Thian-hi menghela napas tanpa bicara. Sungguh ia sangat kejut akan kepandaian Ciang-ho-it-kaoy yang begitu lihay dan tinggi, hatinya dirundung pertanyaan mengapa Buah ajaib yang merupakan benda mujarab, sebanyak enam buah tertelan ke dalam perutnya tidak pernah menunjukkan keampuhannya? Jelas dirinya segera bakal dibunuh oleh Cukat Tam.
Terdengar Gwat Long dan Sing Poh menghasut lagi dari samping, "Cukat Cianpwe, lekas bunuh!"
Ciang-ho-it-koay masih ingin bertanya beberapa persoalan dengan Thian-hi, dengan sikap dingin ia berpaling serta dengusnya, "Kenapa kalian berdua begitu ingin membunuhnya. Apakah kalian tahu kenapa ia membunuh guru kalian?"
Gwat Long dan Sing Poh tergagap tak mampu buka suara, akhirnya Gwat Long menjawab tersendat, "Hun Thian-hi cukup licik dan licin, kita......"
"Kalian tak perlu banyak cerewet!" bentak Ciang-ho-it-koay. Lalu ia berpaling lagi ke arah Thian-hi, tanyanya, "Kenapa kau bunuh Giok-yap Cinjin, apa di antara kalian punya dendam permusuhan?"
Hun Thian-hi tertawa ewa, sahutnya, "Kau tak perlu banyak tanya lagi."
Tiba-tiba Ciang-ho-it-koay bergerak begitu cepat sampai jak bisa diikuti pandangan mata tahu-tahu ia sudah menekan punggung Thian-hi, ancamnya, "Bagaimana! Kau mau bicara tidak?"
Hun Thian-hi pejamkan mata tanpa bersuara, ia insaf bahwa jiwanya hanya tergantung dalam satu dua detik saja, gelombang pikiran kenangan lama terbayang dalam benaknya. Mendadak ia seperti mendengar petuah Thian-cwan Taysu,
"Sekarang Siau-sicu tengah terfitnah dan penasaran, hanya bersabarlah baru kau dapat mencuci diri, hanya bersabar baru kau akan berhasil menuntut balas bagi sakit hati ayahmu, hanya kesabaranlah yang tidak akan menyia-nyiakan harapan besar Soat-san-su-gou berempat terhadap dirimu!" — tersentak hatinya, samar-samar seperti terlihat sebuah wajah buram tengah tertawa kepada dirinya.
Sanubari Hun Thian-hi tengah bergolak, terpikir olehnya dengan cara kematiannya ini hanya meninggalkan buah tertawaan orang saja, terasa olehnya bahwa Mo-bin Suseng saat mana tengah tertawa lebar.
Melihat Thian-hi tegak tak bergeming, Ciang-ho-it-koay menjadi kewalahan, katanya, "Baik kau tak mau bicara aku pun tak perlu memaksa. Aku akan menyelenggarakan Bu-lim-tay-hwe, disaat itulah kujatuhkan hukuman mati kepada kau, akan kulihat apa kau tetap bandel."
Timbul harapan hidup Thian-hi, katanya membuka mata, "Cianpwe, aku punya sebuah cerita apa kau sudi mendengar?"
"Mana aku punya tempo mendengar ceritamu!"
"Benar! Cukat Cianpwe jangan sekali-kali tertipu oleh dia," Gwat Long dan Sing Poh tetap menghasut.
Cukat Tam melirik ke arah mereka, terlihat olehnya sikap dan mimik wajah mereka yang rada aneh, dengusnya berkata, "Kalian sangka aku bisa tertipu olehnya? Justru aku ingin mendengar." — lalu ia berkata kepada Thian-hi, "Coba kau mulai."
Terpaksa Gwa Long dan Sing Poh mandah gugup dalam hati. Jika Hun Thian-hi benar-benar menceritakan duduk perkara sebenarnya, mungkin siapapun paling tidak bakal percaya tiga bagian.
Sesaat Thian-hi termenung lalu berkata, "Itulah kisah tentang Badik Buntung, apakah Cianpwe tahu tentang Badik Buntung?"
"Katakan terus jangan bertanya kepada aku!" desak Ciang-ho-it-koay.
"Semua orang menyangka bahwa di dalam Badik Buntung itu ada tersembunyi rahasia Ni-hay-ki-tin, setiap orang ingin memiliki......"
Sambil mendengar cerita Thian-hi, Ciang-ho-it-koay melirik ke arah Gwat Long dan Sing Poh, dilihatnya rona wajah mereka yang tidak wajar, persoalan terbunuhnya Giok-yap Cinjin tentu punya latar belakang yang sulit dipecahkan, segera ia bertanya, "Sebetulnya cara bagaimana kematian guru kalian?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Badik Buntung - Chin Tung
AventuraAwalnya hendak meminta Badik Buntung, senjata peninggalan dari orang tuanya yang telah meninggal kepada seorang teman ayahnya membuat Hun Thian Hi menjadi musuh Rimba Persilatan. Tanpa sengaja menerima sebuah ilmu sesat dari seorang tokoh Iblis memb...