82. Perebutan Ni-hay-ki-tin

2.2K 46 0
                                    

Tok-sim-sin-mo mengawasi Hun Thian-hi dengan cermat, dalam hati ia mereka-reka, apakah kata-kata Hun Thian-hi betul-betul berani dilaksanakan ataukah melulu gertakan sambel belaka? Kalau dirinya mengukuhi dan tak mau mengalah, apakah dia bakal berlaku nekad tanpa memikirkan akibatnya? Dia tenggelam dalam pemikiran dan pertimbangan, soalnya gebrak selanjutnya merupakan langkah yang menentukan bagi mati hidupnya.

Sementara Hun Thian-hi sendiri juga sedang menerawang, entah apa yang sedang dipikirkan oleh Tok-sim-sin-mo, akhirnya ia bersuara, "Suheng Ka-yap Cuncia yang bergelar Ah-lam Cuncia sekarang sudah muncul, ilmu silatnya pun sudah pulih kembali, kau tak usah menguatirkan aku tiada seorang yang dapat menguasai Bu Bing Loni, bila Ah-lam Cuncia sudi mengulurkan tangannya, dua orang Bu Bing Loni juga tidak perlu ditakuti lagi!"

Bercekat hati Tok-sim-sin-mo, sedapat mungkin ia tekan gejolak hatinya supaya tidak sampai kentara pada roma wajahnya, ia berpikir sekarang tinggal beberapa langkah permainan caturku saja bila terus kujalankan, dunia persilatan bakal geger, soalnya cara bagaimana ia bisa keluar dengan selamat dan tidak kurang suatu apa.

Teringat akan langkah-langkah permainannya Tok-sim-sin-mo jadi menyesal, kenapa ia pancing Hun Thian-hi ke tempat Pek-tok Lojin, sekarang segala rencananya semula gagal total malah. Begitulah ia berpikir-pikir, mendadak ia tersentak sadar kenapa aku berpikiran tidak karuan, yang penting bagaimana aku harus menghadapi kenyataan di hadapanku ini?

Maka ia angkat kepala meanandang ke arah Hun Thian-hi, Katanya kalem, "Kalau begitu bila kulepas kau, bukankah keselamatan jiwaku malah terancam bahaya?"

"Lalu bagaimana menurut kemauanmu?"

"Kau seorang tokoh Bulim kelas wahid, demikianlah aku pula, mari jadikan pertukaran antara aku dan kau saja, akan kuantar kau keluar dari Jian-hud-tong!"

"Demikian saja?" ejek Hun Thian-hi. "Umpama usulmu ini kuterima, apakah kau tidak beranggapan tindakanmu ini malah lebih menguntungkan bagi aku?"

Tok-sim-sin-mo terbungkam, diam-diam ia mengakui akan kecerdikan Hun Thian-hi, sungguh ia merasa kaget dan heran akan diplomasi Hun Thian-hi yang cukup lihay ini, sesaat ia menjadi terbungkam tak kuasa menjawab.

Hun Thian-hi menarik muka lalu melanjutkan, "Menguntungkan bagi aku, tapi sangat tidak adil bagi mereka bertiga!" — Lalu ia tuding ke arah Pek-tok Lojin, sambungnya, "Bila kau bikin dia gusar, lalu menyerang pula kepada kau aku yakin kau bakal konyol pada detik-detik yang mendatang!" ia menyeringai dingin dan sinis, katanya pula, "Kalau begitu bukankah kau terlebih rendah menilai dirimu sendiri?"

"Agaknya kau tidak sudi gugur bersama, marilah kita cari jalan atau penyelesaian lainnya. Marilah kita bicara terus terang dan sebelumnya perlu kutandaskan bila mau kulepas paling banyak cukup dua orang saja, yaitu kau dan Pek-tok Coh Jian-jo berdua harus tetap tinggal disini, aku masih memerlukan tenaga mereka."

Hun Thian-hi tertawa besar serunya, "Sungguh menggelikan ucapanmu ini, kalau begitu kami menjadi kena dirugikan seorang, tadi bila kami bertiga tidak muncul kemari bagaimana kau selanjutnya?"

"Bicaramu jangan begitu muluk-muluk, seumpama kalian tidak kemari, betapapun tidak mungkin kalian bisa keluar dengan selamat dari gua ini, apa lagi bertiga!"

"Belum tentu, aku mampu menolongnya keluar sudah tentu aku punya caraku untuk mengantarnya keluar!"

Tok-sim-sin-mo terdiam lagi, dalam hati ia sudah berkeputusan untuk bertindak menurut rencananya, kalau tidak ia bakal kehilangan segala miliknya. Andai itu sampai terjadi sungguh merupakan suatu hal yang luar biasa.

Hun Thian-hi tertawa tawar pula, katanya, "Kenyataan aku telah muncul bersama, malah terkurung di dalam kamar batu ini, tujuanku kemari demi tolong Coh Jian-jo tapi tidak berhasil. Musuh sasaran yang utama adalah aku, menurut hematku biarlah aku saja yang tinggal disini dan biarkan mereka bertiga keluar, bagaimana?"

Badik Buntung - Chin TungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang