98. Guru dan Murid Menjadi Sandera

1.9K 28 1
                                    

Thian-hi dibesarkan di daerah Thian-lam, ia tahu bambu kuning jarang didapat di daerah selatan, bambu kuning yang umumnya tumbuh di laut kidul jauh lebih kuat dan keras punya daya pegas yang lebih besar pula dibanding bambu umumnya, sedemikian kerasnya tidak mudah dibacok kutung oleh alat senjata umumnya.

Beberapa kejap kemudian mereka sudah jauh menjelajah di dalam hutan bambu kuning itu. Lagi-lagi mereka dihalangi oleh batang-batang bambu yang malang melintang di tengah jalan dari kanan kiri, tapi batangan bambu kali ini tidak berserakan dan bertumpukan di tanah tapi sama meliuk ke tengah jalan dari kedua pinggir jalan.

Thian-hi mandah tersenyum ejek, segala muslihatmu, jangan harap dapat menghalangi perjalananku? Segera ia keprak kudanya menerjang ke depan, ia maklum akan kekuatan bambu kuning ini tapi ia percaya akan kepandaian sendiri, masa menyingkirkan bambu-bambu yang sepele ini tidak mampu, demikian batinnya.

Kuatir Tok-sim-sin-mo ada mengatur muslihat lain, Po-ci dan Ma Gwat-sian juga keprak kudanya mengintil di belakang Thian-hi. Baru saja Thian-hi kerahkan tenaga hendak memukul ke depan dengan kekuatan hantamannya menjjngkirkan bambu-bambu itu, tiba-tiba kuda tunggangannya meringkik keras, keruan kagetnya bukan kepalang, belum lagi ia menyadari apa yang sudah terjadi, kuda tunggangan Ma Gwat-sian dan Po-ci juga sama meringkik kesakitan terus roboh terjungkal, sudah tentu lebih kejut pula hatinya.

Tanpa menghiraukan segalanya tersipu-sipu Thian-hi memburu maju menolong Ma Gwat-sian. Maka terdengarlah gelak tawa yang lantang kumandang di dalam hutan, entah kapan Tok-sim-sin-mo sudah muncul pula di pinggir hutan.

Dengan teliti Thian-hi memeriksa ketiga kuda tunggangan mereka, kiranya masing-masing kakinya kena tertusuk duri2 yang amat tajam dan runcing, keruan bukan kepalang amarahnya, tiba-tiba ia jejakkan kakinya terus menerjang ke arah Tok-sim-sin-mo.

Kalau gerakan Thian-hi gesit tapi kaki Tok-sim-sin-mo pun tidak kalah cepatnya. menghilang ke dalam hutan. Hun Thian-hi meragu, kejar atau tidak, kalau kejar kuatirnya kena dipancing dan terjebak muslihat musuh, tapi kalau tidak membekuk Tok-sim-sin-mo rasa penasarannya tidaklah terlampias.

Rasa benci terhadap Tok-sim-sin-mo sampai ketulang sungsumnya, Tok-sim-sin-mo cuma seorang diri, kalau aku dapat selalu mengamati gerak geriknya masa mampu dia menjebak aku, apalagi kepandaian silat Po-ci juga sebagian besar sudah pulih kembali, agaknya ia cukup kuat bertahan beberapa kejap melawan Tok-sim-sin-mo. Dengan dasar pertimbangan ini Thian-hi tidak bimbang lagi, secepat kilat badannya melenting laksana anak panah menerjang ke dalam hutan.

Baru saja ia masuk tampak di sebelah kirinya berkelebat sebuah bayangan terus menghilang, Thian-hi tercengang, tiba-tiba sejalur angin keras menerjang ke arah dirinya, kiranya sebatang bambu yang meliuk sekarang membal lembang ke atas dan tepat menyapu kedua kaki Hun Thian-hi.

Untung Thian-hi cukup waspada sambil menggentak, kedua telapak tangannya, menepuk bersama dengan dilandasi kekuatan Pan-yok-hian-kang, alhasil usahanya dan malah menimbulkan samberan angin keras yang memberondong ke arah dirinya dari berbagai penjuru, kiranya banyak bambu-bambu yang membal bagaikan pegas sama bergoyang gontai menyabat ke arah dirinya bergantian.

Thian-hi insaf bahwa dirinya sudah terjebak masuk ke dalam tipu daya, Tok-sim-sin-mo yang licin. Sungguh ia menyesal kenapa begitu gegabah sembarangan bertindak sampai kena dipermainkan.

Hun Thian-hi menggembor sekeras-kerasnya, kaki tangannya bergerak bersama, menghantam dan menendang balik semua bambu-bambu yang menyerang dirinya, tapi ia merasakan betapa besar daya pegas bambu-bambu kuning yang besar-besar itu, kiranya tidak lebih rendah dari kekuatan pukulan seorang tokoh silat kelas tinggi.

Begitu terpental mundur bambu-bambu itu semakin keras pula daya pegasnya membal kembali, ciut nyali Thian-hi. Diam-diam ia mengumpat akan kebodohannya sendiri, kalau ia main kekerasan dirinya bakal mati konyol kehabisan tenaga, apalagi bambu kuning di sekitarnya tumbuh subur dan rapat sekali tiada jalan untuk lolos keluar.

Badik Buntung - Chin TungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang