91. Kita Tidak Mengundang Kamu!

2.2K 45 1
                                    

Semangat dan nyali Thian-hi semakin besar, dengan tak kalah dinginnya iapun balas menjengek, "Begitukah sangkamu? Yang terdahulu memang aku merasa di luar dugaan, tapi untuk selanjutnya justru kau sendirilah yang bakal merasa di luar dugaan!"

Sin-jiu-mo-ih mengunjuk tawa sinisnya, tangannya mengulap ke belakang, dari dalam hutan pelan-pelan berjalan keluar seseorang, sekali pandang mencelos hati Thian-hi, yang muncul ini bukan lain adalah salah satu dari Si-gwa-sam-mo yaitu Kiu-yu-mo-lo.

Berkatalah Sin-jiu-mo-ih kepada Kiu-yu-mo-lo, "Ayo bantu aku membekuk Hun Thian-hi itu!" — cepat Kiu-yu-mo-lo berkelebat maju terus menubruk ke arah Thian-hi.

Yang membuat Thian-hi terkejut adalah bahwa Kiu-yu-mo-lo sudah sadar dan tergugah imannya dari sesat ke jalan terang, tapi sekarang muncul di tempat ini, pasti dia telah dikerjain oleh tabib sakti bertangan jail ini.

Begitu Kiu-yu-mo-lo melesat tiba, Thian-hi lantas mencelat menyingkir, kelihatannya kepandaian Kiu-yu-mo-lo sudah jauh lebih maju, setelah terhindar segera ia berteriak kepada Lam In, "Berhenti dulu!"

Sin-jiu-mo-ih rada bimbang, tapi akhirnya ia berseru kepada Kiu-yu-mo-lo, "Tahan sebentar. Coba dengar apa yang hendak dia ucapkan!"

Kata Hun Thian-hi, "Bahwasanya apakah tujuanmu coba bicara terus terang saja, mungkin persoalan ini masih bisa kita rundingkan, jikalau kau keras kepala ingin main kekerasan, aku bisa naik burung dewata tinggal pergi, apa yang mampu kau perbuat atas diriku?"

"Tujuan apa? Tujuanku adalah Jian-lian-hok-ling itu, jikalau kau bisa menyerahkan sekarang aku tidak ambil panjang urusan ini. Kalau tidak meski kau bisa naik burung dewata, aku berani bertaruh kau tidak akan mampu lari dari tanganku."

"Kalau begitu marilah kami coba-coba!" demikian tantang Thian-hi sambil tertawa tawar, lenyap suaranya tiba-tiba ia melejit naik ke punggung burung dewata, burung itu segera pentang sayap terbang ke udara.

Sin-jiu-mo-ih terkekeh-kekeh dingin, mendadak sepuluh jarinya terkembang, puluhan ekor burung-burung kecil berbulu hijau seketika beterbangan, bau obat yang tebal segera beterbangan di tengah udara dari badan burung-burung hijau kecil itu, kontan terdengar burung dewata memekik panjang, sayapnya terpentang menggelepar tapi tak mampu terbang ke tengah udara, kelihatannya seperti berat sekali tak mampu lagi membawa badannya.

"Bagaimana, percaya tidak?" demikian jengek Sin-jiu-mo-ih sambil menyeringai dingin.

Bercekat hati Thian-hi, seruling jade seketika dilolos keluar badan pun cepat melambung tinggi terus diputar sambil meluncur ke atas, sekaligus ia serang puluhan burung-burung kecil berbulu hijau yang terbang teramat gesit, tujuannya hendak memukul roboh sekali hantam.

Tapi Sin-jiu-mo-ih ternyata tidak tinggal diam, lagi-lagi ia tertawa panjang, badannya melejit tinggi laksana seekor burung rajawali langsung menerjang ke arah Hun Thian-hi.

Sebagai tokoh kelas wahid pada jaman ini sudah tentu Thian-hi tidak gentar menghadapi segala permainan Sin-jiu-mo-ih, terdengar ia mendengus dingin, serulingnya ditukikkan miring turun ia lancarkan Wi-thian-chit-ciat-sek, segulung sinar putih kemilau segera menyongsong kedatangan Sin-jiu-mo-ih

Berani menghadapi Hun Thian-hi yang terkenal hebat dan lihay ini, sudah tentu Sin-jiu-mo-ih Lam In punya bekal yang cukup berkelebihan untuk mengatasi serangan lawan, tampak begitu ia meluncur tiba Hun Thian-hi sudah merobah jurus permainannya untuk menyerang dirinya, tangkas sekali di tengah udara sebelah kakinya menjejak sebelah kaki yang lain, seenteng asap badannya tiba-tiba melambung lebih tinggi lagi menghindari serangan musuh.

Sudah tentu Thian-hi pun tidak menyia-nyiakan kesempatan baik ini, jikalau sekarang ia tidak segera turun tangan, babak selanjutnya belum tentu bisa memperoleh kesempatan sebaik ini. Tanpa ayal iapun layangkan tubuhnya menerjang lebih tinggi mengejar pula dengan rangsakan yang lebih dahsyat.

Badik Buntung - Chin TungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang