74. Penyesalan Kesalahan Tangan

2.3K 46 1
                                    

Tergerak hatinya, "jangan harap kau dapat mengelabui aku, baik biarlah kucoba isi hatinya." segera ia bertanya, "Siau-suhu! Begitu cepat kau dapat menyusul kemari dari Thay-san yang begitu jauh!" Setelah mengajukan pertanyaan ini hatinya berpikir, 'coba kulihat cara bagaimana ia menjawab pertanyaanku ini, dari jawabannya akan kuketahui siapa kau sebenarnya!'

Orang itu agaknya melengak, sahutnya, "Hun-sicu, apa yang kau tanyakan?"

Hun Thian-hi menyedot napas, pikirnya, "Sebenarnya Hwesio Jenaka atau Mo-bin Suseng kah orang ini?" Terpaksa ia bertanya pula, "Kenapa Siau-suhu menyusul kemari pula dari Thay-san?" dengan lekat ia awasi perubahan air muka orang...... pikirnya, betapapun licik kau akan kukenali siapa kau sebenarnya.

Ingin Hun Thian-hi coba mencari tahu siapakah orang dihadapannya ini, Hwesio Jenaka asli atau Mo-bin Suseng? Maka ia ajukan pertanyaannya pula, "Siau-suhu, bukankah kau berada di Thay-san? Kenapa menyusul kemari pula?"

Sejenak orang itu tertegun. sahutnya, "Apa katamu?"

Berkilat sorot mata Hun Thian-hi, ia ulangi pertanyaannya.

Orang itu tertawa, sahutnya, "Kudengar katanya Mo-bin Suseng hendak kemari, maka cepat-cepat aku susul kemari!"

Mendengar jawaban orang Thian-hi membatin pula, "Pintar kau main pura-pura, meski Hwesio Jenaka menanam budi sedalam lautan padaku, terpaksa kebaikannya itu kubalas kelak kemudian hari. Kalau kau ingin lolos dari tanganku, mungkin kau sedang mimpi!"

Ujung mulutnya mengulum senyum dingin, pelan-pelan ia maju menghampiri ke depan Mo-bin Suseng, mulutnya pun berkata, "Sungguh cepat langkah Siau-suhu!"

Agaknya Mo-bin Suseng dirundung persoalan lain, ia berpaling terlongong ke arah hutan lebat di belakang sana, mulutnya pun bersuara, "Urusan ini cukup serius, sudah tentu harus kususul secepatnya?"

Setelah berada di depan Mo-bin Suseng, tangan kanan Hun Thian-hi meraba seruling di pinggangnya, katanya dingin, "Siau-suhu! Apakah kau langsung menyusul kemari dari Thay-san?"

Mo-bin Suseng tertawa, katanya, "Hun sicu! Ada sebuah hal perlu kuberitahukan kepada kau!"

Menghadapi Mo-bin Suseng dendam kesumat bertahun-tahun yang mengeram dalam rongga dada Hun Thian-hi seketika bergolak seperti api membara. Tapi bagaimana juga ia masih rada gentar menghadapi Mo-bin Suseng musuh besar yang belum pernah dilihatnya ini. Betapa licik dan jahat tipu daya Mo-bin Suseng ia tahu dengan jelas, sekarang ia tidak boleh memberi kesempatan pula pada orang untuk melaksanakan muslihatnya.

Dia sudah tidak kuat menahan sabar lagi, kalau ia tahu apa akibatnya bagi diri sendiri bila ia terlambat turun tangan. Dia belum tahu bagaimana kepandaian silat Mo-bin Suseng, bila sekali sergap tidak berhasil pasti sulitlah dibayangkan bagaimana nanti kesudahannya.

Pikiran ini secepat kilat berkelebat dalam benaknya, serta merta ia menjengek dingin dan tertawa terkial-kial, serunya, "Mo-bin Suseng, kembalikanlah jiwa orang-orang yang menjadi korban keganasanmu dulu!" — seiring dengan bentakannya seruling di tangannya sudah teracung tinggi melancarkan Wi-thian-chit-ciat-sek menyerang Mo-bin Suseng.

Sekilas tampak sorot mata Mo-bin Suseng mengunjuk rasa takut dan heran yang aneh, mulutnya sudah bergerak hendak bicara, tapi rangsakan jurus Wi-thian-chit-ciat-sek yang hebat itu sudah melandai tiba. Sekuat tenaga ia jejakkan kakinya melompat mundur jumpalitan, berbareng kedua telapak tangannya berputar menepuk ke atas menyongsong ke arah gelombang tekanan serangan Hun Thian-hi.

Namun betapa hebat dan dahsyat kekuatan serangan Wi-thian-chit-ciat-sek ini, menghadapi musuh besar pula sudah tentu Hun Thian-hi menyerang dengan sekuat tenaga. Bagaimana cepat dan gesit Mo-bin Suseng berusaha berkelit atau menghindar diri, tak urung ia terpental juga oleh terjangan tenaga dahsyat bagai gugur gunung yang menerpa datang, terdengar mulutnya menguak seperti babi disembelih.

Badik Buntung - Chin TungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang