32. Perjalanan ke Thian-san!

2.4K 51 0
                                    

Mendengar derap langkah kuda di belakangnya orang itu memoleh, jelas sekali dia bukan lain, adalah Sutouw Ci-ko. Dia menunggang seekor kuda warna coklat, tengah berlari-lari kecil ke arah depan.

Sekejap saja Thian-hi sudah menyusul tiba, tanpa merasa mereka tertawa saling berpandangan, sesaat kemudian baru Sutouw Ci-ko buka suara, "Bagaimana kau ini? Bukankah kau menuju ke Bu-la-si? Disana tiada seorang pun yang berani mengganggu usik padamu, kenapa kau gelandangan disini?"

"Tak nyana bisa jumpa dengan kau di tengah jalan," kata Hun Thian-hi tertawa, "Aku mendapat sebuah tugas dari seseorang untuk ke Thian-san mencari Hwi-king Lojin!"

Sutouw Ci-ko kejut-kejut girang, serunya, "Kau mencari Hwi-king Lojin, sungguh kebetulan, Hwi-king Lojin bersemayam bersama guruku, sama berdiam di puncak utara Thian-san, mereka berdua yang satu tinggal di timur danau yang lain di sebelah barat. Untuk keperluan apa kau mencari beliau?"

Thian-hi tertawa-tawa, setelah rada sangsi ia menjawab, "Ada sedikit keperluan akan minta bantuannya!" Lalu ia ceritakan pengalamannya di Bu-la-si kepada Sutouw Ci-ko.

Sutouw Ci-ko menghirup hawa, ujarnya tersenyum, "Sungguh aku turut senang bagi kau!"

Thian-hi merasakan hatinya menjadi hangat, pedang dikembalikan kepada Sutouw Ci-ko serta katanya, "Pedang ini milikmu, sekarang aku sudah punya gaman, pedang ini lebih baik kukembalikan saja."

Sutouw Ci-ko menatap tajam, akhirnya menjawab, "Untuk pedang ini kuterima kembali. Tapi kuda putih jangan kau kembalikan juga kepada aku!"

Begitulah untuk selanjutnya mereka berkawan melanjutkan ke arah tujuan yang sama, sepanjang jalan ini riang gembira, hubungan mereka menjadi semakin kental. Sambil mendongak Sutouw Ci-ko berkata, "Sungguh aku kepingin punya adik semacam kau." Lalu ia berpaling memandang Thian-hi, tanyanya, "Apakah kau suka punya cici macamku ini?"

"Sudah tentu aku sangat senang," Thian-hi tersipu-sipu.

"Kalau begitu selanjutnya kau jadi adikku saja ya?"

Thian-hi manggut.

"Adik Thian-hi!" teriak Sutouw Ci-ko dengan riangnya.

Thian-hi mengiakan.

Kata Sutouw Ci-ko dengan berseri, "Setelah sampai di padang rumput, akan kukenalkan kau kepada sahabatku disana, inilah adikku Hun Thian-hi, tentu mereka akan kagum dan ketarik pada kau!" Begitulah sambil bersendau gurau mereka maju terus.

Sutouw Ci-ko dibesarkan di daerah padang rumput, tehnik menunggang kudanya jauh lebih pandai. Meski kuda yang ditunggangi Thian-hi kuda jempolan, dia harus kerahkan tenaga dan segala daya upayanya baru berhasil menyandak. Akhirnya mereka larikan kudanya berendeng dan pelan-pelan!

Entah berapa lama sudah mereka tempuh perjalanan, sekonyong-konyong pandangan Sutouw Ci-ko terlongong melihat seseorang dikejauhan sana. Thian-hi berpaling ikut memandang kesana, jauh di sebelah sana tampak seorang pemuda yang mengenakan pakaian perlente, menunggang kuda menghampiri ke arah mereka, kudanya berlari pelan-pelan.

Berubah ai rmuka Sutouw Ci-ko, hilang seri tawanya, katanya kepada Hun Thian-hi. "Dia itulah Kim-i-kiam-khek adanya!'

Sementara itu, tunggangan Kim-i-kiam-khek sudah mendekat, dengan berseri tawa ia berkata kepada Sutouw Ci-ko, "Sudah lama aku tak jumpa kau. Apakah kau baik-baik selama ini?" Lalu dengan lirikan ujung matanya ia pandang kepada Hun Thian-hi.

Dengan seksama Thian-hi amat-amati Kim-i-kiam-khek ini, usianya kira-kira tujuh delapan likuran. Tapi dari apa yang pernah didengar dari penuturan SutoUw Ci-ko orang ini berhati culas, banyak tipu daya serta licik, sunguh sukar diraba.

Badik Buntung - Chin TungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang