41. Penyamaran di Thian-bi-kok

2.4K 44 2
                                    

Belum lagi Thian-hi sempat menjawab, dari samping Siau-hou sudah menyela dengan suara keras, "Kenapa ayah perlu tanya lagi, tentu dia mengatakan tidur nyenyak sekali."

"Hus, bocah kecil sembarangan omong!" segera Ma Bong-hwi membentak anaknya.

Thian-hi mandah tertawa tawar saja tanpa bersuara.

Siau-hou berkata lagi, "Ayah! Pak guru pintar meniup seruling, suruh dia mengajar aku. Aku tidak mau belajar membaca."

Ma Bong-hwi pelototi Siau-hou lalu berkata kepada Hun Thian-hi, "Kau bawa sebatang seruling, tentu kau pandai meniupnya, kalau ada tempo tiada halangannya kau ajarkan Siau-hou."

Hun Thian-hi tersenyum, jawabnya, "Seruling ini kuperoleh dari seorang Cianpwe sebagai tanda kenangan. Aku sendiri tidak begitu baik meniupnya, digantung disini juga sebagai perhiasan saja!"

"Pak, guru!" seru Siau-hou sambil berlari ke depan Hun Thian-hi, "bolehkah pinjam lihat serulingmu ini?"

Hun Thian-hi tanggalkan serulingnya lalu diberikan kepada Siau-hou, dengan seksama Siau-hou membolak-balik dengan semaunya, katanya, "Bagus sekali! Bolehkah kuperlihatkan kepada bibiku?"

"Siau-hou," segera Ma Bong-hwi membentak, "lekas kembalikan, mana boleh begitu nakal."

Dengan cemberut dan monyongkan mulut Ma Siau-hou angsurkan kembali seruling itu kepada Thian-hi.

Ma Bong-hwi berkata lagi, "Aku akan berlatih silat kesana dengan Siau-hou, silakan kau jalan-jalan dalam taman bunga ini."

Thian-hi manggut sambil mengiakan, mengantar Ma Bong-hwi dan putranya pergi jauh dengan pandangan mendelong, dalam hati ia membatin, 'bocah ini sungguh binal dan susah dilayani.'

Hun Thian-hi tak punya selera jalan-jalan lagi, setelah berputar rada jauh lalu kembali ke kamarnya. Setelah makan pagi, tampak Ma Siau-hou berlari datang, tangannya menjinjing sebatang seruling kehitaman terbuat dari besi.

Begitu masuk pintu Ma Siau-hou lantas berlari duduk di atas sebuah kursi bundar katanya tertawa kepada Thian-hi, "Kau boleh mulai ajarkan aku meniup seruling. Baru saja kutemukan. seruling ini!"

Hun Thian-hi mengerut kening, katanya, "Baik! Lagu apa yang suka kau pelajari?"

Ma Siau-hou berpikir sambil miringkan kepalanya, pikir punya pikir akhirnya ia berkata, "Aku juga tidak tahu, lagu apa yang sering dipetik oleh bibi." Berhenti sebentar lalu melanjutkan sambil loncat berdiri, "Kau tunggu sebentar, ada sejilid buku musik, biar kuambil kemari." Habis berkata lalu berlari-lari pergi.

Thian-hi jadi berpikir cara bagaimana baru ia berhasil memberi pelajaran kepada Ma Siau-hou, tak lama kemudian Ma Siau-hou memburu tiba pula serta berseru kepada Thian-hi, "Coba lihat, kubawa kemari!"

Begitu melihat buku yang dibawa Ma Siau-hou itu kontan berubah air muka Hun Thian-hi. Buku musik yang tipis dan sudah tua itu di atas sampulnya ada tertera tulisan yang berbunyi, "Tay-seng-ci-lao." (Lagu Sempurna Abadi).

Hun Thian-hi adalah murid Lam-siau (Seruling Selatan), aliran Lam-siau dapat menggetarkan Bulim lantaran ilmu pelajaran Thian-liong-cit-sek dan Siau-im-pit-hiat, terutama pelajaran menutuk jalan darah menggunakan gelombang irama serulingnya ini. Sudah tentu hasil pelajaran yang sempurna ini membuat Hun Thian-hi tambah luas dan dalam mengenai pengetahuan musik.

Waktu mulai terjun kedunia persilatan ia sudah menggemparkan Kang-ouw karena berhasil menutuk roboh begitu banyak gembong silat ternama. 

Namun sejak itu tiada kesempatan menggunakan lagi, sebab setiap musuh yang dijumpai belakangan Lwekangnya semua cukup tinggi dan lebih lihay dari kemampuannya.

Badik Buntung - Chin TungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang