81. Perang Dingin Urat Syaraf

2.2K 45 1
                                    

Karena adanya perhitungan ini, sambil menahan sakit ia menyedot napas lalu berseru tertawa, "Kalian berempat hari ini jangan harap dapat lolos dari kamar batu ini!" lalu ia mengumbar tawa gelak-gelak.

Hun Thian-hi mengawasi terus segala gerak-gerik lawan, ia tahu bahwa Tok-sim-sin-mo pasti terluka, entahlah berat atau ringan luka-lukanya itu, cara untuk dapat menyelamatkan diri cuma berusaha meringkus benggolannya ini dan dijadikan sandera baru mereka dapat melarikan diri.

Melihat Thian-hi mengamat-amati dirinya, rada bercekat Tok-sim-sin-mo, pelan-pelan kakinya bergerak menggelemet keluar, tiba-tiba ia mengulapkan tangan, memberi syarat kepada anak buahnya untuk mengepung dan meluruk ke arah mereka berempat.

Thian-hi kaget, sekarang ia yakin bahwa luka-luka Tok-sim-sin-mo pasti cukup parah kalau tidak masa dia nekad memberi perintah pada anak buahnya.

Dalam pada itu Bing-tiong-mo-tho dan lain-lain sudah menubruk tiba, kontan Hun Thian-hi merasa bila ia tidak segera mencegat jalan mundur dan berusaha meringkus musuh utama ini, keselamatan mereka bakal terancam bahaya, kecuali secara mengadu untung dapat membekuk Tok-sim-sin-mo sebagai sandera untuk lolos, tiada cara lain lagi.

Cepat ia mengerahkan hawa murni dari pusernya, mulut bersuit panjang, berbareng seruling jadenya terlolos keluar terus teracung miring ke depan melancarkan Wi-thian-chit-ciat-sek, tabir perak terpancar cemerlang dalam kamar batu itu terus menerjang ke arah Bing-tiong-mo-tho dan kawan-kawannya.

Memang tiada jalan lain kecuali tindakannya yang terpaksa ini, harapannya cuma begitu ia lancarkan Wi-thian-chit-ciat-sek, secepat itu pula Pek-tok Lojin dapat menyadari kemana tujuannya, disaat ia membendung serbuan dari luar, dengan kesempatan ini Pek-tok Lojin harus melaksanakan tugasnya membekuk Tok-sim-sin-mo, inilah jalan yang paling sempurna untuk mereka berempat lolos.

Bing-tiong-mo-tho dan kawan-kawannya bukanlah lawan lemah. Sebelum Hun Thian-hi melancarkan serangannya, mereka sudah sama-sama melolos senjata, serempak sinar pedang berkelebat gemerlapan, kekuatan bergabung membendung serangan Hun Thian-hi yang hebat itu.

Dalam detik-detik yang sangat berharga itu, dalam waktu dekat Pek-tok Lojin tidak bisa menyimpulkan kemana tujuan Hun Thian-hi sebenarnya, sambil menggerung keras ia melejit ke tengah udara terus menerjang ke arah pintu, niatnya membantu Hun Thian-hi namun di tengah jalan lantas ia sadar akan kesalahannya bertindak, cepat ia menekuk tubuh dan mencelat balik.

Dilain pihak begitu melihat Hun Thian-hi melancarkan serangannya yang hebat itu lantas Tok-sim-sin-mo dapat meraba kemana tujuan Thian-hi sebenarnya, dasar cerdik sekilas berpikir saja lantas ia mendapat akal, tidak lari keluar sebaliknya ia menubruk ke arah Coh Jian-jo yang masih berpelukan dengan cucunya.

Sudah tentu Pek-tok Lojin menjadi kaget luar biasa, sungguh hatinya menyesal akan tindakannya yang salah langkah, kenapa tidak sejak tadi meringkus Tok-sim-sin mo saja.

Ternyata Tok-sim-sin-mo dapat bertindak selangkah lebih cepat, dimana tangannya meraih, Coh Jian-jo beserta cucunya kena diseret mepet dinding, dengan menyeringai ia berkata pada Pek-tok Lojin, "Berani kau maju selangkah kedua orang ini akan melayang jiwanya!"

Yang paling terkejut mendengar ancaman ini adalah Hun Thian-hi, ia mengeluh bahwa usahanya ternyata gagal di tengah jalan. Coh Jian-jo jatuh ke tangan musuh, apakah mereka berdua harus menyerah dan terima diringkus pula?

Apalagi saat mana ia tengah menghadapi tekanan kekuatan besar dari sekelilingnya, setiap kali Wi-thian-chit-ciat-sek dikembangkan, cukup dalam pergeseran gerak serulingnya dalam jarak beberapa mili saja menyalurkan seluruh kekuatan Lwekangnya untuk menyerang musuh, tapi sekarang ia menghadapi tekanan gabungan dari para musuhnya yang teramat hebat dan kuat, sehingga tekanan yang hebat ini menyulitkan dirinya sampai Wi-thian-chit-ciat-sek sulit dikembangkan lebih lanjut.

Badik Buntung - Chin TungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang