Melihat sikap murung Thian-hi, Ma Bong-hwi menjadi heran. Dari kamar sebelah berjalan keluar seorang gadis, waktu Thian-hi angkat kepala seketika ia berdiri kesima, gadis ini begitu cantik rupawan lagi, seumpama dibanding dengan Ham Gwat juga tidak kalah ayunya.
Kalau mimik wajah Ham Gwat selalu kaku dingin tanpa expresi sebaliknya gadis di depannya ini bermuka merah jengah laksana buah Tho yang sedang masak. Melihat Thian-hi memandang kesima pada dirinya, tersipu-sipu ia menunduk malu.
Mendadak Thian-hi sadar akan sikapnya yang kurang hormat, cepat-cepat ia menundukkan kepala.
Ma Bong-hwi bergelak tawa, ganti berganti ia pandang mereka berdua, katanya, "Inilah adikku Ma Gwat-sian!" ~ Gwat-sian berarti dewi bulan.
Dengan tertawa malu-malu Ma Gwat-sian bersuara, "Laguku tadi tentu mengotori pendengaran Sianseng belaka."
"Petikan harpa Ma-siocia mungkin tiada bandingannya di kolong langit ini," demikian puji Thian-hi. "Sebagai orang biasa, dapat mendengar irama dewa sungguh bahagia selama hidup ini."
Ma Gwat-sian tersenyum lebar.
Thian-hi menghela napas, katanya, "Kita hanya bertiga disini, selanjutnya akupun tidak perlu menyembunyikan diri lagi. Tapi aku sudah berjanji kepada orang supaya orang lain tidak tahu bahwa aku pandai main silat. Harap kalian suka merahasiakan."
"Soal yang kuhadapi ini betapapun harus Sianseng bantu membereskan," demikian mohon Ma Bong-hwi sekali lagi, "Mengandal ilmu silat Sianseng, tanggung segampang membalikkan tangan saja. Sudah tentu kita tidak akan membuka rahasia Sianseng pandai main silat. Persoalan itu sendiri pun juga tetap dapat dirahasiakan."
Ma Gwat-sian pandang Thian-hi dengan rasa menyesal dan minta maaf. Thian-hi maklum dan manggut-manggut. Ma Bong-hwi menjadi kegirangan, segera ia menceritakan sebuah peristiwa besar yang sangat mengejutkan.
Kata Ma Bong-hwi, "Belakangan ini gudang istana sering kebobolan, setiap kehilangan benda pusaka, tentu terlebih dulu mendapat pemberitahuan, namun siapakah pencurinya selama ini sulit dapat meringkusnya. Tan-siangkok memberi lapor kepada sang Baginda bahwa aku dapat membongkar perkara pencurian ini. Tapi kemaren telah hilang pula sebuah pusaka, kali ini yang dicuri adalah cap kerajaan."
"O," Thian-hi mengiakan lalu bertanya, "Biasanya bagaimana hubungan Ma-ciangkun dengan Tan-siangkok? Entah bagaimana pula karakternya?"
"Bicara terus terang," ujar Ma Bong-hwi sembari menghela napas, "Kesanku terlalu jelek kepadanya, dia terlalu mengumbar putra dan para centengnya. Dia sangat benci kepadaku katanya aku terlalu suka banyak urusan, mencampuri sepak terjang keluarganya."
Hun Thian-hi merenung sesaat kemudian lalu bertanya lagi, "Bagaimana karakter Tan-siangkok?"
Ma Bong-hwi pandang Thian-hi dengan perasaan heran, mengapa dia tidak mengetahui, setelah beragu akhirnya ia berkata, "Umumnya masyarakat berkesan terlalu buruk terhadap dia. Dia memegang tampuk pimpinan dan kekuasaan negara, kecuali Ing-ciangkun di Thian-seng dan aku, seluruh kerabat di istana raja boleh dikata hampir seluruhnya menjadi penyanjungnya."
"Toako," tiba-tiba Ma Gwat-sian menyela, "Apa kau melupakan Toh-ciatsu?"
"Benar, benar," ujar Ma Bong-hwi tersenyum, "Kenapa aku melupakan dia, Toh-ciatsu justru menjadi lawan Tan-siangkok yang sembabat, setiap kali Tan-siangkok menjalani kesalahan pasti dialah pertama kali yang tampil ke depan mencercahnya."
Thian-hi manggut-manggut, samar-samar ia dapat meraba bahwa urusan ini tentu punya sangkut paut dengan Tan-siangkok, kenapa pula Tan-siangkok menunjuk kepada Ma Bong-hwi? Segera ia bertanya, "Siapakah sebetulnya yang berkuasa di gudang istana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Badik Buntung - Chin Tung
Phiêu lưuAwalnya hendak meminta Badik Buntung, senjata peninggalan dari orang tuanya yang telah meninggal kepada seorang teman ayahnya membuat Hun Thian Hi menjadi musuh Rimba Persilatan. Tanpa sengaja menerima sebuah ilmu sesat dari seorang tokoh Iblis memb...