18. Tuduhan Pembunuh Giok-yap Cinjin

2.9K 54 1
                                    

Begitu kedua pukulan saling bentrok, seketika berubah rona wajah Hun Thian-hi, terasa telapak tangannya panas sekali seperti dibakar dalam bara, begitu saling sentuh lantas seluruh lengannya pati rasa.

Orang berkedok itu menjengek dingin, tangan kanannya terulur cepat sekali menyengkeram ke tangan kanan Thian-hi yang memegang Badik Buntung.

Thian-hi mengertak gigi, dengan nekad ia ayun tangannya melancarkan jurus Gelombang perak mengalun berderai mendesak mundur lawannya.

Melihat muka Thian-hi yang tidak wajar, Kim Poan-long menjadi gelisah, tanyanya gugup, "Hun-siauhiap, kenapa kau?"

"Tidak apa-apa," sahut Thian-hi sambil menarik lengan kirinya yang sudah kejang.

Kedua orang berkedok saling berkedip memberi isyarat lalu mulai bergerak lagi menyerang dengan tekanan lebih besar kepada Hun Thian-hi dan Kim Poan-long.

Luka-luka Thian-hi cukup berat, namun ia bertahan sekuat tenaga, melihat musuh menyerbu lagi, dia tahu Kim Poan-long tentu tak kuat bertahan, dengan menghardik keras ia menjepit perut kudanya, tubuhnya mencelat tinggi ia atas terbang lempang ke depan sembari lancarkan Tam-lian-hun-in-hap, inilah jurus kedua dari Gin-ho-sam-sek yang hebat itu, seketika terlihat cahaya hijau pupus berkembang melebar terus menungkrup ke arah kedua musuh berkedok.

Agaknya kedua orang berkedok cukup tahu betapa hebat serangan ini, cepat-cepat mereka melompat mundur jumpalitan.

Lengan kiri Thian-hi terasa panas dan tak tertahan lagi ia insaf semakin lama bertempur tentu dirinya takkan kuat bertahan, maka setelah dengan aksinya ini, ia obat-abitkan Badik Buntungnya lalu jumpalitan turun di atas pelana kudanya kembali, begitu menggertak kudanya lantas dicongklang kencang menerjang maju.

Melihat musuh hendak lari, kedua orang berkedok menjadi gugup, cepat-cepat mereka berdiri kembali sambil pasang kuda-kuda sembari berteriak panjang empat telapak tangan mereka bekerja bersama memukul ke depan, kontan kedua kuda tunggangan Thian-hi tersentak naik ke atas dan berbenger panjang terus roboh terkapar tak bergerak lagi.

Begitu melihat gaya serangan kedua musuh Ki-hian Lojin lantas berteriak kaget, "Siau........" salah seorang berkedok tampak menerjang secepat kilat, sebelah tangannya telak sekali menepuk ke dada Kim Poan-long, terdengar Ki-thian Lojin menjerit ngeri terus robah terjengkang.

Saat mana Thian-hi sudah berhasil menerjang lewat dari samping serta mendengar jerit Kim Poan-long yang menggiriskan itu, kejutnya bukan kepalang, cepat-cepat ia putar balik hendak menolong tapi sudah terlambat.

Keruan Hun Thian-hi menjadi berang, seperti banteng ketaton segera ia obat-abitkan Badik Buntung sekencang-kencangnya, maksudnya hendak mendesak dan merobohkan kedua musuhnya berkedok, tapi kepandaian kedua orang berkedok ternyata juga tidak lemah, enteng sekali mereka melesat mundur terus putar tubuh melarikan diri.

Hun Thian-hi melompat mengejar, kira-kira puluhan tombak kemudian seluruh mukanya sudah basah kujup oleh keringat sendiri. Bukan lari terus sebaliknya kedua musuh berkedok itu malah putar balik, Thian-hi harus kertak gigi sambil menerjang musuhnya, dimana Badik Buntung berkelebat ia kembangkan Gelombang perak mengalun berderai menyerang dengan kalap.

Kedua musuh berkedok melompat berpencar meluputkan diri, dari dua jurusan ini mereka angkat tangan balas menyerang kepada Hun Thian-hi.

Begitu melancarkan serangan pertama lantas Thian-hi merasa tenaga dalamnya rada macet tak kuat bersambung lagi, sudah tentu kejutnya sepeti disengat kala, keringat dingin mengalir keluar, pikiran otaknya menjadi rada terang. Cepat ia dapat menyadari situasi yang tidak menguntungkan dirinya ini, diam-diam ia berpikir, "Cara mengadu jiwa begini, mungkin aku sendiri bakal konyol sebelum dapat menuntut balas."

Badik Buntung - Chin TungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang