Sambil mendengus ia berpikir, "Mungkin setelah bertemu dengan sanak kadangnya, perangainya sudah berubah. Masa ada manusia yang benar tidak takut menghadapi kematian?" demikian pikir Bu Bing, maka cemoohnya. "Jadi kau sudah takut mati?"
Pertanyaan Bu Bing ini justru menepati tujuan Ham Gwat. ia jadi berkesempatan melantur lebih jauh, "Apakah begitu anggapanmu?" ia pun balas menyeringai.
"Ya, orang yang ikut bersama aku tiada yang takut mati, namun sekali dia berpisah dengan aku, selalu kalian akan dikejar-kejar rasa ketakutan itu," demikian jengeknya.
Memang siapa saja yang pernah hidup bersama Bu Bing apalagi sejak kecil ia sudah biasa melihat adegan-adegan seram yang lebih menakutkan dari kematian. Dalam ini Ham Gwat memaklumi kata-katanya, karena dia sendiri pernah menyaksikan betapa kejam Bu Bing menyiksa korbannya, tidak begitu gampang mereka mencari kematian.
Terbayang senyum manis diparas Ham Gwat, katanya tawar. "Orang yang hidup bersamamu tidak akan merasa bahwa hidup di dunia banyak kejadian yang bisa meninggalkan kesan mendalam dalam sanubarinya, lain pula bagi mereka yang hidup bebas, justru mereka terbenam dalam kenangan indah yang selalu akan menghayati lubuk hati mereka."
"Jadi menurut katamu, kau ini merasa berkesan dan berat pula bagi kehidupan manusia di dunia fana ini? Tapi kau harus ingat bahwa aku mampu membuatmu melenyapkan segala kenangan dan kesan yang mendalam itu."
Berubah air muka Ham Gwat, entah tindakan apa yang akan dilakukan Bu Bing atas dirinya. Bu Bing terkenal berhati culas dan kejam, perbuatan-perbuatan kejinya itu sudah menjadi kebiasaan bagi tontonan.
Dasar cerdik Ham Gwat tidak mau kalah adu mulut, ejeknya, "Aku kuatir justru kau sendirilah yang tidak akan sempat lagi mengenang masa silammu. Ketahuilah Wi-thian-chit-ciat-sek latihan Hun Thian-hi sudah sempurna dan kau tidak akan lama tinggal hidup dalam dunia ini."
"Betulkah begitu? Tadi sudah kutanyakan jejaknya bukan? Dimana dia sekarang?"
"Dimana masa kau belum tahu? Sejak tadi dia sudah masuk! Tuh di belakangmu!"
Tanpa sadar Bu Bing melengak dibuatnya, mengandal kepandaian Thian-hi sekarang kemungkinan dia sudah berada di belakangnya tanpa diketahui, seketika dingin perasaan hatinya. Tanpa bersuara Ham Gwat gunakan kesempatan yang baik ini, mendadak laksana anak panah melesat ia berkelebat ke arah samping Bu Bing Loni.
Dikala Bu Bing sadar telah kena tipu, ia menghardik dengan amarah yang berapi-api, kedua telapak tangannya menepuk melintang menempiling kepala dan membabat ke pinggang. Ham Gwat juga menggembor keras, pedang panjangnya tergetar mendengung ujung pedangnya menusuk telak kedua biji mata Bu Bing Loni.
Apa boleh buat terpaksa Bu Bing urungkan serangan tangannya, ia membela diri lebih dulu untuk menyelamatkan kedua matanya, sementara tubuh Ham Gwat sudah berkelebat pergi menyingkir jauh.
Tapi baru saja kakinya menginjak tanah. Bu Bing sudah membentak keras, "Ham Gwat, apakah kau tidak hiraukan ayah bundamu lagi?"
Ham Gwat jadi tertegun, niatnya hendak menyingkir dulu baru mencari daya menolong Sutouw Ci-ko. Namun ayah bundanya memang berada dicengkeraman musuh, mendengar ancaman itu mau tidak mau ia harus berhenti dan lekas berpaling. Tampak Ong Ging-sia dan Kiang Tiong-bing sedang berdiri di sebelah sana, mereka sama mengawasi dirinya.
Tiba-tiba tergerak hati Ham Gwat, ia insaf bila ia tetap tinggal disitu keadaannya pasti semakin runyam, cepat ia bergerak hendak tinggal pergi pula. Tak duga tiba-tiba didengarnya suara Ong Ging-sia membentak, "Gwat-ji, jangan pergi!"
Lagi-lagi Ham Gwat tertegun, karena kesangsiannya ini, sementara itu Bu Bing sudah berkesempatan mencegat jalan larinya pula, sedang Bing-tiong-mo-tho bertiga pun sudah mengepung dirinya juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Badik Buntung - Chin Tung
AbenteuerAwalnya hendak meminta Badik Buntung, senjata peninggalan dari orang tuanya yang telah meninggal kepada seorang teman ayahnya membuat Hun Thian Hi menjadi musuh Rimba Persilatan. Tanpa sengaja menerima sebuah ilmu sesat dari seorang tokoh Iblis memb...