27. Hubungan Dua Murid Bu-bing Loni

2.6K 46 0
                                    

Belum lagi ia sampai di Bu-tong-san sudah mendengar bahwa Ciang-ho-it-koay melarikan diri dengan luka-luka parah. Gwat Long dan Sing Poh kedua murid tunggal Giok-yap Cinjin juga sekarat menderita luka-luka dalam yang sangat berat. Hun Thian-hi tinggal pergi ikut Ang-hwat-lo-mo.

Su Giok-lan menjublek, sesaat ia menjadi bingung apa yang harus dilakukan selanjutnya, Hun Thian-hi sudah pergi ikut Ang-hwat-lo-mo, bagaimana ia harus bertindak? Bu Bing Loni takkan memberi keringanan terhadap dirinya, pikir punya pikir dengan otak kusut dan perasaan hampa ia melanjutkan ke depan.

Entah sudah berapa lama dan berapa jauh ia berjalan, tahu-tahu hari sudah menjelang magrib. Jauh di depan sana kelihatan debu mengepul tinggi, puluhan kuda tunggangan tengah membedal cepat mendatangi. Berjengkit alis Su Giok-lan, sembari membentak ia memapak maju terus menghadang di tengah jalan.

Puluhan kuda itu tak hiraukan keselamatan Su Giok-lan, dengan kencang terus menerjang tiba. Enteng sekali tubuh Su Giok-lan mencelat mumbul ke atas berbareng kedua tangan bergerak lincah sekali, dalam sekejap mata ia berhasil memukul puluhan penunggang kuda jatuh sungsang sumbal

Waktu ditegasi puluhan orang itu mengenakan seragam merah, terang adalah anak buah Partai Merah, tanpa merasa ia mendengus dingin. Dari depan sana mendatangi pula puluhan kuda tunggangan, mengiringi tiga orang di tengah. Begitu melihat puluhan orangnya malang melintang rebah di tanah, seorang gadis berdiri angker dengan galaknya mencegat jalan segera ketiga orang itu menghentikan kudanya

Sebetulnya kesalahan dipihak Su Giok-lan, serta tahu yang dihadapi adalah pihak Partai Merah, rasa salah itu berubah menjadi rasa tuntutan yang mendesak. Sambil menyeringai dingin ia amat-amati ketiga penunggang yang terdepan.

Ketiga orang ini bukan lain adalah Pangcu Partai Merah Gi Ciok, serta Tio Hong-ho dan Liong Lui. Enteng sekali Liong Lui bergerak melompat turun dari tunggangannya, dengan muka kecut dingin ia awasi Su Giok-lan.

"Dimana Pangcu kalian?" tanya Giok-lan aseran.

Liong Lui mendengus ejek, "Kenapa harus Pangcu, aku sudah cukup!"

Di mulut Liong Lui bicara takabur, serta melihat puluhan anak buahnya yang malang melintang tak bergerak itu, hatinya rada bercekat. Puluhan anak buahnya itu menerjang dengan tunggangannya yang berlari kencang, namun dapat dirobohkan dalam sekejap mata, ini betul-betul kejadian yang luar biasa, diam-diam ia menerawang, dirinya sendiri belum tentu mampu berbuat begitu. Tahu dia bahwa dia tengah berhadapan dengan lawan berat. Tapi belum pernah di kalangan Kang-ouw ada muncul seorang gadis macam ini, punya kepandaian silat tinggi, entahlah kenapa dia bersikap bermusuhan terhadap kita.

Melihat Liong Lui yang maju, Su Giok-lan tersenyum dingin, tanyanya, "Siapa kau?"

"Thian-liong-kiam Liong Lui. Masa kau tidak kenal!" bentak Liong Lui gusar.

"Thian-mo-kiam?" seringai Giok-lan semakin menakutkan, "Baik! Cabutlah pedangmu!"

Liong Lui insaf lawannya ini tentu sukar dilayani, namun dengan kedudukan dan ketenaran namanya masa harus mengambil keuntungan menghadapi musuh kecilnya ini, sesaat ia menjadi ragu-ragu, tanyanya, "Sekali pukul kau dapat merobohkan puluhan anak buahku, tentu hebat sekali ilmu silatmu, entah siapakah gurumu yang mulia?"

"Kau tidak punya hak untuk mengetahui!"

Liong Lui tertawa besar, serunya, "Entah gurumu tokoh kosen dari mana, aku Liong Lui kiranya tak sembabat untuk mengetahui, terpaksa aku minta belajar kenal dengan muridnya saja!" sembari berkata pelan-pelan ia melolos pedangnya.

Su Giok-lan pun telah mencabut pedangnya, sedikit tangan kanan mengayun, dengan gaya Ci-tiam-yan-hun tahu-tahu pedang panjangnya menutuk langsung ke arah Liong Lui.

Badik Buntung - Chin TungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang