95. Persaingan Dalam Asmara

1.5K 47 0
                                    

Goan Liong mendengus, sahutnya, "Justru watakku memang tidak sealim bibi!"

Biji mata Ah-lam Cuncia kelihatan berkilat memancarkan sinar terang. Hun Thian-hi mengawasinya diam-diam, ia tahu dari sorot mata Ah-lam Cuncia dapatlah diketahui bahwa perasaannya sedang bergejolak, kelihatan pula sikapnya yang tenang berusaha menekan dan mengendalikan perasaannya sendiri, dapat pula terasakan dari mimik wajahnya betapa derita sanubarinya, Thian-hi menjadi heran, kenapa sinar pancaran biji mata Ah-lam Cuncia menyorotkan cahaya gelap dan kabur, hal ini terlalu janggal bagi seorang tokoh silat macam Ah-lam Cuncia yang sudah punya dasar Lwekang yang kokoh dan dalam, sungguh ia tidak mengerti.

Goan Tiong tidak hiraukan Goan Liang lagi, katanya pada Ah-lam Cuncia, "Semua itu adalah kejadian yang sudah lampau, tidak perlu kami singgung dan ungkap-ungkap lagi, yang terang di antara kita tiada sesuatu hubungan yang mengikat, cuma ingin aku tanya pada kau, untuk apa pula kau sekarang datang kemari? Apakah mau memusuhi kami berdua?"

"Ah-lam Cuncia tertawa, ujarnya, "Sebenarnyalah aku tiada maksud demikian......"

"Kalau tidak bermaksud demikian boleh silahkan kau pergi secepatnya," demikian tukas Goan Liong yang aseran, "kalau tidak kami tidak akan bersikap sungkan-sungkan lagi terhadap kau, kami sama ratakan kau terhadap orang-orang lain yang menjadi musuh kami!"

"Goan Tiong," ujar Ah-lam Cuncia, "tidak patut kau bersikap begitu kasar, bila bibimu masih hidup beliau tidak akan membiarkan kau begini pongah. Ma Gwat-sian dan gurunya adalah ahli waris dari Tay-seng-ci-lou, mana boleh kau menyekap mereka? Untuk urusan inilah aku meluruk kemari!"

Goan Liong tetap bandel, dengan ejek dingin ia bertanya, "Konon kabarnya kau terkena bisa Ban-lian-ceng (muda abadi), kau berusaha mendapatkan kuda hijau untuk menemui Jeng-san-khek mohon petunjuk dan pengobatannya untuk menyambung jiwamu?"

"Kenapa begitu dipastikan?" sahut Ah-lam Cuncia tertawa getir, "Apakah Jeng-san-khek benar mampu memunahkan bisa Ban-lian-ceng itu? Kau harus tahu bahwa racun itu sudah enampuluh tahun mengeram dalam tubuhku!"

Goan Liong mengejek pula, "Aku tidak percaya, siapa tahu apa yang terpikir dalam benakmu!"

"Apa?" Goan Tiong berteriak kejut, "sudah enampuluh tahun lamanya kau terkena bisa Ban-lian-ceng itu?"

Segera Goan Liangpun merasakan sesuatu yang tidak beres, tanpa merasa ia bergidik dan merinding sendiri, sudah enampuluh tahun lamanya, jadi hal ini terjadi sepuluh tahun sebelum bibinya wafat, jadi jelaslah bukan Ah-lam Cuncia yang tidak menepati janji soalnya karena dia sudah keracunan Ban-lian-ceng itulah.

"Ya, sudah enampuluh tahun," Ah-lam Cuncia menjelaskan lebih lanjut, "Kalian tahu sejak dilahirkan aku sudah diambil murid oleh perguruan Thay-i-sin-ceng, tapi sampai duapuluh tahun kemudian baru aku diangkat sebagai murid secara resmi, maka meskipun Ka-yap terhitung lebih lama masuk perguruan, tapi dia terhitung menjadi suteku. Enampuluh tahun yang lalu karena persoalan dengan Sin-chiu-mo-kay itu, sehingga Suhu mangkat dan saat itu pula aku terkena bisa Ban-lian-ceng itu!" — ia coba tersenyum lagi, tapi mimik wajahnya kelihatan masam dan gelap.

Agaknya Goan Liang menjadi haru dan terketuk hatinya, sikapnya tidak sekasar tadi, katanya, "Paling tidak seharusnya kau kembali atau memberi kabar!"

Ah-lam Cun-cia memejamkan mata, ujarnya, "Sebelumnya aku tidak menduga urusan bakal berlarut sampai sedemikian jauh. Sebelum Suhu mangkat beliau mencukur gundul kepalaku dan minta aku berpikir masak-masak, tapi aku sudah berkeputusan dan aku berpendapat cuma jalan inilah yang harus kutempuh demi bibi kalian berdua, bahwasanya racun Ban-lian-ceng dalam tubuhku sudah mulai bekerja, jangan kata berjalan, bergerak saja aku tidak mampu, mana aku bisa kembali kesini."

Badik Buntung - Chin TungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang