"Pagi pa," sapaku lembut.
"Pagi juga putri papa yang cantik. Baru bangun?"
"Nggak kok pa. Udah bangun beberapa menit yang lalu," jawabku datar.
"Loh kok beberapa menit yang lalu? Memangnya putri papa nggak shalat subuh?" Selidik papa.
Aku hanya menyunggingkan senyum kepada papa. Habis, aku malu shalat subuhku sering tertinggal di alam mimpi.
"Jelita kan udah gede. Harus lebih mandiri. Jangan manja lagi. Shalatnya juga jangan lupa." Papa menasihati.
"Iya pa, besok kalau Jelita udah dapat hidayah. Jelita bakal rajin shalat kok pa," jawabku asal.
"Hidayah tu juga harus dicari sayang." Mama angkat bicara.
"Iya papa, mamaku tersayang. Jelita akan berubah kok. Jelita kan udah kuliah," aku terpaksa mengalah.
Akhirnya, senyum manis itu mengembang sempurna di kedua lesung pipit mama. Papa membelai rambutku lembut.
Aku beruntung, memiliki keluarga yang sayang banget kepadaku. Mereka tidak pernah absen hanya untuk sekedar menyapaku, menanyakan kabar setiap pulang sekolah.
Dan kini, aku sudah dewasa. Aku harus lebih mandiri. Tidak mengandalkan mereka melulu.
Toh, sebentar lagi aku pasti juga akan menikah. Menjadi ibu rumah tangga. Melayani suamiku nantinya.
Jika aku terus bersikap manja seperti ini. Gimana aku bisa melayani suamiku nanti. Aku pasti keteteran dibuatnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta dalam Doa
SpiritualMasa lalu? Menyedihkan? Menyenangkan? Semua insan pasti memiliki masa-masa indah dan masa paling menyakitkan dalam hidup ini. Begitulah takdir menggoreskan tinta kehidupannya. Terkadang, kenangan membawa kita menyelami masa lalu. Entah itu yang men...