73. Kembaran Tiga Mo-bin Suseng

2.4K 51 0
                                    

"Bila kau sudi membantu kami, itu berarti sudah menambal kekurangan itu!"

Coh Jian-jo tertawa ewa, katanya, "Apa gunanya kau tolong aku keluar? Setelah berada di luar, dalam tiga hari pasti aku bakal mampus, apa pula gunanya?"

Thian-hi terhenyak, pikirnya, "Kiranya begitu, Tok-sim-sin-mo pasti mencekoki semacam obat beracun padanya, obat pemunah Sutouw Ci-ko belum lagi dapat dicari, kecuali aku mendapatkan obat pemunah itu, tiada jalan lain untuk dapat melemaskan hatinya. Dalam waktu dekat ini terang tiada daya untuk menolong Coh Jian-jo keluar."

Coh Jian-jo masuk ke dalam kamar, tak lama kemudian keluar pula dengan membawa sebuah gergaji, panjang gergaji ini cuma satu kaki tapi mengkilap hitam agaknya terbuat dari Kiu-thian-ham-giok, tanpa banyak kata segera ia berkerja menggergaji sela-sela antara pintu besi dan batu karang itu, lalu tertawa berkata kepada Hun Thian-hi, "Sekarang kalian boleh tinggal pergi!" Lalu ia membalik tubuh masuk ke dalam pula......

Sekonyong-konyong teringat suatu hal oleh Thian-hi, cepat ia berseru keras, "Coh-cianpwe. harap tunggu sebentar!"

Coh Jian-jo merendek dan berpaling ke arah Hun Thian-hi, katanya, "Aku sendiri punya perhitunganku, kau tidak usah kuatir akan diriku, tak lama lagi kau akan tahu sendiri!"

"Bukan itu maksud saya," ujar Hun Thian-hi.

"Ada sebuah benda yang ingin kuperlihatkan kepada kau!"

Coh Jian-jo melenggong, tak tahu ia benda apa yang akan diperlihatkan kepadanya. Tampak Hun Thian-hi pelan-pelan merogoh keluar sarung Badik Buntung dari dalam bajunya terus diangsurkan kepada Coh Jian-jo.

Mengawasi, sarung Badik Buntung itu terpancar sorot aneh dan berkilat dari biji mata Coh Jian-jo, begitu kesima ia mengawasinya tanpa berkedip, akhirnya dia tertawa ujarnya, "Jadi sarung Badik Buntung berada di tangan Hun-siauhiap?"

Thian-hi manggut-manggut, sahutnya. "Wanpwe ada dengar kabarnya rahasia dari Ni-hay-ki-tin hanya Cianpwe seorang saja yang tahu, maka dengan lancang berani kukeluarkan sarung Badik Buntung ini mohon petunjuk. Ingin aku tahu mengapa kaum persiliatan sama ingin memperoleh Ni-hay-ki-tin itu?"

Coh Jian-jo tertawa tawar, katanya, "Mengenai soal itu, hakikatnya aku tidak tahu menahu mungkin Hun-siauhiap salah dengar dari obrolan orang yang suka membual!"

Tahu bahwa Coh Jian-jo segan membocorkan rahasia ini. Hun Thian-hi pun tertawa saja, katanya, "Sarung Badik Buntung ini tiada gunanya selalu ku bawa-bawa, harap Cianpwe suka menerimanya, mungkin jauh lebih selamat, bila selalu ku bawa-bawa." — Lalu ia berikan sarung Badik Buntung itu kepada Coh Jian-jo lalu menyeret tangan Su Giok-lan menerjang-keluar.

Sambil memegangi sarung Badik Buntung Coh Jian-jo terlogong di tempatnya, sesaat ia menjadi bingung apa yang harus dilakukan. Sungguh mimpi juga ia tidak mengira bahwa Hun Thian-hi sudi menyerahkan sarung Badik Buntung itu kepada dirinya.

Melihat Hun Thian-hi berdua hendak pergi, cepat Nyo Ceng berseru, "Hun tayhiap, di luar ada Biau-biau-cu berjaga, jangan Hun-siauhiap memandangnya terlalu enteng!"

"Blang" tanpa banyak pikir Hun Thian-hi tendang pintu besi itu hingga terpental ambruk. Ia insaf sepanjang jalan lorong-lorong ini pasti terpasang berbagai alat rahasia, yang berbahaya, bersama mengembangkan Ginkang Ling-khong-pu-si (berjalan di tengah udara) mereka berdua melesat keluar laksana anak panah.

Peringatan Nyo Ceng akan Biau-biau-cu yang berjaga di luar menimbulkan kewaspadaan Hun Thian-hi, karena Bu-ing-sin-sa atau pasir beracun tiada bayangan Biau-biau-cu merupakan kepandaian tunggal yang paling disegani juga di Bulim.

Begitu menerjang keluar dari kamar batu mereka melesat terus ke depan, beberapa jauh kemudian tiba-tiba di depan mereka tampak berdiri seorang Tosu tua, sekilas pandang lantas Thian-hi tahu, pasti dia itulah Biau-biau-cu, cepat ia melolos keluar serulingnya, bersama Su Giok-lan mereka menerjang terus ke depan.

Badik Buntung - Chin TungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang