96. Penyelesaian Tidak Mau Dikasihani

2.1K 45 0
                                    

Hun Thian-hi menjadi melongo, pikirnya seumpapama Jeng-san-khek tidak memberi pujian tidak mungkin beliau mencercah dan menilai sedemikian rendah akan latihan Wi-thian-chit-ciat-sek yang dapat ia lakukan dengan sempurna sekali, sedemikian memalukan cuma dikatakan peranti menggertak orang, sudah tentu terketuk perasaannya, dengan terlongong ia pandang Jeng-san-khek, ingin ia mendapat teguran lebih lanjut.

Agaknya Goan Tiong dan Goan Liang juga merasa terpukul oleh kritikan Jeng-san-khek, sombong dan takabur benar kau ini, jurus pedang yang begitu dahsyat laksana gugur gunung koq dikatakan permainan untuk menggertak orang belaka, demikian batin mereka.

Ma Gwat-sian pun angkat kepala memandang ke arah Jeng-san-khek dengan penuh tanda tanya. Demikian juga Po-ci punya perasaan yang sama.

Pelan-pelan Jeng-san-khek pandang semua hadirin satu persatu lalu berhenti pada muka Ah-lam Cuncia, dilihatnya rona wajah Ah-lam tiada menunjukkan perubahan apa-apa, mimiknya tetap wajar, kelihatannya ia sudah tahu apa yang bakal diucapkan tadi. Mau tak mau, ia merasa kagum dan memuji akan ketenangan orang.

Dari balik punggungnya ia turunkan sebilah pedang bersama serangkanya, lalu berkata pada Hun Thian-hi, "Mungkin kau tidak percaya, namun boleh dicoba, silahkan kau gunakan serulingmu menyerang sekuatmu kepadaku!"

Semula Thian-hi rada bimbang tapi terpikir olehnya, kalau orang berkata demikian tentu punya maksud-maksud tertentu dan hal ini tentu ada manfaatnya yang cukup bernilai, orang tentu punya pegangan sehingga tidak kuatir apa-apa, begitulah pelan-pelan ia angkat pula serulingnya, begitu tenaga disalurkan langsung ia menyerang kepada Jeng-san-khek.

Belum lagi getaran serulingnya yang berpindah tempat dalam jarak beberapa mili itu sebanyak tujuh kali, ujung pedang Jeng-san-khek sudah menutul tiba yang diarah adalah ketiak sebelah kanan, mulut Thian-hi bersuit panjang tubuhnya mencelat naik ke tengah udara, berbareng ia kembangkan lebih lanjut jurus Wi-thian-chit-ciat-sek yang hebat itu menungkrup ke atas batok kepala Jeng-san-khek.

Sebelum seruling Hun Thian-hi sempurna melancarkan serangannya, tiba-tiba Jeng-san-khek menarik balik pedangnya, keruan Hun Thian-hi melengak, tak duga olehnya bahwa tusukan pedang lawan cuma gertakan sambel belaka. Tapi serulingnya sudah kebacut melancarkan Wi-thian-chit-ciat-sek, tenaga sudah dikerahkan sampai puncaknya, maka terlihat Jing-san-khek lagi-lagi menggerakkan pedangnya, beruntun tiga macam gerakan ia melancarkan tiga ilmu pedang yang sangat dahsyat mengancing dan menutup jalan luncuran seruling lawan, seketika Hun Thian-hi mati kutu dan tidak mampu menyelesaikan permainan Wi-thian-chit-ciat-seknya karena tenaga dalamnya seolah-olah membentur jalan buntu tak mampu dikerahkan pula.

Setelah berdiri tegak sekian lamanya ia menjublek di tempatnya, sebaliknya Jing-san-khek duduk tenang seperti tak terjadi apa-apa, pedang panjangnya melintang di atas pangkuannya, tanpa mengeluarkan banyak tenaga dan tanpa menggerakkan tubuhnya dengan cara yang sederhana dan mudah sekali ia sudah memecahkan jurus Wi-thian-chit-ciat-sek yang ampuh, sirnalah perbawa kekuatannya yang teramat dahsyat itu.

Hun Thian-hi sendiri baru sekarang menyadari bahwa Wi-thian-chit-ciat-sek yang dilancarkan tadi masih terdapat lobang kelemahannya, cuma ia sendiri tidak tahu dimana letak kelemahannya sendiri, adalah sebaliknya Jing-san-khek dapat sekali serang mengarah titik kelemahannya sendiri untuk mematikan ilmu yang tiada taranya ini.

Goan Tiong dan Goan Liang juga terlongong, mereka sudah saksikan sendiri betapa dahsyat permainan Hun Thian-hi yang hebat tadi, namun akhirnya toh gagal juga di tengah jalan karena tidak mampu lagi melansir tenaga dalamnya untuk menyambung kekuatan pondasi yang diperlukan dalam melancarkan ilmu pedang yang tiada taranya ini.

Terdengar Jing-san-khek membuka suara, katanya kepada Hun Thian-hi, "Tahukah kau dimana letak kelemahan sendiri?"

Hun Thian-hi tenggelam dalam pikirannya, tiba ia berlutut dan menyembah, serunya, "Harap Cianpwe suka memberi petunjuk!"

Badik Buntung - Chin TungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang