Ciok Yan meneliti para korban di tanah lalu berpaling ke arah Hun Thian-hi, serunya, "Kita harus mengejar waktu dan cepat jalan. Bencana yang kau timbulkan terlalu besar, lihat betapa banyak orang yang ingin meringkus kau. Marilah cepat kalau tidak tentu banyak rintangan di sepanjang jalan ini!"
"Tujuan kalian adalah sama, bukankah sama saja siapa yang memperoleh," demikian cemooh Thian-hi, "kenapa harus saling rebutan!"
Ciok Yan melengak, dengusnya, "Tawanan pihak Hwi-cwan-po kita, mana boleh direbut orang lain?"
Thian-hi tertawa dingin, serunya, "Persoalan kukira tidak begitu mudah!"
Ciok Yan mengawasi Thian-hi, mendadak ia tertawa dingin serta jengeknya, "Kau harus tahu diri, ketahuilah gurumu masih berada di tangan kita!"
Thian-hi insaf saat ini tidak menguntungkan main debat, terpaksa ia menurut saja digusur terus melanjutkan perjalanan.
Sepanjang jalan ini Ciok Yan celingak-celinguk kuatir disergap di tengah jalan. Sebaliknya sepanjang jalan ini hati Thian-hi tengah gundah dan merancang cara bagaimana ia harus mengambil sikap. Terpikir olehnya bahwa semua peristiwa ini tak lain tak bukan tentu adalah permainan Mo-bin Suseng melulu.
Jauh di depan sana kelihatan debu mengepul tinggi. Diam-diam bercekat hati Ciok Yan, entah rombongan dari mana lagi. Adalah mungkin Su Tat-jin yang mengatur tipu daya. Namun meski ia berdesak di dalam hati, keadaan masih di tengah jalan betapapun harus mengatasi mengikuti situasi yang dihadapi nanti, kalau bisa menerjang lewat itulah baik, kalau tidak bisa mengandal ketenaran nama Hwi-cwan-po kiranya para pendatang ini takkan berani berlaku kurang ajar.
Ciok Yan menerawang sekitar dirinya lalu mengulap tangan memberi aba-aba, puluhan anak buahnya segera berpencar di sekelilingnya.
Sekonyong-konyong Hun Thian-hi mendapat firasat, biji matanya berputar, mendadak ia putar balik kudanya terus dilarikan kencang ke belakang.
Melihat Thian-hi melarikan diri keruan kejut Ciok Yan bukan main, sembari menghardik keras ia putar kudanya terus mengejar ke arah Thian-hi. Thian-hi membedal kudanya secepat-cepatnya Ciok Yan mengejar terus, dari kejauhan ia berteriak, "Orang she Hun, jangan kau lari, ingat gurumu masih berada di tangan kita!"
Waktu Thian-hi angkat kepala dilihatnya di depan sana terbentang sebuah hutan lebat, segera ia belokkan lari kudanya menuju ke arah sana terus menerobos masuk, teriaknya berpaling, "Dalam tiga hari ini Hun Thian-hi pasti berkunjung ke Hwi-cwan-po. Maaf sekarang aku tidak bisa mengiringi kalian!" dikejap lain bayangannya sudah menghilang di balik pohon-pohon besar.
Ternyata Ciok Yan mengejar dengan nekad. Sembari mengeprak kudanya tiba-tiba tubuh Thian-hi mencelat terbang naik ke atas sebuah pohon sedang kuda hitamnya masih terus mencongklang ke depan. Ciok Yan tidak tahu ia mengejar dengan kencang, kira-kira sepanahan baru ia tahu bahwa yang dikejar melulu kuda tanpa tunggangan.
Sesaat ia menjadi melongo tak tahu apa yang harus dilakukan. Kejap lain terdengar derap langkah kuda yang riuh, puluhan anak buahnya juga telah mengejar sampai. Perlahan-lahan Ciok Yan menghela napas, ia berpaling memandang rombongan pengejar yang tengah mendatangi. Kira-kira beberapa tombak mereka berhenti, setelah tegas siapa para pendatang ini tak terasa sedikit berubah rona wajah Ciok Yan.
Para pendatang ini mengenakan seragam merah, menyoreng pedang panjang di pinggang masing-masing, mereka bercokol tegak dan kereng di atas kuda tanpa bergerak, inilah salah satu dari ketua partai merah putih yang paling disegani di kalangan Kangouw, yaitu partai merah.
Heran dan kejut pula hati Ciok Yan, sungguh di luar dugaannya bahwa partai merah pun sudah tahu tentang pertikaian ini, malah ingin turut campur lagi. Partai merah dan putih terkenal susah dilayani, anggotanya merupakan tokoh-tokoh kelas wahid di kalangan Kangouw, para ketua dari kedua partai ini selamanya tidak pernah muncul dan unjuk muka, sehingga tiada seorangpun tahu siapakah mereka sebenar-benarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Badik Buntung - Chin Tung
AdventureAwalnya hendak meminta Badik Buntung, senjata peninggalan dari orang tuanya yang telah meninggal kepada seorang teman ayahnya membuat Hun Thian Hi menjadi musuh Rimba Persilatan. Tanpa sengaja menerima sebuah ilmu sesat dari seorang tokoh Iblis memb...