chapter 15

598 15 0
                                    

"Banyak sekali rahasia yang tak bisa diketahui oleh manusia Jelita. Karena, ada beberapa tabir yang memang tersimpan rapi dalam keabadian. Jika Jelita bertanya darimana bunda menebak apa yang sedang Jelita pikirkan. Jawabannya ada di sini." Tutur bunda peri.

Tangannya menunjuk tempat bersemayamnya hati manusia. Ya, hati. Ketika berbicara hati, mungkin terlalu sensitif. Dengan hati, luapan emosi akan segera tersalurkan.

Hati, juga membawa cinta, kisah asmara beterbangan. Namun sayang, manusia diabad ini sungguh mengabaikan hatinya. Mereka lebih suka menggunakan otak.

Asalkan bisa bertahan hidup, itu sudah lebih dari cukup. Tak peduli dari mana, dan bagaimana cara mereka mendapatkan uang untuk bertahan hidup.

"Hanya dengan hati, bunda bisa mengetahui apa yang Jelita pikirkan?" Tanyaku masih ragu.

Lagi, lagi dan lagi. Hanya senyum manis yang merekah di bibirnya itu. Padahal, aku penasaran dengan jawaban selanjutnya. Meskipun aku masih bingung dengan setiap perkataan bunda peri.

Hatiku sungguh nyaman, saat menatapnya. Tutur katanya begitu lembut. Membuat hatiku melambung tinggi. Menaburkan bunga-bunga kebahagiaan.

"Iya, Jelita yang cantik. Putri bunda peri. Hati manusia itu mudah sekali ditebak." Ungkap bunda peri.

Aku menatapnya lekat. Cahaya matanya yang begitu indah, memikat. Membuat ragaku tertarik, ingin terus bersamanya. Siapakah bunda peri ini? Untuk apa, bunda peri hadir dalam hidupku?

Rentetan pertanyaan datang menghantui. Menyelinap masuk ke dalam sel-sel saraf otakku. Memenuhi memori yang kian terbatas kapasitas penyimpanannya.

"Tidak usah di pikirkan bunda datang dari alam mana. Jelita, kamu adalah salah satu manusia yang beruntung. Akan ada banyak kisah indah, penuh hikmah yang kamu lalui nantinya." Jelas bunda peri.

Aku hanya mendengarkan dengan teliti setiap kalimat yang terucap dari bibir manisnya.

"Bunda, kenapa bunda peri bisa tau semuanya tentang kehidupan Jelita. Bunda malaikat?" Tanyaku polos.

"Bunda bukanlah malaikat sayang. Sejatinya, kita adalah sama. Namun, tinggal di alam yang berbeda." Tutur bunda lagi.

Aku hanya manggut-manggut, setengah mengerti dan setengah mengambang dengan penjelasan bunda peri.

Akan tetapi, aku melihat kasih sayang yang tulus dalam setiap helai tatapannya. Aku merindukan tatapan yang seperti itu. Tapi, siapa? Tatapan itu....
Mengingatkanku pada sebuah kenangan.

Ya, kenangan yang pernah memberi warna dalam hidupku. Sebuah kenangan indah, tak terlupakan. Aku mencoba mengingat tatapan teduh yang pernah menghiasi hariku.

"Fadiill," desisku lirih.

Angin lembut yang berhembus merdu. Menerbangkan rasa rinduku. Menyampaikan salam rindu itu, kepada seseorang yang telah pergi. Pergi jauh dariku. Meninggalkan kenangan indah, yang terpatri dalam hatiku.

"Kamu mengingatnya sayang?" Bunda peri tiba-tiba bertanya.

Pikiranku terbang entah kemana. Menembus setiap lapisan langit. Menelusuri jejak kenangan yang pernah ku lalui.

Pertanyaan bunda peri, terabaikan begitu saja. Bunda hanya tersenyum menatapku. Bunda tidak marah, bunda mengerti apa yang tengah aku rasakan saat ini.

Hati ini, jiwa dan otakku. Saat ini, tengah berkecamuk dengan kenangan. Kenangan yang menghadirkan bayang-bayang masa lalu dalam benakku. Hanya hening yang menyelimuti. Bunda membiarkanku menikmati bayang-bayang indah yang sulit tuk dilupakan itu.

Cinta dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang