah azan tuh," senyum manis itu kembali merekah di bibirnya.
"Mama kok udah pulang? Bukannya mama tadi ke butik?" Kataku sembari mengucek mata.
"Tereengggg," mama setengah berteriak.
Mama menunjukkan sebuah kantung plastik yang penuh sesak dengan sesuatu yang ada di dalamnya. Aku tidak bisa menebaknya.
Dalam sekejap, wajah mama tampak riang. Begitu merona, melihat wajahnya nan anggun. Meski umur mama tidak terbilang muda lagi. Namun, wajahnya tetap saja ayu, memesona.
Pantas saja, papa jatuh cinta kepada mama. Mungkin, papa tau kali ya kalau mama bakalan awet muda kayak gini. Sehingga, papa tidak perlu repot-repot mencari selingkuhan di luar sana.
"Apaan nihh ma?" Aku melotot, merebut kantung plastik itu dari mama.
"Eittttzzz, tidak semudah itu," ujar mama sembari menjauhkan kejutan itu.
"Lohh kok gitu sih ma? Kan buat Jelita tu hadiah," rengekku manja.
"Emmm, gimana ya?"
Mama meletakkan jati telunjuknya di bibir. Sembari berpikir. Sebetulnya sih, pura-pura mikir. Mama emang begitu. Senang, kalau bisa membuat diriku semakin penasaran.
"Mamaaa!!!" Amukku.
Mama hanya membalas dengan cengiran. Merasa semakin menang. Melihat rasa penasaranku yang kian menjulang tinggi.
"Coba tebak, apa yang mama bawa?"
"Kalau benar, mama kasih dengan cuma-cuma dehh." Sambungnya.
"Kalau salah?"
"Yaa, mama kasihnya nggak gratis. Bersyarat," jawab mama.
"Okeee."
"Jadi, deal?"
"Deal, mamaku tersayang," ujarku menyambut jemari mama.
"Jawabannya?" Mama tidak sabaran ingin mendengar tebakanku.
Aku melirik kantung plastik yang kini mama sembunyikan di belakang punggungnya. Sekilas, tampak isi di dalam plastik itu berwarna pink. Warna kesukaanku.
Ini pasti ada sangkut pautnya dengan kebiasaan atau pun barang kesukaanku. Aku mulai berpikir.
"5, 4, 3...." mama menghitung mundur.
"Lohhhh, tadi kan nggak ada di perjanjian pakai batas waktu untuk menebaknya ma?" Protesku.
"Suka-suka mama dong." Mama menjulurkan lidah ke arahku.
Persis seperti anak remaja tingkah mama hari ini. Inilah waktu yang selalu aku nantikan. Aku menginginkan mamaku yang dulu. Yang kini hadir kembali di hadapanku.
"Issshhh, mama curang!!" Aku tidak terima.
"2...."
Di sela-sela rasa tidak terima ku. Mama malah asyik menghitung mundur. Kurang dari satu detik, aku harus bisa menemukan jawabannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta dalam Doa
EspiritualMasa lalu? Menyedihkan? Menyenangkan? Semua insan pasti memiliki masa-masa indah dan masa paling menyakitkan dalam hidup ini. Begitulah takdir menggoreskan tinta kehidupannya. Terkadang, kenangan membawa kita menyelami masa lalu. Entah itu yang men...